Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Infrastuktur Dasar Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK) Rachmat Kaimuddin mengatakan, Indonesia masih ketergantungan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari luar negeri. Sebanyak 60 persen BBM yang dipasarnya di Indonesia ternyata berasal dari impor.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Bahlil prihatin karena ketergantungan Indonesia yang masih mengimpor BBM dari Singapura. Ironisnya Singapura adalah sebuah negara yang tidak memiliki sumber daya minyak. Hal ini pun menjadi masalah besar, karena harga minyak yang diimpor dari Singapura ternyata setara dengan harga minyak dari Timur Tengah.
Advertisement
Jika melihat kebelakang, pada masa 1996-1997, Indonesia mampu menghasilkan dan mengekspor migas dalam jumlah besar, dengan konsumsi domestik yang hanya mencapai 600.000 barel per hari, sementara produksi dalam negeri mencapai 1.600.000 barel per hari.
Advertisement
Namun, sejak krisis ekonomi 1996-1997, penurunan lifting migas Indonesia terjadi secara signifikan. Bahkan pada 2024, lifting minyak Indonesia turun menjadi sekitar 600.000 barel per hari, sementara impor per hari mencapai 1 juta barel.
Sebenarnya Indonesia menyimpan kekayaan minyak bumi yang melimpah. Ternyata, beberapa negara di Asia Tenggara menjadi pemain utama dalam industri migas dunia. Berdasarkan data terkini hingga Februari 2025, tiga negara penghasil minyak bumi terbesar di Asia Tenggara adalah Brunei Darussalam, Indonesia, dan Malaysia.
Ketiga negara ini memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian regional dan global. Namun, seperti apa sebenarnya kontribusi masing-masing negara dan apa saja tantangan yang dihadapi?
Kekayaan Brunei Darussalam: Negeri Petrodolar
Brunei Darussalam konsisten menempati posisi teratas sebagai penghasil minyak dan gas alam terbesar di Asia Tenggara. Keberhasilan ini telah menjadikan negara ini sangat makmur, bahkan dijuluki "Negeri Petrodolar".
Sektor migas menjadi tulang punggung perekonomian Brunei, memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara dan kesejahteraan rakyatnya. Keberhasilan pengelolaan sumber daya alam ini menjadi contoh bagi negara-negara lain di kawasan tersebut.
Keberadaan cadangan minyak dan gas alam yang melimpah telah memungkinkan Brunei untuk membangun infrastruktur yang modern dan menyediakan layanan publik berkualitas tinggi bagi warganya.
Namun, ketergantungan yang tinggi pada sektor ini juga menimbulkan tantangan tersendiri, terutama dalam menghadapi fluktuasi harga minyak dunia. Diversifikasi ekonomi menjadi langkah penting untuk mengurangi risiko tersebut.
Advertisement
Indonesia: Raksasa Migas yang Bertransformasi
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, juga merupakan salah satu produsen minyak terbesar di ASEAN. Meskipun produksi minyak mentah Indonesia telah menurun dari puncaknya di tahun 1977 (sekitar 1,6 juta barel per hari) menjadi sekitar 700.000 - 800.000 barel per hari saat ini, sektor minyak dan gas tetap menjadi sumber pendapatan utama negara.
Penurunan produksi ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk berkurangnya cadangan minyak dan tantangan dalam eksplorasi dan produksi di beberapa wilayah.
Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua menjadi wilayah penghasil minyak utama di Indonesia. Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan produksi minyak dan gas melalui berbagai program, termasuk eksplorasi di wilayah-wilayah baru dan peningkatan teknologi produksi.
Selain itu, transisi energi menuju sumber energi terbarukan juga menjadi fokus pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada minyak dan gas di masa depan.
Malaysia: Kualitas Tinggi dari Ladang Lepas Pantai
Malaysia juga merupakan produsen minyak signifikan di Asia Tenggara, dengan produksi rata-rata sekitar 600.000 - 700.000 barel per hari. Berbeda dengan Indonesia dan Brunei yang memiliki ladang minyak di darat, sebagian besar produksi minyak Malaysia berasal dari ladang minyak lepas pantai di Laut Cina Selatan.
Hal ini membutuhkan teknologi dan investasi yang lebih besar, namun juga memberikan akses ke cadangan minyak yang signifikan.
Minyak mentah Tapis dari Malaysia dikenal berkualitas tinggi dan diminati di pasar internasional. Keberadaan minyak berkualitas tinggi ini memberikan nilai tambah bagi perekonomian Malaysia.
Sama seperti Brunei dan Indonesia, Malaysia juga menghadapi tantangan dalam menjaga produksi minyak dan gas di tengah fluktuasi harga dan kebutuhan untuk beralih ke energi terbarukan.
Advertisement
Kesimpulan: Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Brunei Darussalam, Indonesia, dan Malaysia memainkan peran penting dalam industri minyak dan gas di Asia Tenggara. Meskipun produksi masing-masing negara memiliki fluktuasi seiring waktu, ketiga negara ini tetap menjadi penghasil minyak utama di kawasan ini.
Namun, tantangan tetap ada, termasuk penurunan cadangan, fluktuasi harga minyak dunia, dan transisi energi global menuju sumber energi yang lebih berkelanjutan.
Ketiga negara perlu melakukan strategi yang tepat untuk menyeimbangkan pemanfaatan sumber daya alam dengan upaya diversifikasi ekonomi dan pengembangan energi terbarukan.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)