PPh Rumah Mewah Dipangkas Belum Ampuh Dongkrak Sektor Properti

Porsi pasar hunian dengan harga Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar, hanya 1 persen dari total pasokan hunian di tanah air.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jun 2019, 20:29 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2019, 20:29 WIB
Property Rumah
Ilustrasi Foto Property Rumah (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memangkas Pajak Penghasilan (PPh) atas penjualan rumah dan apartemen mewah dengan harga di atas Rp 30 miliar. Besaran PPh dipangkas dari dari 5 persen menjadi hanya 1 persen.

Pemangkasan PPh tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2019 yang diteken Sri Mulyani pada 19 Juni 2019 lalu.

Menanggapi kebijakan ini, Pengamat Properti Aleviery Akbar mengatakan, kebijakan tersebut belum berpengaruh signifikan pada bisnis properti.

"Secara umum tidak akan berdampak signifikan pada pasar properti," kata dia saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (27/6/2019).

Alasan yang mendasari pernyataan tersebut, kata dia, porsi pasar hunian dengan harga Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar, hanya 1 persen dari total pasokan hunian di tanah air.

"Sebab supply atau pasokan pasar apartemen (rumah) mewah hanya kurang lebih 1 persen dari total supply," jelas dia.

Meski demikian, bukan berarti kebijakan anyar tidak berdampak positif. Kebijakan tersebut, jelas dia akan berpengaruh pada perbaikan harga saham sektor properti di pasar modal.

"Akan tetapi dari psikologis pasar saham berdampak baik dengan naiknya beberapa saham sektor properti sekarang ini," tandasnya.

PPh Rumah Mewah Jadi 1 Persen Bakal Tarik Minat Investor Asing

Ilustrasi Investasi Rumah
Ilustrasi Rumah | Via: liputan6.com

Pemerintah akhirnya menurunkan pajak penghasilan (PPh) atas penjualan rumah dan apartemen dengan harga di atas Rp 30 miliar dari lima persen menjadi satu persen.  Langkah tersebut dinilai dapat menggairahkan sektor usaha selain properti.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2008 tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Barang mewah tersebut antara lain pesawat terbang dan helikopter pribadi, kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya.

Selain itu, rumah beserta pribadinya dengan harga jual dan pengalihannya lebih dari Rp 30 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 m2. Tak hanya itu, ada juga apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 30 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 m2.

Untuk pengenaan pajak penghasilan satu persen berlaku untuk rumah beserta tanahnya dengan harga jual dan pengalihan lebih dari Rp 30 miliar dengan luas bangunan lebih dari 400 m2. Selain itu, apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 30 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 m2.

Sementara itu, barang mewah lainnya yaitu kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejeninys dengan harga jual lebih dari Rp 2 miliar dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.

Kendaraan bermotor roda dua dan tiga dengan harga jual lebih dari Rp 300 juta dengan kapasitas silinder lebih dari 250 cc tetap dengan pengenaan pajak penghasilan lima persen.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Hestu Yoga Saksama menuturkan, pajak penghasilan atas penjualan properti jadi satu persen untuk mengairahkan sektor properti dan lainnya.

"Sektor properti memiliki multiplier efek yang luas ke sektor-sektor lain. Di samping itu, pertumbuhan sektor properti kurang begitu bagus akhir-akhir ini, jadi dengan stimulus itu diharapka produksi dan penjualannya meningkat," ujar Hestu saat dihubungi Liputan6.com, lewat pesan singkat, seperti ditulis Rabu (26/6/2019).

Sementara itu, pengamat pajak Ruston Tambunan menuturkan, berdasarkan revisi PMK tersebut, pemungut pajak dalam hal ini penjual atau pengembang mengenakan pajak penghasilan dari pembeli. Hal ini berarti memberikan insentif untuk pembeli karena PPh atas penjualan barang mewah dalam hal ini rumah dan apartemen mewah turun jadi satu persen. Hal tersebut dinilai dapat menarik investasi terutama dari investor asing.

"Ini menarik minat investor asing. Sedangkan bagi lokal ini ada pengurangan beban karena tadinya lima persen jadi  hanya bayar satu persen," ujar Ruston saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menambahkan, dengan revisi aturan tersebut tidak hanya berdampak terhadap sektor properti tetapi juga sektor lainnya.”Real estate akan bangun properti ini butuh semen, dan industri akan berdampak positif karena juga ada bahan baku baku lainnya dibutuhkan,” kata Ruston.

Pemangkasan PPh Rumah Mewah Berdampak ke Banyak Sektor

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah memangkas Pajak Penghasilan (PPh) atas penjualan rumah dan apartemen mewah dengan harga di atas Rp 30 miliar. Besaran PPh dipangkas dari dari 5 persen menjadi hanya 1 persen.

Pemangkasan PPh tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2019 yang diteken Sri Mulyani pada 19 Juni 2019 lalu.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, keputusan ini dilakukan untuk mendorong industri properti tanah air. Kebijakan anyar ini diharapkan dapat menggeliatkan kembali industri properti tahun ini.

Ia menuturkan, sektor properti merupakan sektor bisnis yang memiliki multiplier effect. Karena itu, jika bisnis properti naik, maka sektor bisnis lain yang terkait dengan properti juga akan terkena imbasnya.

"Karena properti ini kan multiplier effect-nya tinggi ke sektor-sektor lain, cukup besar," kata dia, di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Selasa, 25 Juni 2019.

Salah satu sektor yang akan kena dampak positif jika industri properti kembali hidup, ia mencontohkan bisnis penjualan semen. "Kalau sekarang batas dinaikkan dampaknya sudah akan mulai sejak berlaku itu," terang dia.

Dia pun menyatakan pihaknya belum akan memangkas pajak untuk penjualan barang mewah lainnya, seperti kapal dan yacht meski keduanya mempengaruhi sektor pariwisata. "Iya, tapi ini fokus ke properti dulu, yacht nanti pikirkan yang lain dulu," ujar Hestu.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menurunkan pajak penghasilan (PPh) atas penjualan rumah dan apartemen dengan harga di atas Rp 30 miliar.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya