Pembangkit Listrik Biogas Pertamina dan PTPN III Segera Operasi

PT Pertamina dan PTPN III saat ini tengah menyelesaikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) di Sei Mangkei, Sumatera Utara.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 13 Jul 2019, 13:10 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2019, 13:10 WIB
20160330- Progres Pembangun PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso-Sulut-Faizal fanani
Tiang pemancang terpasang di pembangunan PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso, Sulut, Rabu (30/3). PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) terus mengembangkan energi yang berfokus pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaannya Pertamina Power Indonesia (PPI) dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III sukses melakukan engine test atau Factory Acceptance Test (FAT) untuk komponen utama Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg). Komponen tersebut berupa 2 unit gas engine yang akan digunakan di PLTBg Sei Mangkei, Sumatera Utara.

Engine tes PLTBg dengan kapasitas 2,4 MW ini dilakukan di Siemens Gas Engine Factory Zumaia, Spanyol, dengan disaksikan oleh tim Pertamina Power Indonesia dan PTPN III. Pasca engine tes berhasil, milestone berikutnya adalah gas engine tersebut ditargetkan on site pada September 2019.

Direktur Utama PPI Ginanjar menyatakan, Pembangkit Listrik Tenaga Biogas hasil kerjasama PPI dengan PTPN III ini merupakan pembangkit energi baru dan terbarukan yang memanfaatkan limbah pabrik cair kelapa sawit.

Setelah pengujian ini berhasil, Ginanjar mengatakan rencananya akan segera beroperasi pada November 2019. Adapun konstruksi dilaksanakan sejak Desember 2018 dan saat ini sudah dalam tahap fase akhir pembangunan sipilnya dan dalam tahap instalasi komponen utama pembangkit.

"Kerjasama antara PPI dengan PTPN III merupakan suatu bentuk partnership yang ideal, karena merupakan kerjasama dua perusahaan nasional, lintas industri, dan dengan basis Business to Business," ujar Ginanjar, Sabtu (13/7/2019).

Bentuk kerjasama ini, lanjut Ginanjar, diharapkan dapat memberikan manfaat multiplier effect terhadap pengembangan energi baru dan terbarukan serta meningkatkan partnership diantara perusahaan nasional dan anak perusahaan BUMN.

"Saya berharap kerjasama ini juga dapat mendorong dan meningkatkan leverage skema pendanaan proyek dari institusi keuangan nasional dan tidak tergantung pendanaan asing," imbuh dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Skema Pendanaan

Progress Pembangunan Pembangkit Listrik 35.000 MW untuk Indonesia
Progress sebaran pembangkit listrik dan jaringan tranmisi yang telah dibangun PT. PLN demi program 35.000 MW untuk Indonesia.

Skema pendanaan nasional, papar Ginanjar, mungkin akan menghadapi tantangan keekonomian dan competitiveness project. Tetapi menurutnya semua aliran dana berada di Indonesia, sehingga harusnya ini tidak menjadi isu bagi para stakeholders.

Selain itu, kerjasama PPI dan PTPN III juga merupakan upaya untuk mewujudkan konsep Green Economic Zone di KEK Sei Mangkei yang dapat menjadi rujukan pengembangan kawasan ekonomi yang mendukung pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang bersih dan ramah lingkungan.

"Ke depan, kedua belah pihak juga telah berencana untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di KEK Sei Mangkei untuk meningkatkan bauran pembangkit energi baru dan terbarukan," pungkas Ginanjar.Attachments area

Asosiasi Usulkan Formula Tarif Listrik Ramah Lingkungan

20160302-Panel Surya ESDM-Jakarta- Gempur M Surya
Petugas memeriksa panel surya di gedung ESDM, Jakarta, Rabu (2/3/2016). Penggunaan panel surya bisa menurunkan emisi dari yang sebelumnya mengonsumsi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel atau berbasis batubara (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Masyarakat Ener‎gi Baru Terbarukan Indonesi (METI) mengusulkan formula tarif listrik dari pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT). Formula ini diharapkan bisa masuk dalam rancangan Undang-Undang yang sedang disusun DPR.

Ketua Umum METI Surya Darma mengatakan, dalam ‎pengembangan EBT membutuhkan kepastian untuk investasi, salah satunya adalah penetapan harga jual listrik dari pembangkit berbasis EBT. Hal ini sudah diusulkan METI dalam penyusuan Undang-Undang EBT oleh DPR.

"Kepastian hukum perlu ditaruh pada posisi lebih tinggi, kita harus semangat," kata Surya, saat menghadiri sebuah diskusi, di kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (11/7/2019).

Surya mengungkapkan, penetapan tarif listrik yang diusulkan METI adalah melalui badan pengelolaan EBT, badan ini untuk menaungi kegiatan EBT di Indonesia termasuk besaran harga listrik.

"Bagaimana menetapkan harga oleh badan pengelola itu, menerbitkan sertifikat EBT, mengatur presentase penggunaan EBT dan sebagainya," tuturnya.

Dia melanjutkan, formula besaran harga listrik yang digunakan dengan menggunakan harga patokan pembelian listrik (Feed in tarif) oleh PT PLN (Persero). Formula berikutnya negoiasi antara pengembang EBT dan PLN dan berdasarkan harga lelang dasar.

"Sebagian aspirasi kita dalam draft yang disusun DPR sudah terakomodir," ujarnya.

Menurut Surya, formula harga listrik dari pembangkit EBT dihitung‎ berdasarkan berdasarkan besaran kapasita pembangkit dan teknologi yang digunakan masing-masing jenis pembangkit berbeda. "Itu sudah dimasukan dalam Undang-Undang itu. Kami memandang ini lebih memiliki kepastian hukum," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya