BI Dukung Pemerintah Genjot Pertumbuhan Ekonomi

Meskipun BI punya tujuan utama menjaga kestabilan nilai rupiah, namun BI menilai Indonesia harus mempunyai pertumbuhan ekonomi yang baik.

oleh Athika Rahma diperbarui 26 Agu 2019, 16:44 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2019, 16:44 WIB
BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo (tengah) bersama jajaran saat Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Kamis (21/2). BI kembali menahan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7RRR) di angka 6 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo membeberkan fokus Bank Indonesia di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi dunia. Meskipun BI punya tujuan utama menjaga kestabilan nilai rupiah, namun BI menilai fokus itu tidaklah cukup.

Perry menyatakan Indonesia juga harus memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik. BI ingin agar kestabilan tetap terjaga, namun ekonomi Indonesia tetap tumbuh sesuai target.

"BI pro stability dan pro growth. Bank sentral harus fokus agar nilai tukar stabil, itu ilmu lama. Kalau bank sentral di negara maju, turunin suku bunga saja sudah cukup. Tapi beda dengan negara berkembang seperti Indonesia, fokus kebijakannya juga harus bisa mendorong pertumbuhan ekonomi," ujarnya dalam acara Kadin Talks di Menara Kadin, Senin (26/08/2019).

Perry menambahkan, ada 5 elemen ilmu yang jadi dasar bank sentral mengambil kebijakan, antara lain suku bunga, nilai tukar, kebijakan makroprudensial, dorongan pembiayaan ekonomi dan ekonomi digital.

Untuk menentukan kebijakan, maka BI akan meramu sedemikian rupa 5 elemen tersebut, mana yang harus diturunkan atau dinaikkan, mana yang harus dilonggarkan dan sebagainya.

"Mana yang jadi jamu pahit, mana yang jadi jamu manis. Dari tahun kemarin sampai sekarang, suku bunga kredit turun. Itu karena ada 1 jamu manis (elemen suku bunga diturunkan) meskipun 4-nya jadi jamu pahit," lanjutnya.

Tahun ini, Perry melanjutkan, 5 elemen tersebut akan jadi 'jamu manis' untuk pertumbuhan ekonomi, mengingat dalam dua kuartal berturut-turut, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak mencapai target.

Di sisi lain, BI juga mengajak para pengusaha untuk lebih proaktif dan tidak hanya wait and see.

"Kalau sudah dilonggarkan kebijakannya, diturunkan suku bunganya, tapi pelaku usaha masih wait and see, kan sama saja," tutupnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Indef Minta Pemerintah Patok Pertumbuhan Ekonomi Lebih Tinggi di 2020

Target Pertumbuhan Ekonomi
Suasana gedung-gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Dalam RAPBN tersebut pertumbuhan ekonomi dipatok berada pada tingkat 5,3 persen.

Peneliti Indef, Eko Listianto menyebutkan hal tersebut cukup aneh, mengingat target tersebut tidak jauh berbeda dengan target tahun ini yaitu 5,2 persen.

Padahal, Eko mengungkapkan target penerimaan dan belanja mengalami peningkatan. Hal tersebut seharusnya diiringi oleh naiknya target angka pertumbuhan ekonomi.

"5,3 persen, angka ini menarik bagi saya secara sekilas saya melihat RAPBN 2020 tanda tanya besar bagi saya sebagai peneliti, target pertumuhan ekonominya sama saja dengan tahun ini," kata dia dalam sebuah acar diskusi bertajuk RAPBN 2020: Solusi atas Perlambatan Ekonomi, di Kantor Indef, Jakarta, Senin (19/8).

Pemerintah meningkatkan target pendapatan negara pada tahun 2020 menjadi sebesar Rp 2.221,5 triliun. Mobilisasi pendapatan negara dilakukan, baik dalam bentuk optimalisasi penerimaan perpajakan, maupun reformasi pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Menurutnya, jika target penerimaan dipatok lebih tinggi maka seharusnya pemerintah harus berani mentargetkan angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi juga.

"Jadi bagi saya loh mengapa berani menargetkan lebih tinggi secara belanja dan penerimaan, begitu bicara target pertumbuhan ekonomi gak mau lebih tinggi ?," ujarnya.

Lebih jauh Eko menilai kebijakan fiskal tahun ini bermuatan politik. "Artinya kebijakan fiskal 2019 memang bukan buat menstimulus ekonomi, mungkin stimulus politik. Itu kalau memang anggaran belanja itu atau desain postru APBN lebih gede maka harus berani mantargetkan pertumbuhan ekonomi lebih gede," tutupnya.

Pemerintah Patok Pertumbuhan Ekonomi 2020 di Angka 5,3 Persen

Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo menyebut target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 adalah 5,3 persen. Sumber pertumbuhan ekonomi tahun depan ditekankan pada sektor konsumsi.

"Pertumbuhan ekonomi akan berada pada tingkat 5,3 persen dengan konsumsi dan investasi sebagai motor penggerak utamanya. Inflasi akan tetap dijaga rendah pada tingkat 3,1 persen untuk mendukung daya beli masyarakat," ujar Presien Jokowi dalam pidato Nota Keuangan di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Lebih lanjut, Jokowi menyebut nilai tukar dolar AS akan melemah menuju Rp 14.400. Ia menyebut hal itu diakibatkan kondisi ekonomi global yang volatile alias penuh ketidakpastian.

Meski sedang ada disrupsi dagang, Jokowi yakin Indonesia akan tetap menjadi primadona investasi. Pasalnya, Indonesia memiliki telah mendapatkan citra positif dan iklim investasi akan terus dijaga.

"Pemerintah yakin investasi terus mengalir ke dalam negeri, karena persepsi positif atas Indonesia dan perbaikan iklim investasi," ujar Jokowi.

Jokowi menambahkan suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan berada di tingkat 5,4%.

Pencapaian lain Indonesia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) naik dari 69,55 di 2015, menjadi 71,39 di 2018, atau masuk dalam status tinggi. Logistic Performance Index (LPI) naik dari peringkat 53 dunia pada 2014, menjadi peringkat 46 dunia pada 2018.

"Dalam Global Competitiveness Index, kualitas infrastruktur kita termasuk listrik dan air meningkat, dari peringkat 81 dunia pada 2015, ke peringkat 71 dunia pada 2018," jelas Jokowi.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya