Datangkan Investasi Asing, Indonesia Harus Bersaing dengan Vietnam

Dalam mendatangkan investasi asing, saat ini kebijakan pemerintah Indonesia harus lebih atraktif.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 21 Jul 2019, 11:30 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2019, 11:30 WIB
20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia saat ini tengah fokus dalam mendatangkan investasi asing ke Indonesia. Upaya ini dilakukan dalam mendoeong percepatan pertumbuhan ekonomi mengingat APBN sangat terbatas.

Sayangnya, dalam mendatangkan investasi asing ini, Indonesia harus bersaing ketat dengan Vietnam. Bahkan ada beberapa alasan sejumlah investor lebih memilih Vietnam dalam menanamkan modalnya daripada Indonesia.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini memaparkan sejumlah alasan mengenai hal itu.

"Di Vietnam itu tidak ada iso soal permasalahan tanah karena semua tanah di sana dikuasai negara. Jadi investor tinggal sewa saja, dan pemerintah juga tinggal naikkan sewanya di beberapa lokasi strategis," ucap Hendri seperti ditulis, Minggu (21/7/2019).

Tidak hanya itu, Hendri menilai pemerintah Vietnam juga selalu konsisten dan fokus dalam setiap program pembangunan infrastrukturnya. Memang, Vietnam tidak begitu jor-joran dalam pembangunan infrastruktur ini. Hanya saja mereka lebih fokus.

Seperti dalam beberapa tahun terakhir, negara tersebut melakukan pengembangan infrastruktur fokus untuk industri manufaktur dan peningkatan pariwisata.

 

Saksikan video terkait di bawah ini:

Pembangunan Infrastrukrut Lebih Fokus

20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Soal fasilitas infrastruktur pariwisata, Hendri mencontohkan di Vietnam tidak membangun hotel-hotel dengan pelayanan bintang empat ataupun bintang lima. Justru yang dibangun adalah hotel-hotel budget.

"Jadi pemerintah sana konsisten dalam pengembangan wisata eksotis, seperti budaya daerah mereka. Dan ternyata wisatawan itu tidak butuh hotel bintang empat atau lima, dan mereka enjoy," tambah Hendri.

"Tidak hanya itu, soal pariwisata ini, mereka melakukan reformasi toilet dan kemanan. Itu saja. Nyatanya wisatawan itu mengutamakan bersih dan aman. Tidak harus di hotel bintang lima," tambah Hendri.

Untuk itu, dia berharap pemerintahan baru nanti bisa menciptakakn sejumlah terobosan dalam hal peningkatan daya tarik invesatsi asing ini.

Turunkan Suku Bunga, BI Pastikan Investasi di RI Tetap Menarik

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Bank Indonesia (BI) menetapkan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan 25 basis poin (bps) pada angka 5,75 persen.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, penurunan suku bunga memang berdampak pada penurunan suku bunga pada surat utang negara (SBN). Kendati demikian, pihaknya memastikan bahwa imbal hasil yang diperoleh investor tetap akan tinggi.

"Kita meyakini dengan penurunan suku bunga, imbal hasil aset keuangan Indonesia masih sangat menarik, bahkan dengan suku bunga yang sekarang, kedepan masih ada ruang terbuka untuk kebijakan moneter yang lebih akomodatif," tuturnya di Kantor BI, Kamis (18/7/2019).

Pihaknya menegaskan, risiko outflow atau arus modal asing keluar dari ketetapan penurunan suku bunga acuan BI memang ada. Tetapi, faktor domestik terkait yield surat utang tenor 10 tahun masih lebih menarik dibandingkan negara-negara lain.

"Beberapa indikator adalah melihat imbal hasil dari Indonesia maupun luar negeri. Dan saya bisa bandingkan bagaimana US Treasury Yield, kami meyakini berinvestasi di portfolio Indonesia itu menarik jadi kestabilan eksternal kita itu dalam konteks balance of payment," ujarnya.

Dia pun menambahkan, BI kedepannya masih terbuka lebar untuk menerapkan kebijakan yang lebih akomodatif. Itu seperti penurunan suku bunga acuan, operasi moneter yang lebih ekspansif, dan penurun giro wajib minimun (GWM).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya