Menhub Tegaskan Garuda Indonesia Tak Bangkrut

Dari segi keuangan memang mengalami kerugian tapi dari jumlah okupansi menunjukan masih ada kepercayaan masyarakat terhadap Garuda.

oleh Bawono Yadika diperbarui 29 Apr 2019, 20:45 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2019, 20:45 WIB
Pesawat Garuda Indonesia
(Liputan6.com/Fahrizal Lubis)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menegaskan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tidak mengalami kebangkrutan. Isu tersebut sempat menyeruak pasca Prabowo menyebutkan Garuda Indonesia morat-marit. Itu diperparah dengan polemik laporan keuangan yang kini menimpa Garuda Indonesia.

"Saya tegaskan Garuda tidak bangkrut dan ada yang terburu-buru untuk adakan demo. Jadi jauh dari bangkrut. Saya minta Garuda lebih hati-hati dan governace dalam melaksanakan usahanya," tuturnya kepada Liputan6.com, Senin (29/4/2019).

Dari sisi sales dan okupansi, Garuda Indonesia bahkan terbilang baik dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat Indonesia.

"Dari segi keuangan memang mengalami kerugian tapi dari sales dan jumlah okupansi itu relatif menunjukan masih ada kepercayaan masyarakat terhadap Garuda," ujarnya.

Dia pun mengaku menyerahkan proses evaluasi manajemen Garuda kepada kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Market-market tertentu, baik domestik Garuda Indonesia itu unggul. Jarak menengah seperti Japan, Taiwan, China, mereka unggul. Tentang yang lain saya serahkan ke BUMN untuk evaluasi," terangnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Menteri Rini Klaim Keuangan Garuda Membaik Meski Operasional Rugi

Pesawat Garuda Indonesia
Ilustrasi (Istimewa)

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIIA) meski pada tahun lalu meraup laba bersih USD 809.846, dua komisaris PT Garuda Indonesia Tbk menolak pencatatan laporan keuangan perseroan lantaran perkara piutang.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno pun tak mengelak catatan buruk itu. Kendati demikian, ia mengatakan, keuangan Garuda Indonesia terus membaik secara progresif hingga kuartal akhir 2018 lalu.

Secara pertimbangan, ia menyebutkan, hampir seluruh maskapai di Tanah Air pada tahun lalu memiliki rapor keuangan yang jelek, termasuk Garuda Indonesia.

"Loh sekarang begini, hampir semua perusahaan airline di Indonesia sampai 2018 rugi. Airasia rugi, Sriwijaya rugi, semua rugi. Nah kita kuartal terakhir 2018 itu sudah bagus. Garuda sudah bagus," ujar dia di Purwakarta, Jumat (26/4/2019).

Perbaikan kondisi ini disebutnya berhasil dilakukan pasca perseroan melakukan sejumlah efisiensi mulai dari pengurangan direksi hingga dewan komisaris.

"Jadi yang harus perlu dilihat itu kuartal terakhir, kuartal terakhir pertama kedua itu sangat jelek, kuartal ketiga membaik sedikit, tapi kuartal keempat sudah bagus. Nah makanya kita lihat oke, dengan begini kita harus terus jaga," paparnya.

Ke depan, ia turut berpesan masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan dalam internal di Garuda Indonesia agar nantinya bisa meraih untung, khususnya secara operasional.

"Kita mengakui masih banyak sekali uang harus dibereskan dari Garuda ini. Jadi di tahun 2018 ini memang masih ada kerugian, tapi akan kita bereskan," pungkas dia.

Kritik Kondisi BUMN, Prabowo: Kenapa Garuda Dibiarkan Morat-Marit?

Penerbangan Perdana Garuda ke Dili
Pesawat Garuda Indonesia disiapkan di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Jumat (24/10/2014), untuk penerbangan perdananya dengan tujuan Dili, Timor Leste. (Antara Foto/Rosa Panggabean)

Calon Presiden 02 Prabowo Subianto menyayangkan cara pengelolaan BUMN selama pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi. Bahkan untuk sekelas Garuda Indonesia yang menjadi kebanggaan bangsa pun kesulitan mendapatkan profit.

"Air space aset ekonomi kita, kenapa selalu dinikmati orang lain. Flight carrier yang kita lahirkan kenapa jadi morat marit seperti sekarang," tutur Prabowo saat debat Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019).

Bukan tanpa alasan, Prabowo mengutip adanya penelitian studi penerbangan terkait keseimbangan titik biaya atau pengeluaran dan pendapatan alias break event point (BEP). Hal itu salah satunya menghitung berapa kursi yang harus diduduki penumpang dalam pesawat sehingga perusahaan itu bisa meraup keuntungan.

"Jepang 60 persen BEP. Garuda harus 120 persen, berarti tidak bisa untung-untung kalau begini terus pengelolaannya. Bikin holding terus tapi yang sekarang tidak dikelola dengan baik," jelas dia.

Jokowi dinilai kurang paham dengan kondisi BUMN dalam negeri. 

"BUMN kita benteng terakhir ekonomi kita, tapi kita selalu lihat benteng itu goyah," Prabowomenandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya