Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengharapkan kehadiran ibu kota baru betul-betul menjadi pendorong pemerataan pembangunan serta menekan ketimpangan. Bukan malah menghadirkan realitas ketimpangan yang baru.
Ini berdasarkan rencana desain kota yang berkonsep smart city dengan berbagai teknologi canggih di dalamnya. Hal tersebut tentu akan bertolak belakang dengan daerah sekitar ibu kota jika daerah-daerah tersebut tidak dikembangkan secara baik.
"Jadi sangat mewah. Mudah-mudahan ini hanya jadi simbol negara, tapi di luar kemudian tercipta kota-kota satelit, mendorong itu lebih ke Timur sana," kata dia, saat ditemui, di Jakarta, Sabtu (24/8).
Advertisement
Â
Baca Juga
Diharapkan kehadiran ibu kota baru mendorong pengembangan ekonomi, pembangunan infrastruktur kawasan sekitar. Sehingga kawasan sekitar dapat tumbuh seiring dengan kehadiran ibu kota.
"Jangan sampai kemudian menghadirkan realitas ketimpangan baru, dimana suatu pusat pemerintahan yang sangat megah sementara di sekitarnya kumuh misalnya. Ini yang kita harapkan tidak terjadi," ungkapnya.
Dengan demikian, kehadiran ibu kota baru dapat mendorong mimpi besar penerapan otonomi daerah, yakni pemerataan pembangunan ke seluruh Indonesia. "Ketika otonomi sudah mulai diterapkan sejak 2001, mestinya pusat-pusat pertumbuhan sudah mulai menyebar. Ternyata faktanya tidak," jelas Robert.
Sebab fakta yang ada, otonomi daerah belum mampu menjadi stimulus pertumbuhan pusat-pusat ekonomi selain pulau Jawa. Hal ini jelas terlihat dari kontribusi dominan Pulau Jawa di kisaran 58-59 persen ke PDB Indonesia.
"Sebelum otonomi kondisi kurang lebih sama, pembentuk PDB kita masih dikontribusikan oleh pulau Jawa tidak bergerak itu angka, 58 persen, 59 persen jadi memang hampir 60 persen Indonesia ini dibentuk oleh pulau Jawa. Tidak bisa seperti ini. Menggantungkan segala beban ke suatu pulau," ujar dia.
"(Otonomi daerah) gagal dalam arti menciptakan keadilan pemerataan antarwilayah harus saya katakan memang gagal. Jawa itu tidak pernah terkoreksi dari jauh sebelum otonomi dan sesudah otonomi angkanya begitu saja. Jadi banyak berhasil di bidang lain tapi tidak di bidang ini. Kita butuh satu koreksi kebijakan yang sangat besar," tandasnya
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Melihat Konsep Forest City, Ibu Kota Baru RI Bakal di Tengah Hutan Kaltim
Ibu kota baru di Kalimantan Timur (Kaltim) nantinya mengusung konsep forest city (kota hutan). Pemerintah mengolaborasikan konsep kota modern, smart, beautiful, and suistainable dengan kekayaan hutan tropis.
"Konsep ibu kota baru Indonesia nantinya forest city," kata Deputi Bidang Pengembangan Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Yudy R Prawiradinata di Balikpapan, Kamis, 22 Agustus 2019.
Bappenas sedang mengkaji lokasi strategis kandidat ibu kota yang ada di Kalimatan. Pertengahan tahun ini hasilnya mengerucut dua kandidat terletak di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Tengah (Kalteng).
Khusus Kaltim, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat meninjau sejumlah lokasi, Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto, Samboja Kutai Kartanegara (Kukar), dan Penajam Paser Utara (PPU). Pemerintah memang belum memutuskan di mana persisnya lokasinya.
Yudy mengatakan, pengembangan ibu kota negara harus mempertimbangkan upaya pelestarian alam dan lingkungan. Pemerintahan pun meminimalkan pilihan peralihan alih fungsi lahan konservasi yang ada di Kalimantan.
Ini sesuai pernyataan langsung Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro untuk menjaga pelestarian hutan konservasi Kalimantan. Ia bahkan komitmen membantu upaya restorasi hutan terdampak pengembangan ibu kota.
Idealnya, pemerintah membangun kota hijau memaksimalkan daya dukung alam Kalimantan. Sehingga, ibu kota baru menjadi kawasan paru-paru dunia.
"Daya dukung dan daya tampung Kalimantan masih tersedia. Pengembangan ibu kota baru nanti tinggal menjaga komitmen bersama pembangunan konsep forest city," ujar Yudy.
Ibu kota terbagi area inti seluas 2 ribu hektare. Di sinilah lokasi istana negara, kantor lembaga negara, taman negara, dan botanical garden. Pembangunan area inti dilaksanakan selama lima tahun ke depan.
Selanjutnya, pemerintah fokus perluasan kawasan seluas 440 ribu hektare untuk permukiman ASN/TNI/Polri, perwakilan diplomatik, fasilitas pendidikan/kesehatan, universitas, penelitian, taman nasional, konservasi orangutan, kluster permukiman, dan lain lain. Perluasan pembangunan ibu kota selama 10 tahun ke depan.
"Total anggaran dibutuhkan sekitar Rp 466 triliun termasuk dengan pemindahan 1,5 juta ASN," ungkap Yudy.
Kawasan istimewa ini pun nantinya ditangani badan pengelola khusus yang bertanggung jawab langsung pada presiden. Pemerintah nantinya merumuskan undang-undang pengelolaan kawasan khusus ibu kota Kalimantan.
"Pengelolaannya suatu badan khusus dilindungi peraturan hukum. Agar tidak terjadi dualisme pengelolaan seperti kasus yang terjadi di Batam," papar Yudy.
Sebenarnya, konsep forest city merupakan hasil kajian Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim. Selama ini, Bappenas memang menampung usulan Bappeda se-Kalimantan.
"Memang menjadi usulan Kaltim saat diminta memaparkan agenda pemindahan ibu kota ke Kalimantan," ungkap Kepala Bidang Prasarana dan Wilayah Bappeda Kaltim Yusliando.
Padahal konsep forest city, menurut Yusliando, sangat sederhana. Pemerintah hanya memaksimalkan potensi ruang tanpa membebani keuangan negara dan mengganggu lingkungan.
"Konsepnya memanfaatkan 30 persen area hutan untuk pembangunan ibu kota. Sisa area dipertahankan sebagai hutan konservasi," paparnya.
Sehingga artinya, konsep ibu kota RI di Kalimantan nantinya terletak di tengah hutan. Hutan menjadi sarana buffer zone pelindung ibu kota.
Advertisement
Konsep Paling Relevan
Selanjutnya, Yusliando meminta badan pengelola tegas menjaga aturan tata ruang dan wilayah sesuai masterplan ibu kota. Aktivitas publik tidak sembarangan bisa berinteraksi selama berada di kawasan ibu kota.
"Para ASN dan pegawai kementerian tinggal di area sekitar ibu kota. Pemerintah akhirnya harus membangun sarana transportasi massal memadai selama memasuki area ibu kota," ujarnya.
Konsep forest city ini sesuai kawasan Tahura Bukit Soeharto. Area konservasi milik negara yang berada di tengah kota Kaltim, Balikpapan, Samarinda, dan Kukar.
"Dalam bayangan saya memang Bukit Soeharto, namun konsep ini juga bisa dilaksanakan di provinsi lain sesuai keinginan pemerintah," sebutnya.
Forest city memperoleh sanjungan di Balikpapan. Konsepnya pun dinilai unik kolaborasi potensi alam sudah ada.
"Konsep ini unik untuk direalisasikan dalam agenda ibu kota, sepertinya belum pernah dilakukan negara lain," papar Wahyulloh, praktisi tata kota Balikpapan.
Wahyulloh mengatakan, konsep ini relevan untuk kepentingan konservasi lingkungan Kalimantan. Pemerintah pun tidak terbebani pembangunan perkantoran yang memakan dana untuk kebutuhan lahan.
Namun demikian, Wahyulloh meminta pemerintah berpikir lebih revolusioner penerapan konsep forest city plus digital infrastruktur. Suatu konsep pengembangan kota berwawasan infrastruktur informasi teknologi muktahir.
"Seperti Silicon Valley di California Amerika Serikat. Kota berkonsep teknologi digital menjadi lokasi perusahaan Google, Apple, Facebook dan lain lain," tuturnya.
Sehingga, dari kaca mata Wahyulloh, ibu kota Indonesia menjadi layak huni sekaligus modern mengadopsi teknologi mutakhir. Ibu kota hanya berdiri sejumlah bangunan utama pemerintahan dilengkapi infrastruktur digital.
"Sehingga tidak perlu terlalu banyak membangun puluhan gedung bertingkat. Pelayanan publik bisa dilakukan secara proses online saja," papar Wahyulloh.