Survei BI: Optimisme Konsumen Tetap Terjaga

Meskipun tetap pada level optimistis, Indeks Kondisi Ekonomi dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

oleh Arthur Gideon diperbarui 05 Apr 2019, 18:19 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2019, 18:19 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia (2)
Ilustrasi Bank Indonesia

 

Liputan6.com, Jakarta - Optimisme konsumen tetap terjaga pada Maret 2019, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tetap berada pada tingkat optimistis yaitu 124,5, meski sedikit lebih rendah dari bulan sebelumnya yang ada di angka 125,1.

Dikutip dari keterangan tertulis BI, Jumat (5/4/2019), optimisme konsumen yang tetap terjaga itu ditopang oleh persepsi konsumen terhadap kondisi saat ini yang tetap kuat dan ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi pada enam bulan mendatang yang tetap tinggi.

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) ditopang oleh persepsi terhadap penghasilan saat ini yang membaik. Sementara itu, Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) tetap tinggi didukung oleh perkiraan konsumen terhadap kegiatan usaha pada enam bulan mendatang akan membaik.

Meskipun tetap pada level optimistis, IKE dan IEK lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Hasil survei juga mengindikasikan bahwa tekanan kenaikan harga diperkirakan meningkat dalam tiga bulan mendatang atau Juni 2019, terutama dipengaruhi oleh peningkatan permintaan barang dan jasa saat periode Idul Fitri.

Sementara itu, tekanan harga dalam enam bulan mendatang yakni September 2019 diperkirakan menurun didukung oleh persepsi konsumen terhadap terjaganya pasokan barang konsumsi rumah tangga dan semakin lancarnya distribusi barang.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ekonomi Indonesia Tahan Goncangan

Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Bank Indonesia

Gejolak yang terjadi di Perekonomian dunia diprediksi masih masih akan berlanjut. Negara-negara berkembang alias emerging markets, seperti Indonesia harus mampu menjaga kestabilan ekonomi.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara mengungkapkan, situasi global saat ini yang cukup mengganggu emerging markets adalah normalisasi kebijakan suku bunga bank sentral AS dan perang dagang. Meskipun demikian, tekanan tersebut tidak sebesar tahun lalu.

"Jadi bagi negara-negara emerging market yang pengelolaan ekonomi makronya bagus, salah satunya seperti Indonesia, prudent lah, dengan inflasi yg rendah, dengan CAD yang terkendali," ungkapnya seperti ditulis pada Rabu (3/4/2019). 

Mirza mengatakan bahwa defisit transaksi berjalan tengah diusahakan untuk diturunkan ke kisaran 2,5 persen. Selain itu, defisit APBN bisa dijaga di bawah 2 persen. Hal ini menjadi modal bagi investor untuk melirik Indonesia untuk berinvestasi.

"Pertumbuhan kredit yang bahkan sudah bisa recover, kan yoy sudah mendekati 12 persen, sehingga investor sudah bisa membedakan antara negara yang memang secara global iklimnya mendukung emerging market," jelasnya.

"Jadi emerging market yang ekonomi makronya bagus ya kondisi pasar keuangannya diuntungkan. sedangkan kondisi emerging market yang kondisi makro dan politiknya tidak bagus ya, salah satunya Turki. Jadi investor yang di emerging market sudah bisa membedakan," imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya