Pembentukan Kementerian Investasi Dinilai Tak Efektif

Tujuan pembentukan kementerian baru tersebut demi mendorong masuknya investasi yang lebih masif ke dalam negeri.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 21 Okt 2019, 15:45 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2019, 15:45 WIB
Momen Pelantikan Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Joko Widodo atau Jokowi memberikan pidato perdana usai dilantik menjadi Presiden RI periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, Jakarta, Minggu (20/10/2019). Jokowi dan Ma'ruf Amin resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bakal ada perubahan nomenklatur kementerian pada era kedua masa pemerintahannya. Salah satunya mengubah wujud Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi satu institusi tersendiri, yakni Kementerian Investasi.

Adapun tujuan pembentukan kementerian baru tersebut demi mendorong masuknya investasi yang lebih masif ke dalam negeri.

Namun begitu, Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan, pengadaan Kementerian Investasi belum tentu efektif untuk mencapai tujuan awal. Menurutnya, Jokowi lebih baik menguatkan koordinasi antar instansi guna mendongkrak investasi.

"Belum tentu efektif adanya Kementerian Investasi dorong kinerja ekonomi. Masalah investasi itu masalah lintas sektoral, tanpa penguatan koordnasi antar kementerian/lembaga dan pemda sulit tingkatkan realisasi investasi," cibir dia saat ditanyai Liputan6.com, Senin (21/10/2019).

 

Dia menyampaikan, Jokowi lebih baik membuat sinkronisasi perizinan Online Single Submission (OSS) dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di setiap pemerintah daerah (pemda) agar bisa menarik banyak investasi dari luar.

"Selama ini investor masih kesulitan mengurus izin karena ada transisi OSS," sebut Bhima.

Berikutnya, ia meneruskan, pemerintah pusat juga perlu melakukan pembenahan SDM perizinan di tingkat pemda. Dia menyatakan, adanya perbedaan tingkat pendidikan, kualitas dan inovasi SDM di setiap daerah turut mempengaruhi lamanya proses perizinan investasi.

"Nah itu pekerjaan rumah paling urgent. Ada percepatan standarisasi kompetensi SDM, khususnya di luar Jawa," tegas dia.

Bhima juga menilai, insentif fiskal yang dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selama ini masih terlalu umum dan belum spesifik sesuai kebutuhan calon investor.

"Ada yang tidak butuh tax holiday, tapi butuhnya diskon untuk bea masuk mesin tekstil. Padahal tahun 2018 ada Rp 221 triliun belanja pajak khususnya untuk insentif fiskal, tapi belum terasa dampaknya ke realisasi investasi," ujar dia.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bakal Ada Kementerian Digital dan Ekonomi Kreatif, Ini Fungsinya

Senyum Jokowi-Ma'ruf Usai Dilantik Jadi Presiden dan Wakil Presiden
Joko Widodo atau Jokowi (kanan) dan Ma'ruf Amin (kiri) memberi keterangan usai dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, Jakarta, Minggu (20/10/2019). Jokowi dan Ma'ruf Amin terlihat senyum semringah usai pelantikan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera mengumumkan susunan Kabinet Kerja Jilid II periode 2014-2019. Sebagai petahana, Jokowi dikabarkan bakal melakukan transformasi untuk membentuk beberapa kementerian/lembaga baru.

Berdasarkan data yang dihimpun Liputan6.com, tercatat akan ada dua lembaga yang berpromosi menjadi kementerian baru. Salah satunya adalah Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang naik tingkat menjadi Kementerian Ekonomi Digital dan Ekonomi Kreatif.

Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan, kehadiran institusi pemerintahan baru ini perlu didukung. Dia coba membandingkan dengan pembuatan Ministry of Digital Economy and Society di Thailand pada 2016, yang berhasil mempermudah proses perizinan perusahaan baru atau startup.

"Nah ini perlu didukung. Tujuannya agar perizinan startup bisa dipangkas dan jadi satu pintu. Sekarang Fintech misalnya, harus berurusan dengan 15 kementerian/lembaga," jelas dia kepada Liputan6.com, Senin (21/10/2019).

Dengan adanya Kementerian Digital dan Ekonomi Kreatif, Bhima lantas berharap perizinan pembentukan startup dapat menjadi lebih ringkas, murah, dan secara pengawasan juga lebih efektif.

Tak hanya itu, ia menambahkan, pemberian insentif untuk pengembangan ekonomi digital juga bisa lebih fokus jika berada dibawah satu kementerian khusus seperti Kementerian Digital dan Ekonomi Kreatif.

"Selama ini kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika terlalu berat. Ada yang screening hoax, ada yang pengembangan jaringan internet, sampai pengembangan 1.000 startup digital," pungkas Bhima.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya