Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan kegiatan pencarian kandungan minyak dan gas (eksplorasi), dengan melakukan survei seismik 2D di Perairan Selat Malaka, Aceh sepanjang 1.800 km.
Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi Meidawati mengatakan, kegiatan survei seismik ini merupakan langkah penting anak perusahaan PHE, yaitu PHE NSO yang terus berinovasi dan berkontribusi mendukung ketahanan energi nasional. Dia pun mengapresiasi upaya yang dilakukan berbagai pihak, atas terlaksananya proses pencarian migas ini.
"Sepanjang tahun 2018 hingga pertengahan tahun 2019 PHE telah melakukan pengeboran 6 sumur eksplorasi," kata Meidawati, di Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Advertisement
Baca Juga
Kegiatan seismik pada tahapan eksplorasi bertujuan untuk mengetahui gambaran bawah permukaan, ini akan menjadi dasar pemodelan sistem petroleum untuk dapat mengetahui lokasi akumulasi hidrokarbon beserta besar cadangannya. Kegiatan 2D Seismik laut ini melingkupi dua kabupaten, yaitu Aceh Timur dan Aceh Utara yang berbatasan langsung dengan perairan Thailand dan Malaysia.
Hasil seismik ini akan mengkonfirmasi potensi akumulasi hidrokarbon yang akan menjadi lapangan andalan untuk menahan laju penurunan produksi. Potensi akumulasi hidrokarbon ke depannya diproyeksi akan menjadi lapangan pengganti dari Lapangan Gas Arun yang pernah berproduksi sekitar 460 MMCFD.
Dalam kegiatan eksplorasi melalui survey seismik, PHE NSO bekerja sama dengan PT Elnusa Tbk. Selain merupakan salah satu wujud nyata sinergi antar anak perusahaan Pertamina, sekaligus merupakan bukti keseriusan PHE NSO yang saat ini dikelola dengan PSC Gross Split untuk meningkatkan cadangan migas.
"Rencananya survey seismik ini akan selesai pada bulan Juli 2019. Selanjutnya, hasil seismik ini akan ditindaklanjuti dengan seismik processing, interpretation dan modeling sehingga dapat digunakan dalam mengusulkan sumur pemboran eksplorasi untuk peningkatan cadangan," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pertamina Incar Produksi Minyak 23 Ribu Bph dari Sumur Aljazair
Sebelumnya, PT Pertamina Internasional EP (PIEP) mengincar minyak sebanyak 23 ribu barel per hari (Bph), dari produksi sumur minyak dan gas bumi (migas) di Aljazair.
President Director PT Pertamina Internasional EP Denie S Tampubolon mengatakan, produksi minyak dari sumur migas yang di kelola perusahaanya di Aljazair ditargetkan naik 10 persen dari produksi tahun ini sebesar 20 ribu bph. Sehingga produksi minyak menjadi 23 ribu bph pada 2019.
"Naik 10 persen jadi, sekarang 20 ribu barrel per day, nanti 22-23 barrel oil per day," kata Denies, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (5/7/2019).
Danies mengungkapkan, untuk menunjang pencapaian target produksi minyak dari Aljazair, Pertamina merencanakan pengeboran sebanyak 20 sumur sampai 2020. Pengeboran yang dilakukan sejak tahun lalu, sudah terealisasi sebanyak tujuh sumur.
" Sekarang sudah tujuh sumur sudah dibor, dan kami akan teruskan," ujarnya.
Menurut Danies, Pertamina Internasional EP saat ini sedang melakukan pengeboran sumur ke 10 dan 11 dalam waktu dekat. Untuk mendukung kesuksesan pencarian minyak tersebut, perusahaan akan menggunakan lumpur pemboran produk petrokimia Pertamina yaitu Smooth Fluid -05 (SF-05).
"10 dan 11 sebagainya ya, kita melanjutkan. Mengirim ini kan tidak bisa tiba-tiba ya. Kalau kita sih maunya dari awal banget sudah pakai ini, tapi ada proses pengadaan dan sebagainya. Jadi ini sebenarnya kita melanjutkan bukan baru memulai. Sumurnya melanjutkan," tandasnya.
Advertisement
Pertamina Dapat Utang USD 1,5 Miliar dari Eximbank Korea
PT Pertamina (Persero) mendapat kepastian utang dari Eximbank Korea Selatan senilai USD 1,5 milliar untuk membiayai proyek, di antaranya modernisasi dan pembangunan kilang yang dikenal dengan Proyek Refinery Development Masterplan Program (RDMP) dan New Grass Root Refinery (NGRR).
Vice President Corporate Communication PT Pertamina, Fajriyah Usman mengatakan, inisiasi kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama yang telah dibangun sebelumnya, dengan beberapa mitra dari Korea Selatan seperti Hyundai dan SK yang tergabung dalam Joint Operation (JO) pekerjaan EPC RDMP Balikapan.
"Dengan adanya framework agreement ini diharapkan akan semakin mempermudah kerja sama yang melibatkan mitra potensial lain dari Korea Selatan, terutama dalam proyek RDMP Balikpapan," kata Fajriyah, di Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Fajriyah melanjutkan, kerja sama ini akan sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak. Pertamina semakin berkomitmen untuk menjamin availability, kemudahan akses dan keterjangkauan energi nasional atau dalam konteks ini energi untuk ekonomi Indonesia.
"Kerja sama yang erat antara Pertamina dengan berbagai mitra pembiayaan dari Korea Selatan, akan semakin memperkuat pelaksanaan proyek RDMP Balikpapan sesuai dengan target yang ditetapkan,” tutur dia.
Sebagai kelanjutan dari penandatangan kerja sama tersebut, pemerintah Indonesia dan Korea melalui Pertamina dan Kexim juga menggelar acara Vendor Day pada 2-3 Juli 2019.
Kegiatan yang menggandeng pelaku usaha bidang konstruksi dari Indonesia dan Korea ini, berhasil menarik sekitar 250 orang dari 38 perusahaan Indonesia dan 60 perusahaan Korea. Dari kegiatan ini diharapkan ada kolaborasi kerja sama antara vendor dari kedua negara.
Dengan mempertemukan pelaku usaha dari kedua belah pihak, Pertamina juga berharap akan mendukung program TKDN Pemerintah dalam pengembangan project RDMP Balikpapan.
Pertamina Tawarkan Skema Baru Pembangunan Kilang Cilacap
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) akan menawarkan skema baru ke Saudi Aramco terkait kerjasama pembangunan Kilang Cilacap di Jawa Tengah. Hal ini diharapkan menjadi solusi agar pembangunan infrastruktur tersebut bisa terlaksana.
Direktur Mega Proyek dan Petrokimia Pertamina Ignatius Tallulembang mengaku, dalam kerjasama membangun Kilang Cilacap, Pertamina dan Saudi Aramco belum sepakat terkait perhitungan aset Pertamina yang sudah ada di lokasi pembangunan Kilang Cilacap.
"Belum sepakat," tegas Tallulembang, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu, 12 Juni 2019.
Dia menuturkan, Pertamina akan melanjutkan pembicaraan dengan perusahaan minyak nasional Arab Saudi tersebut untuk menawarkan skema kerjasama baru. Hal ini sebagai solusi pemecah kebuntuan negosiasi skema kerjasama awal.
"Ada keinginan para pihak untuk melakukan pembicaraan lanjutan, dengan mungkin konsep yang berbeda. Jadi bukan spin off lagi, bukan valuasi aset," tuturnya.
Tallulembang menjelaskan, skema baru tersebut berupa pembangunan kilang untuk tahap awal akan dibangun Pertamina, kemudian pembangunan sampai tahapan tertentu akan ditawarkan ke Saudi Aramco.
"Mungkin kayak aset baru saja kita kerja sama bikin yang baru. Mau petrokimia oke, atau mau produk-produk baru yang akan dihasilkan dari Cilacap dengan unit baru," paparnya.
Menurut dia, Pertamina masih memiliki kemampuan keuangan untuk menggarap Kilang Cilacap, dengan menerapkan skema baru yang ditawarkan ke Saudi Aramco. Konsep ini, sama seperti yang diterapkan dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan.
"Kita pendanaan project financing kan nggak masalah. Biasa bangun kilang itu pinjaman 65-70 persen sisanya equity. Itu pun flexible karena kita bisa cari equity partner seperti di Balikpapan," tandasnya.
Advertisement