Liputan6.com, Jakarta Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memprediksi Mass Rapid Transit (MRT) akan banyak dipakai warga Jakarta dan sekitarnya. MRT bahkan dinilai akan lebih sukses dari Kereta Bandara Soekarno Hatta dan Light Rail Transit (LRT), Palembang.
Banyak faktor yang akan membuat MRT menjadi moda transportasi andalan warga Jakarta dan sekitarnya. Pertama, jumlah penduduk di Jakarta dan sekitarnya yang jauh lebih banyak dibandingkan Palembang.
Advertisement
Baca Juga
"Populasi Jakarta ini 10 kali lipat dari Palembang. Di Jakarta ini macet parah, oleh karenanya saya himbau untuk tarif dari DKI itu relatif bisa terjangkau," kata Menhub di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Kedua, melihat dari antusiasme masyarakat saat uji coba, dirinya yakin dengan tarif Rp 8.500 per orang untuk Jarak Bundaran HI ke Lebak Bulus, MRT akan tetap ramai.
Dia turut mendukung upaya MRT untuk masih menggratiskan tiket hingga satu bulan. Kalaupun ada pembayaran, diharap itu masih dalam harga yang relarif kecil.
"Saya juga minta kepada DKI seperti instruksi presiden satu bulan ini digratiskan dulu, atau kalau ada pembayaran kecil saja. Karena kita menggunakan tap, tetapi gratis. katakanlah Rp5, atau Rp25 boleh, tapi gratis. Supaya ada sosialisasi," pugkasnya.Â
YLKI: Tarif MRT Rp 8.500 Cukup Adil bagi Konsumen
Setelah melalui diskusi yang alot dengan Pemprov DKI Jakarta, DPRD DKI akhirnya menyetujui tarif MRT Jakarta sebesar Rp 8.500. Kendati terbilang terlambat, putusan dan persetujuan tersebut dinilai layak diberikan apresiasi.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan besaran tarif Rp 8.500 merupakan skema tarif yang cukup fair dan akomodatif bagi kepentingan konsumen.
"Namun demikian, agar kinerja MRT Jakarta benar-benar optimal, maka perlu didukung beberapa langkah strategis lainnya, khususnya dalam hal rekayasa lalu lintas," ujar dia di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Baca Juga
Langkah strategis yang dimaksud YLKI, ucap Tulus, antara lain melakukan pengendalian atau pembatasan kendaraan pribadi di koridor yang dilewati MRT Jakarta. Tanpa upaya pengendalian penggunaan kendaraan pribadi, maka keinginan pengguna kendaraan pribadi untuk pintah ke MRT akan minim.
Kemudian, kata Tulus, juga harus ada transportasi pengumpan yang mengintegrasikan dengan stasiun MRT. Hal ini juga harus disertai dengan adanya tiket MRT yang terintegrasi dengan tiket transportasi pengumpan, terutama terintegrasi dengan TransJakarta.
"Pemprov DKI Jakarta dan manajemen MRT Jakarta harus belajar atas kasus yang dialami Kereta Bandara dan LRT Palembang, yang hingga kini belum optimal kinerjanya, karena masih minim penumpang. Jangan sampai MRT Jakarta mengulang kejadian yang dialami LRT Palembang dan Kereta Bandara tersebut,"Â ucap dia.
Advertisement