Sri Mulyani Akui Daya Saing Infrastruktur Indonesia Tertinggal dari Malaysia

Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan, sudah banyak pencapaian yang diraih dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Mar 2019, 11:45 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2019, 11:45 WIB
Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 TSri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menghadiri perayaan ulang tahun PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) ke 10. Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menyampaikan rasa bangganya atas pencapaian yang didapat SMI.

Sri Mulyani mengatakan, sudah banyak pencapaian yang diraih dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Meski demikian, daya saing atau competitiveness index infrastruktur Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan Malaysia.

"SMIers ini pasti adalah mereka yang paling tidak, pernah ke luar negeri. Lihat tetangga kita tidak usah jauh-jauh Malaysia. Kalau dilihat dari global competitiveness index infrastrukturnya saja mereka ada di rangking 30, kita ada di rangking 71," ujarnya di Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (28/3).

Ranking ini tentu bukan sesuatu yang membanggakan. Untuk itu, dia mengajak SMI agar turut serta mendorong kenaikan competitiveness index infrastruktur agar lebih baik meskipun jika dibandingkan Malaysia Indonesia memiliki wilayah yang lebih luas dan penduduk lebih besar.

"Senang nggak kita ada di bawahnya? pasti tidak. Semangat dari milenial Anda harus bisa mengejar. Anda boleh berargumentasi Malaysia lebih kecil dari kita Bu. Dia nggak punya 17.000 pulau, dia penduduknya nggak sampai 267 juta. Wilayahnya tidak sebesar 8,3 juta KM. Lautnya lebih banyak kita ibu," jelasnya.

"Anda sangat mudah mencari alasan panjang sekali untuk mengatakan Ia memang kita 71 nggak apa-apa yang di situ 30. Namun saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menggugah kalian semua jangan pernah memiliki karakter untuk selalu mencari alasan dulu untuk tidak melakukan sesuatu," sambungnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, saat ini PT SMI memiliki banyak SDM millenial yang memiliki semangat besar untuk melakukan perubahan-perubahan. Dia pun meminta, SMI dapat terus bergerak dan memerangi sikap mencari-cari alasan.

"Saya berharap semangat muda dari SMI adalah semangat yang tadi ditunjukkan dengan lagu, dengan bahkan pengibaran bendera menyanyikan Indonesia Raya. Bahkan dari sisi doanya dan gerakan kita semuanya adalah ingin membangun semangat, memerangi sikap kita untuk selalu mencari alasan bahwa ini tidak bisa dan terlalu sulit," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Sri Mulyani: Bangun SDM Jauh Lebih Sulit Ketimbang Infrastruktur

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan, membangun Sumber Daya Manusia (SDM) jauh lebih sulit dibandingkan membangun fisik atau infrastruktur.

Hasil pembangunan infrastruktur bisa langsung dilihat tetapi pembangunan SDM sulit untuk diukur. 

"Saya ingin menyampaikan kepada bapak ibu kalau kita fokus membangun SDM, tantangan akuntabilitas menjadi jauh lebih sulit. Dibandingkan membangun fisik. Kalau bapak ibu sekalian, TNI dan Polri kalau bicara tentang membeli alusista mudah, akuntabilitasnya, kalau mau beli helikopter, betul engga beli atau tidak," ujar Sri Mulyani, saat menjadi salah satu pembicara dalam rapat koordinasi nasional (Rakornas) pengawasan intern pemerintah di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (21/3/2019). 

"Tapi kalau membangun profesionalisme TNI, Polri ukurannya jauh lebih sulit, dibandingkan kalau membangun barak. Jadi segala sesuatu yang membangun SDM jauh lebih sulit tampak dampaknya jauh lebih besar kepada perekonomian kita," sambungnya. 

Sri Mulyani melanjutkan, belanja SDM yang menggunakan uang negara juga sulit dihitung salah satunya untuk pembangunan kesehatan masyarakat seperti stunting dan jumlah anak yang dilahirkan. Sering kali, anggaran habis untuk hal ini namun hasilnya tidak bisa langsung dirasakan. 

"Di bidang kesehatan kita bisa mengukur jumlah anak yang stunting. Tapi itu tidak ujug-ujug turunnya. Jumlah bayi yang lahir sehat, berapa ibu yang melahirkan dengan sehat. Kita bicara anak yang di didik. Tidak tahu anaknya makin pintar atau tidak, tahu-tahu uangnya sudah habis," ujar dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya