Ini Cara Hindari Aksi Spekulan Tanah di Ibu Kota Baru

Pemerintah harus memiliki kuasa penuh atau sebagian besar lahan yang bakal dijadikan lokasi ibu kota baru.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Agu 2019, 16:45 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2019, 16:45 WIB
Bukit Soeharto
Kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto di Kutai Kartanegara (Kukar) Kaltim menjadi salah satu calon kuat ibu kota yang baru. (Liputan6.com/ Abelda Gunawan)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menegaskan pemerintah harus memiliki kuasa penuh atau sebagian besar lahan yang bakal dijadikan lokasi ibu kota baru.

"Yang paling penting status kepemilikan. Pastikan penguasaan lahan di bawah pemerintahan," kata dia, saat ditemui, di Jakarta, Sabtu (24/8).

 

Hal ini, lanjut dia perlu dilakukan untuk mengatasi munculnya praktik spekulan tanah di lokasi ibu kota baru.

"Kuncinya cuma satu kalau tanah ada di bawah penguasaan pemerintah, spekulasi akan berkurang," ungkapnya.

Selain itu, dengan seluruh atas mayoritas lahan dikuasai pemerintah, maka proses pembangunan ibu kota baru tidak terhambat oleh masalah pembebasan lahan. Pembebasan lahan, lanjut dia, kerap menjadi faktor utama yang menghambat pembangunan.

"Jangankan ibu kota yang besar. Membangun tol saja itu mangkrak atau tidak bisa jalan itu karena pembebasan lahan itu faktor utama," tandas.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pemerintah Minta Masyarakat Tak jadi Spekulan Tanah di Ibu Kota Baru

Mencari Ibu Kota Baru Pengganti Jakarta
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Pemerintah berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta lantaran Pulau Jawa dinilai sudah terlalu padat penduduk. (Liputan6.com/JohanTallo)

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro mengimbau, masyarakat tidak bermimpi menjadi spekulan tanah di ibu kota baru. Sebab, pemerintah hanya akan menggunakan aset yang dikuasai negara sebagai kawasan ibu kota baru.

"Jadi kalau ada bakatnya dibidang properti jual beli tanah jangan mimpi deh jadi spekulator ya untuk ibu kota baru ini. Karena lahan yang kita pakai hanya lahan yang dikuasai oleh negara bukan lahan yang punya orang kita beli," ujarnya di Kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (20/8).

Menteri Bambang menghargai potensi anak bangsa dalam bisnis properti. " Jadi saya sangat menghargai bakat bidang properti, bakat jual beli tanah itu bagus tapi jangan main spekulasi karena ruginya pasti ketauan," paparnya.

Mantan Menteri Keuangan tersebut melanjutkan, ibu kota baru nantinya akan menggunakan lahan yang cukup besar. Hal tersebut dilakukan agar ibu kota baru tidak mudah padat penduduk.

"Intinya, ada lahan yang luas kalau kita bikin ibukota baru jangan bikin dilahan yang pas-pasan. Kalau pas-pasan nanti, nanti segera padat, crowded dan tidak nyaman. Maka harus dicari lahan yang luas dan dikuasai oleh negara," jelasnya.

Adapun daerah yang akan dijadikan ibu kota baru adalah Kalimantan. Pulau tersebut dinilai sebagai suatu daerah yang memiliki lahan luas dengan potensi bencana alam yang minim.

"Kalimantan resiko gempa kecil sekali yang ada memang bencana seperti asap, kebakaran hutan dan banjir. Tapi itupun tidak seluruh kalimantan tapi hanya beberapa area lahan gambut yang beresiko, juga lahan hutan," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Wacana Pemindahan Ibu Kota Timbulkan Spekulan Tanah

Desain Ibu Kota Baru
Desain Ibu Kota Baru di Kalimantan. (Liputan6.com/ Istimewa)

Pengusaha menyayangkan berkembangnya wacana pemindahan ibu kota di masyarakat. Bergulirnya wacana tersebut dinilai akan mendorong aksi spekulan tanah di wilayah yang disebut-sebut bakal jadi ibu kota pengganti Jakarta.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi, Sanny Iskandar mengatakan, bergulirnya wacana pemindahan ibu kota membuat para spekulan berlomba-lomba membeli lahan di wilayah yang diperkirakan menjadi ibu kota baru. Dikhawatirkan, harga lahan-lahan di wilayah tersebut akan melonjak signifikan sehingga berpotensi menghambat pembangunan infrastruktur nanti.

"Sebaiknya memang jangan langsung dilempar ke publik dulu, karena nanti ini akan ya efek kurang baguslah terkait dengan masalah spekulasi tanah," ujar dia dalam acara halalbihalal Sinarmas, di Jakarta, Selasa (11/7/2017).

Menurut Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Sinarmas Group ini, biasa saja telah ada aksi-aksi spekulasi lahan di wilayah-wilayah yang disebut-sebut bakal menjadi ibu kota. Namun aksi tersebut sulit dideteksi, sebab biasanya terjadi secara diam-diam.

"Ya kalau spekulan itu kan memang tidak kelihatan. Kita tidak tahu, tapi pasti mereka sudah bergeriliya," kata dia.

Oleh sebab itu, lanjut dia, ketimbang melempar wacana soal pemindahan ibu kota yang belum tentu terwujud, lebih baik pemerintah fokus dalam mengembangkan ekonomi di daerah. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi bisa tersebar secara merata dan persebaran penduduk tidak hanya berkonsentrasi di Pulau Jawa.

"Dalam tahun-tahun mendatang ini khususnya selama pemerintahan Jokowi, memang dia pengembangan infrastruktur yang sudah dilakukan di berbagai daerah. Mungkin akhir tahun depan semuanya juga sudah rampung ya dia itu bisa mengurangi lah kemacetan," tandas dia.

Sebelumnya, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas terus melakukan kajian terkait pemindahan ibu kota negara. Setidaknya ada tiga lokasi yang tengah dikaji sebagai pengganti Jakarta.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan, tiga lokasi tersebut yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Bahkan di Kalimantan Tengah telah ada lahan yang disiapkan seluas 300 ribu hektare (ha).

"Belum tahu (lokasinya). Di Kalimantan Tengah di sebelah utara Palangka Raya, itu 300 ribu ha. Di Kalimantan saya belum tahu malahan. Di Kalimantan Selatan saya tidak ngerti. Saya kalau spekulasi kan tidak enak," ujar dia di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis (6/7/2017).

Terlepas di mana lokasi pemindahan ibu kota ini, lanjut Basuki, yang jelas di lokasi tersebut harus ada lahan luas yang masih dikuasai oleh negara. "Yang penting lahan masih dikuasai negara. Ada yang menawarkan kepada Presiden. Nanti Presiden yang memutuskan," kata dia.

Namun demikian, Basuki masih enggan berbicara banyak terkait masalah ini. Menurut dia, hal tersebut masih harus menunggu pengkajian dari Kementerian PPN/Bappenas. ‎"Itu belum, ‎karena kita belum pasti di mana," tandas dia. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya