Utang Klaim BPJS Kesehatan ke Rumah Sakit Tembus Rp 4,4 Triliun

BPJS Kesehatan dikatakan akan mengalami defisit yang semakin melebar, sehingga perlu langkah signifikan untuk menjaga kesinambungan program.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 14 Mei 2020, 11:58 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2020, 10:51 WIB
Proses Pendaftaran BPJS Butuh Waktu 14 Hari, Mengapa?
Proses administrasi BPJS Kesehatan untuk kategori peserta mandiri membutuhkan banyak waktu karena banyak hal teknis yang harus dilengkapi

Liputan6.com, Jakarta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tercatat memiliki utang klaim yang jatuh tempo ke Rumah Sakit sekitar Rp 4,4 triliun. Utang ini tercatat merupakan data sampai dengan 13 Mei 2020.

Hal tersebut diungkapkan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara, Kemenkeu, Kunta Dasa dalam media briefing Anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kamis (14/5/2020).

"Kondisi BPJS ini perlu ada perbaikan dan perlu ada upaya-upaya untuk mengurangi defisit BPJS," jelas dia.

Lebih lanjut, Kunta memaparkan rincian klaim BPJS, diantaranya untuk outstanding klaim mencapai Rp 6,212 miliar, merupakan klaim yang masih dalam proses verifikasi.

Klaim yang belum jatuh tempo sebesar Rp 1,031 miliar, sudah jatuh tempo Rp 4,443 miliar, dan klaim yang sudah dibayar sejak 2018 senilai total Rp 192,539 miliar.

"Dampak putusan MA dengan dibatalkannya pasal 24, kondisi keuangan DJS kesehatan tahun 2020 diperkirakan akan mengalami defisit sebesar Rp 6,9 triliun, termasuk menampung carry over defisit tahun 2019 sekitar Rp 15,5 triliun," papar dia.

Mulai 2021, lanjut Kunta, BPJS Kesehatan akan mengalami defisit yang semakin melebar, sehingga perlu langkah signifikan untuk menjaga kesinambungan program.

Iuran Naik, BPJS Kesehatan Masih Butuh Subsidi Pemerintah

Iuran BPJS Kesehatan Naik
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih membutuhkan subsidi dari pemerintah untuk keberlanjutan operasionalnya, meskipun pada Juli 2020 mulai menyesuaikan iuran pesertanya.

“Terhadap keseluruhan operasionalisasi BPJS, dirasakan diperlukan subsidi pemerintah,” kata Airlangga, dikutip dari Antara, Rabu (13/5/2020). 

Dia mengatakan iuran BPJS Kesehatan, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, memang terjadi penyesuaian.

Dalam Perpres tersebut disebutkan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) dengan manfaat perawatan kelas I dan II akan naik pada 1 Juli 2020. Sedangkan untuk peserta dengan manfaat perawatan kelas III akan naik pada Januari 2021.

Subsidi dari pemerintah itu diberikan kepada peserta dengan manfaat perawatan kelas III.

Adapun secara keseluruhan, kenaikan iuran ini ditujukan untuk memastikan keberlanjutan dari operasional BPJS Kesehatan.

“Tentunya ini adalah untuk menjaga keberlanjutan dari BPJS Kesehatan. Untuk itu, ada iuran yg disubsidi pemerintah, nah ini tetap yang diberikan subsidi. Nah yg lain tentu diharapkan jadi iuran yang bisa menjalankan keberlanjutan daripada operasi BPJS Kesehatan,” ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya