Produksi B100, Pertamina Minta Dukungan dari Pemerintah

Memproduksi B100 dengan produk green diesel dan green gasoline Pertamina membutuhkan dukungan dari pemerintah.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 29 Jan 2020, 19:45 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2020, 19:45 WIB
Pemerintah Bakal Cabut Izin Usaha Bila Tak Campur 15% BBN
Kementerian ESDM juga akan terus mengawasi proses pencampuran biodiesel sebesar 15 persen.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) ingin mendapat kkeistimewaan harga dan pasokan minyak sawit  (Crude‎ Palm Oil/CPO), untuk menerapkan penyaluran biodiesel murni (B100).

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, ‎untuk memproduksi B100 dengan produk green diesel dan green gasoline Pertamina membutuhkan dukungan dari pemerintah, dengan menerapkan kewajiban pasokan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) minyak sawit.

"Ini kami memerlukan support dari pemerintah terkair dengan DMO dari palm oilnya," kata Nicke, saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/1/2020).

Menurut Nicke, dengan adanya kebijkan DMO Pertamina mendapat jaminan pasokan minyak sawit, selain itu juga mendapat keistimewaan dari sisi harga dengan ditetapkannya harga patokan terendah dan tertinggi. Hal ini seperti kebijakan DMO pada batubara untuk sektor kelistrikan yang sudah ditetapkan pemerintah.

"Pemerintah menerapkan DMO volume harga dalam range batas bawah batas atas, men-secure jangka panjang. Batas bawah menjamin keberlangsungan usaha produsen, karena angka cost production ditambah margin dan selling price menjaga keberlangsungan bisnis Pertamina, sehingga disesuaikan harga pasar. Ini yang kami usulkan," paparnya.

Selain kedua keringanan tersebut, Pertamina juga menginginkan adanya pembebasan Pajak pertambahan nilai (PPN) untuk Fatty Acid Methyl Ester/FAME sebagai produk hasil olahan minyak sawit.

"Jangan sampai nanti kan kalau sekarang dari CPO diproses menjadi FAME tentu ada PPN. nanti dari FAME dirposes kena lagi," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Upaya Pertamina Menahan Penurunan Produksi Migas Blok Rokan

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

PT Pertamina (Persero) terus mengupayakan proses transisi pengelolaan Blok Rokan berjalan dengan lancar. Langkah tersebut untuk mempertahankan tingkat produksi minyak dan gas (migas) saat alih kelola yang dimulai pada Agustus 2021.

Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, pada Juli 2018 pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan pengelolaan Blok Rokan ke Pertamina, setelah kontrak Chevron Pacific Indonesia pda Blok Rokan habis pada Agustus 2021.

Hal ini tertuang dalam kontrak bagi hasil migas yang ditandatangani oleh anak perusahaan Pertamina yaitu PT Pertamina Hulu Rokan dengan SKK Migas pada Mei 2019.

“Kami memenangkan tender Blok Rokan, sehingga Pertamina telah sah mendapatkan Participating Interest (PI) atau hak pengelolaan sekaligus menjadi operator Blok tersebut selama 20 tahun ke depan yakni sejak Agustus 2021 sampai 2041," kata Fajriyah, di Jakarta, Senin (27/1/2020).

Sebagai asumsi awal agar dapat menahan laju penurunan produksi alamiah, Pertamina mentargetkan sekitar 20 sumur dapat dibor tahun ini.  

"Untuk memastikan produksi terus berjalan baik selama masa transisi, Pertamina pun telah menyiapkan investasi untuk melakukan pemboran pada 2020,” ujar Fajriyah.

Untuk dapat merealisasikan program pemboran tersebut, saat ini Pertamina terus melakukan diskusi intensif dengan Chevron Pasific Indonesia (CPI) selaku pemilik PI saat ini, sekaligus mengkomunikasikannya dengan Pemerintah.

Pertamina terus mendorong transisi alih kelola Blok Rokan tersebut selesai di tahun 2020.

"Pembahasan dengan CPI terus berlangsung untuk mencapai kesepakatan, sehingga kami berharap proses transisi Blok Rokan berjalan smooth,” imbuh Fajriyah.

Menurutnya, dengan belajar dari pengalaman di Blok Mahakam. Sebelum hak pengelolaan beralih ke Pertamina, pemboran sumur yang berkurang drastis dari 44 sumur di tahun 2016 menjadi 6 sumur di 2017 telah mempengaruhi penurunan produksi migas yang signifikan pada saat alih kelola dimulai pada 2018.

Walaupun setelahnya, Pertamina terus menggenjot pemboran dan melakukan investasi sehingga berhasil mencapai hasil produksi yang lebih tinggi dari target yang pernah dicanangkan operator sebelumnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya