KSPI Minta Penundaan Revisi UU Ketenagakerjaan

KSPI khawatir saat pembahasan revisi UU Ketenagakerjaan akan terjadi proses transaksional.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 25 Jun 2019, 15:45 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2019, 15:45 WIB
3.255 Tenaga Kerja Konstruksi Dapat Sertifikasi Kementerian PUPR
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan gedung dan jalan di Jakarta, Sabtu (10/11). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mensertifikasi 3.255 tenaga kerja konstruksi. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Vice Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Obon Tabroni meminta, usulan pengusaha untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) ditunda.

"Persoalan ketenagakerjaan bukan persoalan sepele. Sebab akan berdampak pada sekitar 80 juta buruh formal di  Indonesia. Karena itu butuh kajian yang mendalam," ujar dia di Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan rapat koordinasi dengan pihak terkait untuk menindaklanjuti usulan pengusaha melakukan revisi UU Ketenagakerjaan.

"Tidak akan maksimal dalam waktu 3 bulan  undang-undang tersebut disahkan. Butuh pengkajian yang lama kalau hasil ingin maksimal," lanjut Obon.

Dia khawatir, menjelang akhir masa jabatan DPR periode 2014-2019,  pembahasan revisi UU Ketenagakerjaan akan terjadi proses transaksional .

Sebagaimana diketahui, pasal-pasal yang ada dalam UU Ketenagakerjaan berkaitan dengan upah, outsourcing, PHK, tenaga kerja asing, jaminan sosial, dan lain sebagainya. Semua hal tersebut terkait erat dengan  kepentingan pengusaha dan buruh. 

Ironisnya, Obin melanjutkan, saat ini isu yang kencang terdengar revisi ditujukan untuk mengurangi kualitas upah, mempermudah PHK, hingga penghapusan pesangon.

"Karena itulah, sebagian besar serikat buruh menolak revisi UU Ketenagakerjaan jika tujuannya untuk mengakomodir kepentingan pengusaha," tegas Obon.

"Namanya saja UU Ketenagakerjaan. Karena itu semangatnya adalah memberikan proteksi terhadap kepentingan tenaga kerja," dia menandaskan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Presiden KSPI: Jokowi Setuju Revisi PP Pengupahan

Presiden FSPMI/KSPI Said Iqbal
Presiden KSPI Said Iqbal (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyampaikan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah menyetujui tuntutan buruh terkait revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Persetujuan ini disebutnya telah diutarakan Jokowi saat serikat pekerja diundang ke Istana Bogor pada Jumat lalu.

"KSPI mengapresiasi dan berterimakasih kepada presiden Jokowi yang menyetujui adanya revisi PP 78. Meski kita belum tahu siapa yang akan menjadi presiden berikutnya," ujar dia saat sesi konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Senin, 29 April 2019.

Dengan begitu, ia mengatakan, pernyataan Jokowi perihal revisi PP 78/2015 tersebut akan coba KSPI deklarasikan saat perayaan May Day pada 1 Mei mendatang.

Menurutnya, perubahan formulasi peraturan tentang pengupahan ini wajib diimplementasikan, sebab kaum buruh menuntut untuk mendapat upah yang berkeadilan. "Kami enggak setuju upah murah. Kami setujunya upah berkeadilan," seru Said Iqbal.

Dia pun menyoroti dihapuskannya hal runding buruh dalam PP Nomor 78, sehingga membuat pemerintah seolah sepihak dalam penentuan data upah minimum seperti yang dilakukan beberapa negara beraliran kiri.

"Data upah minimum itu sepihak pemerintah. Itu kek yang dilakukan negara komunis seperti Kuba dan Korea Utara. Itu bertentangan dengan bermacam aturan pada undang-undang tentang pengupahan," tuturnya.

 

Pimpinan Organisasi Buruh Bertemu Jokowi

Presiden Jokowi berfoto bersama para pimpinan organisasi buruh di Istana Kepresiden Jakarta. (Liputan6.com/Biro Pers-Setpres)
Presiden Jokowi berfoto bersama para pimpinan organisasi buruh di Istana Kepresiden Jakarta. (Liputan6.com/Biro Pers-Setpres)

Sebelumnya, Presiden Jokowi bertemu dengan sejumlah Pimpinan Serikat Pekerja Buruh se-Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat. Dalam pertemuan itu, Jokowi menyampaikan keinginannya agar peringatan Hari Buruh pada 1 Mei diisi dengan kegiatan positif.

"Yang berkaitan dengan peringatan hari buruh, May Day, yang minggu depan akan dilaksanakan semuanya sepakat bahwa peringatan hari buruh akan dilakukan dengan cara-cara kegiatan-kegiatan yang baik, yang memberikan ketenangan dan damai," ujar Jokowi usai pertemuan, Jumat, 26 April 2019.

"Sehingga kita harapkan rakyat juga ikut merasakan kegembiraan dalam merayakan hari buruh minggu depan," sambung dia.

Selain itu, pemerintah dan pimpinan serikat pekerja juga sepakat untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.

Jokowi berharap melalui revisi PP ini, buruh, serikat pekerja, perusahaan, serta pengusaha sama-sama mendapatkan keuntungan. "Jangan sampai ada yang dirugikan karena PP 78 ini," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Dalam pertemuan ini, hadir Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani Nuwa Wea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Mudhofir, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Said Iqbal, dan Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia Ilhamsyah. 

Ada pula Ketua Umum Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Syaiful, Presiden Konfederasi Serikat Nusantara Muchtar Guntur, serta Ketua Komisi A DPRD DKI Wiliam Yani. Sementara Jokowi, didampingi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani Nuwa Wea menuturkan pertemuan itu juga membahas pembentukan desk perburuhan di Kepolisian. Menurut dia, hal ini untuk melindungi hak-hak buruh. 

"Dan juga untuk bisa menjadi tempat untuk mencari keadilan buat para buruh," tutur Andi Gani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya