Produk Panel Surya RI Tembus Pasar AS dan Eropa

PT Sky Energy Indonesia menilai potensi pasar panel surya ke depan masih cukup besar, baik di dalam negeri maupun ekspor.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Apr 2019, 20:44 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2019, 20:44 WIB
20160302-Panel Surya ESDM-Jakarta- Gempur M Surya
Seorang petugas memeriksa panel surya di kantor Kementrian ESDM, Jakarta, Rabu (2/3/2016). Dalam APBN 2016, Kementerian ESDM mengalokasikan dana sebesar Rp 1,4 triliun untuk pengembangan aneka energi terbarukan. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - PT Sky Energy Indonesia Tbk (JSKY) mencatatkan diri sebagai produsen solar panel dengan penguasaan pasar di dalam negeri yang mencapai 40 persen.

Meski demikian, perseroan menilai potensi pasar panel surya ke depan masih cukup besar, baik di dalam negeri maupun ekspor.

Direktur Utama PT Sky Energy Indonesia Tbk, Jackson Tandiono mengatakan, saat ini pihaknya memenuhi permintaan solar panel baik untuk program pemerintah maupun swasta.

"Pasar domestik JSKY terbagi dua, yaitu proyek-proyek pemerintah dan umum. JSKY menguasai sekitar 80 persen proyek pemerintah yang umumnya berupa proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di desa-desa. Sedangkan untuk umum atau swasta, market share kami berkisar 30 persen-40 persen," ujar dia di Jakarta, Selasa (9/4/2019).

Dia mengungkapkan, pasar domestik saat ini sebenarnya masih dibanjiri oleh produk-produk impor.

Sementara di sisi lain, pemerintah berkomitmen dalam pencapaian target pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) hingga 23 persen pada 2025, dengan proyeksi energi surya meningkat dari 5.000 MWp pada 2019 menjadi 6.400 MWp pada 2025. 

"JSKY ‎sebagai produsen panel surya lokal pertama di Indonesia mengambil kesempatan strategis tersebut untuk masuk ke pasar dalam negeri. Sebagai produsen solar panel, kami memproduksi sendiri panel surya di Indonesia, termasuk memberi layanan solusi kepada konsumen," kata dia. 

 

Tembus Pasar Ekspor

20160302-Panel Surya ESDM-Jakarta- Gempur M Surya
Petugas memeriksa panel surya (Solar Cell) di gedung ESDM, Jakarta, Rabu (2/3/2016). Manfaat pengunaan panel surya untuk industri dapat menghemat energi serta biaya ketika puncak beban listrik tinggi di siang hari. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Menurut Jackson, saat ini produk panel surya miliknya juga kian praktis dari sisi pemasangan sehingga memudahkan bagi konsumen PLN yang tertarik untuk menggunakan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). 

"Kami sangat antusias memproduksi teknologi zero emission ini, khususnya di Indonesia sebagai negara tropis yang menerima pancaran sinar matahari sepanjang tahun, agar pemanfaatan energi matahari di Indonesia semakin optimal," kata dia.

Selain di dalam negeri, produk solar panel JSKY juga telah menembus pasar ekspor, seperti ke negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada. Sedangkan komposisi penjualan antara dalam dan luar negeri masing-masing sebesar 50 persen dari total penjualan.

"Tahun ini, kami menargetkan pertumbuhan penjualan berkisar 30 persen dibandingkan tahun 2018. Hal ini didukung oleh peningkatan kapasitas produksi JSKY dari 100 MWp menjadi 200 MWp," tandas Jackson.

 

Lebih Hemat, Jalanan di Kupang Pakai Lampu Tenaga Surya

20160302-Panel Surya ESDM-Jakarta- Gempur M Surya
Petugas memeriksa panel surya di gedung ESDM, Jakarta, Rabu (2/3/2016). Penggunaan panel surya bisa menurunkan emisi dari yang sebelumnya mengonsumsi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel atau berbasis batubara (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menambah alokasi Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJUTS) untuk wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini untuk menghemat tagihan listrik pemerintah daerah.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, pada tahun lalu instansinya memasang PJU TS sebanyak 1.034 unit di kota Kupang NTT untuk menerangi jalan sekitar 50 sampai 60 km jalan. Sedangkan tahun ini PJUTS yang akan dipasang bertambah mencapai 2 ribu unit.

" Jadi tahun ini akan memasang PJUTS 21.280 titik di seluruh Indonesia. Tahun ini NTT Dapat 2 ribu deh10 persen nasional," kata Jonan, di Kota Kupang, Minggu, 24 Maret 2019.

Jonan mengungkapkan, Kementerian ESDM menjalankan program pemasangan PJUTS, agar jalan menjadi lebih ternag dan tagihan listrik pemda menjadi lebih rendah sebab sumber kelistrikannya dari tenaga surya yang ada di atas lampu tidak dipasok dari PLN.

"Tagihan listrik lebih rendah. Kenapa satu lampu (listrik dari PLN) tagihannyaa 150- 200 ribu per bulan, anggaranya bisa untuk yang lain," tuturnya.

Jonan pun meminta ke Pemerintah Provinsi NTT untuk mengajukan perencanaan pemasangan‎ PJUTS, sehingga Kementerian ESDM secara rutin mengalokasikan PJUTS di wilayah tersebut.

‎"Bapak usul saja 5 tahun jalan umum kebutuhannya seperti apa, mungkin 10 ribu titik bisa 50 km‎," tandasnya.

 

RI Terus Genjot Pemakaian Energi Terbarukan

Ilustrasi panel surya
Ilustrasi panel surya (iStock)

Sebelumnya, Pemerintah, khususnya Kementerian ESDM, terus mendorong penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Tanah Air. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Harris mengatakan, cadangan energi fosil terus berkurang setiap tahun. Oleh karena itu, jika sumber energi alternatif tidak dipersiapkan sejak dini, dapat menggangu kebutuhan akan energi. 

"Kalau kita kembali melihat kepada bagaimana energi di Indonesia sampai dengan saat ini, kita masih menggunakan energi fosil sebanyak 90 persen lebih. Batu bara paling banyak kemudian minyak dan gas. Karena terus berkurang pemanfaatannya, maka kita kurangi," kata dia, dalam pembukaan The 7th Edition of INAGRRENTECH 2019 di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Kamis, 4 April 2019.

Dia menuturkan, untuk mengurangi penggunaan energi fosil, diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan penggunaan EBT.

"Untuk melakukan itu maka peran energi bersih yang terbarukan, yang sustainable kita tingkatkan. Wujudnya lewat tenaga angin, tenaga matahari yang wujudnya banyak. Ini belum diterapkan maksimal karena perannya di bawah 10 persen," urai dia.

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bauran energi baru terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik masih 12,4 persen pada 2018. Sumber energi terbesar untuk pembangkit listrik masih berasal dari batu bara sebesar 60,5 persen dan gas bumi, 22,1 persen.

Padahal, Indonesia menargetkan bauran EBT untuk pembangkit listrik bisa mencapai 23 persen pada 2025. Itu berarti, masih ada kekurangan 10,6 persen bauran EBT untuk mencapai target itu.

"Energi kita lihat sebagai penggerak ekonomi. Maka tentunya aspek pentingnya benar-benar harus kita jaga," ujarnya.

Dia pun mengakui, saat ini masih cukup banyak masyarakat Indonesia, yakni sebanyak 2.500 desa, yang belum memiliki akses sambungan listrik.

EBT, kata dia, menjadi salah satu sumber energi alternatif yang dapat diandalkan dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di daerah-daerah tersebut.

"2.500 desa itu sama sekali belum ada dan pemerintah punya program untuk itu. Bapak ibu sebagaimana kita ada target 23 persen untuk EBT dan upaya untuk mencapai target itu dilakukan oleh pemerintah, swasta dan lembaga pembiayaan itu ada upaya untuk mencapai itu agar listrik bisa dirasakan oleh kita," tandasnya.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya