Komite Pemantau Temukan Banyak Masalah di Sistem Pelayanan Terpadu

Tiga aspek yang berperan pada sukses atau gagalnya implementasi OSS, yakni regulasi, sistem, dan tata laksana.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Sep 2019, 12:17 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2019, 12:17 WIB
Presiden Jokowi Tinjau Pelayanan OSS di BKPM
Presiden Joko Widodo meninjau layanan konsultasi OSS BKPM di PTSP BKPM, Jakarta, Senin (14/1). Jokowi mengatakan, peninjauan ini untuk mengecek langsung bagaimana praktik sistem OSS yang sudah diterapkan pemerintah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) masih menemukan sejumlah masalah terhadap Sistem Pelayanan Perizinan Terintegrasi Berbasis Elektronik atau Online Single Submission (OSS) di beberapa daerah dan pusat. Dari hasil studi dilakukan terdapat tiga aspek yang berperan pada sukses atau gagalnya implementasi OSS, yakni regulasi, sistem, dan tata laksana.

"Dalam studi dilakukan dari Mei sampai Juli 2019 oleh kami ditemukan beberapa kondisi saya rasa cukup menghambat di level pusat dan daerah yaitu regulasi, sistem, dan tata laksana," kata Peneliti KPPOD, Boedi Reza, dalam diskusi media di Jakarta, Rabu (11/9).

Boedi menjelaskan pada aspek regulasi di pusat, Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria atau NSPK sektoral yang idealnya menjadi petunjuk teknis pelayanan izin, tidak konkrit menerjemahkan PP Nomor 24 tahun 2018 tentang OSS ke dalam prosedur yang mudah diikuti.

Sebagai contoh, kata dia untuk mendapatkan Izin Usaha Industri (IUI), pelaku usaha diharuskan mendaftar lagi ke aplikasi. Padahal PP 24 Tahun 2018 jelas tidak mempersyaratkan hal tersebut. Implikasinya terjadi berbagai macam variasi pada SOP pelayanan izin di berbagai daerah.

Selain NSPK, kesalahan OSS juga tergambar dalam persoalan disharmoni PP 24 Tahun 2018 dengan UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penanaman Modal dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah. Di mana, disharmoni di sini menyangkut kewenangan memberi izin yang sebelumnya di tangan kepala daerah sekarang berpindah ke lembaga OSS.

"Kami juga temui terdapat disharmoni PP 24, terlihat kurang pada empat poin di daerah kelembagaan dan kewenangan, mereka masih bingung siapa yang memiliki kewenangan Nomor Izin Berusaha (NIB), karena izin tersebut juga terkait dengan tanggungjawab lembaga penerbitnya. Kalau ada masalah siapa yang disalahkan," jelas dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kementerian ESDM Alihkan Izin Pembangunan Pembangkit Listrik ke OSS

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution resmi meluncurkan sistem perizinan terintegrasi secara elektronik (online single submission/OSS) di Jakarta. Foto: Merdeka.com/Anggun P Situmorang.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution resmi meluncurkan sistem perizinan terintegrasi secara elektronik (online single submission/OSS) di Jakarta. Foto: Merdeka.com/Anggun P Situmorang.

Kementerian ESDM kini mengalihkan izin membangun pembangkit tenaga listrik melalui online single submission/OSS Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dapat diakses di http://oss.go.id. Hal ini untuk mempermudah dan percepat layanan.

"Ada enam izin ketenagalistrikan secara umum yang sudah masuk OSS, juga empat izin tambahan bagi pembangkit panas bumi, semuanya sekarang sudah diproses melalui OSS," kata Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, dalam laman Setkab, Jumat (10/5/2019).

Pengalihan perizinan pembangunan pembangkit tenaga listrik dari Kementerian ESDM ke OSS BKPM itu dilakukan Kementerian ESDM merespons arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta izin dipangkas lagi saat meresmikan forum perencanaan Musrenbangnas 2019 dan RKP 2020 di Hotel Shangri-La, Jakarta Selatan pada Kamis 9 Mei 2019.  

Agung mengatakan, perizinan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang ditangani oleh Kementerian ESDM melalui OSS pun hanya dua izin saja yaitu izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL) dan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik (IUJPTL).

Agung menuturkan, perizinan ini diperlukan agar pembangunan pembangkit tenaga listrik dapat memenuhi aspek keselamatan ketenagalistrikan karena listrik selain bermanfaat juga berbahaya.

"IUPTL dan IUJPTL ini segera dapat diberikan kepada pengembang melalui sistem OSS setelah pengembang menyampaikan komitmen untuk memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Bidang Ketenagalistrikan," terang Agung, mengutip laman Setkab, Jumat (10/5/2019).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya