Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah mencari pendanaan 28 proyek dari Belt and Road Initiative (BRI) atau Program Jalur Sutra. Ke-28 proyek tersebut senilai USD 91,1 miliar atau setara Rp 1.295,8 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan proyek tersebut tidak akan merusak lingkungan.
Dia menyebutkan, salah satu dari 5 syarat yang diajukan adalah proyek harus ramah lingkungan dan hal tersebut bahkan diikuti oleh negara lain yang tergabung dalam One Belt One Road (OBOR).
Advertisement
"Berkali-kali saya sampaikan 5 kriteria yang saya sampaikan menjadi pegangan, malah diikuti oleh negara-negara OBOR," kata dia di kantornya, Rabu (8/5/2019).
Dia menjelaskan, pihaknya terbuka pada kritik, namun diharapkan kritik tersebut harus dibicarakan terlebih dahulu.
"Tadi harus ramah lingkungan teknologinya, ada Walhi katanya kita tidak memperhatikan (lingkungan), sama sekali tidak betul. Jadi kalau mau kritik tanya dulu lah, kita juga gak tertutup sama kritikan," ujarnya.
Selain itu, dia juga menegaskan proyek tersebut tidak akan merugikan Indonesia dengan jerat utang. Ini karena model bisnis yang terapkan adalah Business to Business (B to B) bukan Governance to Governance (G to G).
"Kita sampai hari ini tidak ada melakukan G to G, saya tahu karena saya ketuanya menyangkut investasi dari Tiongkok. Jadi kalau ada ketakutan isu menjual segala macam, itu tidak terjadi," ujarnya.
Dia menjelaskan, setiap proyek juga dikaji terlebih dahulu oleh banyak pihak terkait termasuk Bappenas dan beberapa konsultan asing,
"Sehingga bagus supaya jangan sampai terjadi ada hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Â
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Walhi
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam kerja sama tersebut. Salah satunya adalah mengenai isu perubahan iklim dan lingkungan.
Manager Kampanye Walhi, Yuyun Harmono mengungkapkan, di dalam salah satu persayaratan yang diajukan oleh pemerintah Indonesia adalah China harus membiayai proyek yang ramah lingkungan. Namun pada kenyataannya, dari 28 proyek yang ditawarkan tersbebut terdapat beberapa proyek energi kotor batu bara yang tentu saja tidak termasuk kategori ramah lingkungan.
"Tapi faktanya justru proyek-proyek yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia itu masih ada proyek-proyek tambang dan PLTU Batubara. Jadi bagaimana kita ngasih syaray ke investor China syaratnya adalah harus ramah lingkungan tapi kita justru mengusulukan proyek-proyek yang tidak ramah lingkungan," kata dia di kantornya, Senin (29/4).
Dia melanjutkan, hal ini menunjukkan pemerintah tidak betul-betul berkomitmen dalam mendukung upaya penurunan emisi di dunia.
"Ini makanya kita sebut sebagai langkah hipokrit karena kita juga menunjukkan bawha kita tidak benar-benar melakukan penurunan emisi. Sekarang kita masih mengantungkan energi kita pada batu bara," ujarnya.
Selain itu, dia mengungkapkan China menjadi negara penyokong terbesar proyek-proyek energi kotor batubara di seluruh dunia baik tambang maupun PLTU.
"Tentu ini bertolak belakang dengan komitmen presiden China sendiri untuk terlibat aktif dengan kesepakatan Paris yang mengharuskan semua negara untuk megurangi emisi supaya kita di seluruh dinia ini tidak lagi kemudian mengalami dampak buruk dari perubahan iklim itu," ujarnya.
Â
Â
Â
Advertisement