Muncul Lagi Miliarder yang Ingin Jadi Presiden

Ada lagi miliarder yang ingin jadi presiden. Kini dari Asia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 18 Apr 2019, 19:01 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2019, 19:01 WIB
Foxconn
Terry Gou, Founder dan Chairman Foxconn. (Bloomberg)

Liputan6.com, Taipei - Sejak miliarder Donald Trump memenangkan posisi nomor satu di Amerika Serikat (AS) tampaknya makin banyak saja pebisnis yang tertarik terjun ke politik. Kali ini ada miliarder asal Taiwan yang ingin menjadi presiden.

Dilaporkan Forbes, sosok itu adalah Terry Gou yang merupakan orang terkaya di Taiwan. Ia mengaku baru mendapatkan ide ini empat bulan lalu karena memikirkan nasib para pemuda.

"Saya tidak berpikir tentang kepresidenan pada enam bulan lalu. Tetapi empat bulan lalu, saya sadar para pemuda Taiwan butuh masa depan," ujar Gou.

Bila terpilih, Gou menyebut akan fokus pada perdamaian, keamanan, ekonomi, dan masa depan. Partai Kuomintang yang pro-China pun dijadikan pilihan oleh miliarder itu.

Terry Gou adalah bos perusahaan Foxconn yang turut terlibat dalam manufaktur smartphone Apple dan Xiaomi. Ia mendirikan perusahaan itu pada tahun 1974.

Kekayaan Terry saat ini adalah sebesar USD 7,6 miliar atau Rp 106,5 triliun (USD 1 = Rp 14.015). Sang miliarder pertama kali menjadi orang terkaya di Taiwan versi Forbes di tahun 2010, dan kembali menjadi yang terkaya sejak tahun lalu.

Miliarder Starbucks Siap Rebut Kursi Presiden AS dari Donald Trump

Howard Schultz
Howard Schultz

Miliarder Howard Schultz, mantan bos Starbucks, juga bersiap merebut kursi kepresidenan dari Presiden Donald Trump. Rencananya, Schultz akan maju sebagai calon independen.

Dilaporkan Fox Business, Schultz serius mempertimbangkan langkahnya ini. Ia pun sudah sering buka suara terkait isu politik terkini dan pernah mengkritik dua kubu politik di negaranya. 

Schultz memiliki pandangan kritis melawan kebijakan Donald Trump yang dicalonkan Partai Republik. Namun, ia juga kritis pada Partai Demokrat yang menurutnya sudah terlalu "kiri".

Tahun lalu, Schultz sudah menyampaikan minatnya dalam urusan publik, seperti membantu orang-orang yang terpinggirkan akibat kebijakan Trump.

Bila mantan bos Starbucks ini benar maju sebagai calon presiden, ia harus bersiap menghadapi Donald Trump serta para politisi senior Partai Demokrat seperti Elizabeth Warren, bahkan Hillary Clinton.

Howard Schultz adalah miliarder dengan harta USD 3,3 miliar atau sekitar Rp 46,4 triliun. Kariernya di Starbucks bermula pada tahun 1982 sebagai direktur operasi dan pemasaran, kala itu hanya ada empat toko Starbucks.

Sebagai seorang CEO, pria asal Brooklyn ini memimpin perusahaan sejak tahun 1987 hingga 2000, kemudian kembali lagi pada 2008 hingga 2017. Sekarang, Starbucks memiliki 28 ribu toko di 77 negara dan Schultz berperan sebagai chairman emeritus.

Dikritik karena Status Miliarder

[Bintang] CEO Kedai Kopi, Howard Schultz, Tumbuh di Pemukiman Orang Miskin
CEO Kedai Kopi, Howard Schultz, Tumbuh di Pemukiman Orang Miskin | via: youtube.com

Jalan Howard Schultz ke Gedung Putih justru terhalang oleh kekayaannya sendiri. Ini terjadi karena mulai muncul tudingan tidak sedap terkait cita-citanya menjadi presiden Amerika Serikat (AS).

Salah satunya adalah fakta bahwa Schultz adalah seorang miliarder. Itu disinyalir membuatnya tidak memahami kehidupan sehari-hari masyarakat umumnya. Ia pun angkat suara dan menyatakan kehidupannya justru merupakan "American Dream".

"Saya dikritik karena seorang miliarder. Mari kita bicarakan itu. Saya berusaha sendiri ... Saya berpikir demikianlah mimpi orang Amerika, aspirasi Amerika," ujar Schultz di MSNBC.

Ia pun menjelaskan segudang prestasi yang diraihnya kala menjadi bos Starbucks. Di antaranya adalah jaminan kesehatan, pemberian saham, dan biaya kuliah gratis. 

"Dan Elizabeth Warren (senator Partai Demokrat) ingin mengkritik saya karena sukses?" ujarnya. Warren sempat saling sindir dengan Schultz perihal masalah pajak miliarder. Mantan CEO Starbucks ini menilai wacana Warren berbau sosialisme.

Mengenai partai, Schultz mengaku bukan anggota Partai Demokrat atau Partai Republik. Ia percaya sistem perekonomian AS perlu dirombak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya