Omnibus Law Koreksi Regulasi yang Tak Efisien

Regulasi dan kelembagaan merupakan permasalahan yang paling mendasar dalam perkembangan ekonomi dalam negeri.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 24 Feb 2020, 20:15 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2020, 20:15 WIB
Elemen Buruh Tolak RUU Omnibus Law
Elemen Buruh melakukan aksi di depan Gedung MPR/DPR/DPD Jakarta, Rabu (12/2/2020). Dalam aksinya mereka menolak draft Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Regulasi dan kelembagaan merupakan permasalahan yang paling mendasar dalam perkembangan ekonomi dalam negeri.

Dalam acara IDX Channel Economy Forum, Senin (24/02/2020), Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono menjelaskan beberapa hal yang menjadi kendala majunya perekonomian Indonesia, terutama masalah birokrasi dan kelembagaan.

"Pertama, birokrasi dianggap tidak efisien di dalam melayani masyarakat, terutama yang terkait dengan kemudahan izin usaha," ujarnya.

Selanjutnya, Susiwijono menyebut daya saing yang masih relatif rendah juga memicu lambatnya perkembangan ekonomi dalam negeri.

"Daya saing kita masih relatif lebih rendah. Namun demikian kalau kita lihat presepsi iklim investasi, rating kita cukup bagus." kata dia.

"Salah satu substansi dari RUU Cipta Lapangan Kerja ini adalah untuk mendorong daya saing itu." imbuhnya.

Kemudian masalah kebutuhan kerja. Susiwijono menyebut ekonomi Indonesia saat ini sangat membutuhkan penciptaan lapangan pekerjaan baru.

"Dari jumlah angkatan kerja kita sebanyak 133 juta. Orang yang belum bekerja penuh, atau belum mendapat pekerjaan secara penuh itu sebanyak 45,8 juta." paparnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

UMKM dan Koperasi

Tolak Omnibus Law, Buruh Datangi Gedung DPR
Buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) berdemonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/1/2020). Massa menyuarakan penolakan mereka terhadap Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.con/Johan Tallo)

Pembahasan berikutnya menyinggung UMKM dan koperasi. Susiwijono menyebutkan sektor UMKM jumlahnya 64,1 juta, dengan pangsa pasar terhadap PDB di atas 60 persen ditambah koperasi sebesar 5,1 persen.

"Kita harus betul-betul membikin satu kebijakan yang ada keberpihakan ke UMKM dan koperasi," ujarnya Susiwijono.

Terakhir, merespons dinamika perubahan ekonomi global. Terutama yang paling terakhir terkait dengan Covid-19. Susiwijono menyatakan perlunya untuk berhati-hati dalam menyikapi perkembangan Covid-19, sebab pertumbuhannya sangat eksponensial. Perlu respons yang lebih ekfektif yang sesuai dengan perkembangannya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya