Industri Properti Melambat, Relaksasi Kebijakan BI Jadi Obat Mujarab

Penurunan suku bunga dan pelonggaran LTV diharapkan jadi stimulus industri properti.

oleh Bawono Yadika diperbarui 29 Sep 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2019, 12:00 WIB
Berburu Rumah Murah di Indonesia Property Expo 2017
Pengunjung melihat maket rumah di pameran Indonesia Property Expo (IPEX) 2017 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (11/8). Pameran proyek perumahan ini menjadi ajang transaksi bagi pengembang properti di seluruh Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan lagi suku bunga acuannya BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen pada tengah September lalu. Selain itu, BI juga melonggarkan aturan Loan to Value ( LTV) dan Finance to Value (FTV) bagi pembiayaan kepemilikan properti, baik rumah tapak, rumah tinggal maupun rumah kantor dan rumah toko.

Country Manager Rumah.com, Marine Novita, menyambut baik adanya dua kebijakan baru dari bank sentral ini. Diharapkan kebijakan ini mampu menggairahkan industri properti yang belakangan ini sedang dalam kondisi melandai.

“Penurunan suku bunga dan pelonggaran LTV diharapkan jadi stimulus industri properti. Dengan kebijakan tersebut, bank memiliki keleluasaan untuk mengambil risiko dalam menyalurkan kredit dan memberikan batas minimum uang muka KPR juga akan bisa lebih ringan,” jelas Marine dalam keterangan tertulis, Minggu (29/9/2019).

Landainya industri properti di Tanah Air juga tercermin dari Rumah.com Property Affordability Sentiment Index Semester I 2019 dimana kepuasan secara umum terhadap iklim industri properti Indonesia sedang menurun. Iklim industri properti tercatat meraih skor 31 perssen, menurun dari skor 34 persen pada semester sebelumnya.

Rumah.com Property Affordability Sentiment Index ini adalah survei berkala yang diselenggarakan dua kali dalam setahun oleh Rumah.com bekerjasama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura.

Tingkat kepuasan terhadap industri properti Indonesia yang sedang menurun ini disebabkan oleh value yang didapat antara properti yang ditawarkan dengan harga yang diminta semakin dianggap tidak wajar dan tidak senilai uangnya (worth the money).

"Selain itu juga semakin banyak responden yang menganggap bahwa properti yang ditawarkan saat ini tidak menarik, sementara harganya terlalu tinggi," jelas dia. 

Marine menjelaskan bahwa harga properti yang mahal dan terus meningkat memang selalu dipandang dari dua sisi.

Bagi mereka yang optimistis, mereka melihatnya sebagai peluang investasi di masa depan, sementara mereka yang pesimistis, ini disebabkan keraguan terhadap kemampuan finansialnya.

 

Langkah Pre-Emptive

Berburu Rumah Murah di Indonesia Property Expo 2017
Maket rumah yang dipamerkan dalam pameran Indonesia Property Expo (IPEX) 2017 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (11/8). Pameran proyek perumahan ini menjadi ajang transaksi bagi pengembang properti di seluruh Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ekonom PermataBank, Josua Pardede menambahkan bahwa keputusan BI untuk menurunkan suku bunga sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari dampak perlambatan ekonomi global.

Penurunan suku bunga acuan BI diperkirakan akan langsung diikuti penurunan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), yang pada umumnya akan direspon dengan penurunan suku bunga deposito yang selanjutnya akan mendorong juga penurunan suku bunga kredit.

“Transmisi kebijakan moneter ini yang pada akhirnya mempengaruhi suku bunga kredit, tidak terkecuali suku bunga kredit KPR," kata dia. 

Ditambah lagi dengan fakta bahwa BI sudah merelaksasi kebijakan makroprudensial dengan menurunkan LTV sejak Agustus 2018, maka diperkirakan bahwa apabila suku bunga KPR berpotensi turun menyesuaikan penurunan suku bunga acuan BI.

"Oleh karena itu, permintaan terhadap properti dan KPR diperkirakan akan berangsur naik paling cepat akhir tahun ini atau awal tahun depan,” katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya