Pengusaha Sarung Tangan Karet Malaysia Makin Kaya Raya saat Pandemi

Negara Asia Tenggara menguasai pasar sarung tangan dunia sejak periode 1980.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 22 Jun 2020, 21:00 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2020, 21:00 WIB
FOTO: Melihat Persiapan Dokter Memakai APD Tingkat 3
dr Rahmadi Iwan Guntoro, Sp.P memakai sarung tangan bedah karet steril di Rumah Sakit Haji, Jakarta, Kamis (9/4/2020). Standar APD tingkat perlindungan 3 diperuntukkan untuk ruang prosedur dan tindakan operasi pada pasien dengan kecurigaan atau terkonfirmasi COVID-19. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Pandemi Corona tampaknya membawa tahun yang baik bagi pelaku industri sarung tangan karet. Seperti di Malaysia, yang merupakan pemasok 65 persen produk sarung tangan karet di dunia, kini memiliki empat miliarder di sektor tersebut. Termasuk dua di antaranya merupakan pendatang baru.

Thai Kim Sim dari Supermax Corp menjadi yang teranyar bergabung dalam kelompok tersebut. Bloomberg Billionaires Index mencatat, kekayaan bersihnya mencapai USD 1 miliar pada sesi perdagangan saham bulan ini.

Lonjakan permintaan selama pandemi corona telah mendongkrak nilai saham perusahaan yang memproduksi alat pelindung, dan merubah negara di Asia Tenggara menjadi tempat bermukimnya pengusaha yang sangat kaya di bidang ini. Termasuk Supermax yang sukses melompat lima kali lipat dan mencuri perhatian.

"Memakai sarung tangan karet telah menjadi norma baru untuk berbagai tujuan, seperti medis dan ritel, dan pemakaian yang tinggi akan menguntungkan pembuatnya untuk jangka waktu lama," kata Analis CGS-CIMB Research Walter AW seperti dikutip Bloomberg, Senin (22/6/2020).

Negara Asia Tenggara menguasai pasar sarung tangan dunia sejak periode 1980, ketika permintaannya meninggi kala wabah AIDS menerjang. Berkat ongkos kerja yang rendah, pengusaha Malaysia berhasil mendirikan toko.

Pandemi Covid-19 semakin mengangkat bisnis pengusaha seperti pemilik Top Glove, Lim Wee Chai yang meraih kekayaan bersih sebesar USD 2,5 miliar. Perusahaan tersebut melaporkan kenaikan kekayaan bersih 366 persen menjadi 348 juta ringgit (USD 81 juta) selama tiga bulan hingga Mei 2020, dengan angka penjualan mencapai rekor tertinggi.

Rival lokalnya yakni Hartalega dan Kossan Rubber juga memperoleh peningkatan saham dua kali lipat di 2020. Hal tersebut mendorong kekayaan Hartalega menjadi USD 4,8 miliar, serta Kossan Rubber yang kini bernilai USD 1,1 miliar serta membuatnya menjadi miliarder pendatang baru.

Tapi dengan lonjakan saham 394 persen pada tahun ini, Supermax menjadi tak tertandingi. Perusahaan melaporkan kenaikan 24 persen pendapatan menjadi 447 juta ringgit selama tiga bulan hingga Maret 2020. Khususnya didorong oleh permintaan besar akibat Covid-19.

Perseroan saat ini memproduksi 24 juta sarung tangan setiap tahunnya, dan berencana menambah hingga 44 juta pada 2024. Supermax juga turut membeli lahan tambahan untuk meningkatkan kapasitas produksi pada bulan ini.

Ketika banyak analis menilai positif pergerakan Supermax, sebagian mengatakan produsen dari Malaysia tengah menghadapi tantangan saat negara seperti China memperluas produksi sarung tangan karetnya.

Tapi untuk sekarang ini, Supermax tetap jadi perusahaan favorit. Fakta bahwa perusahaan memproduksi sarung tangan merek sendiri membuat harga jualnya jadi lebih tinggi kepada konsumen akhir.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Tonton Video Ini


Harapan Keberadaan Vaksin Covid-19 Bawa Miliarder China Semakin Kaya

Ilustrasi Miliarder
Ilustrasi Miliarder (pixabay.com)

Harapan akan terciptanya vaksin penangkal pandemi virus corona (Covid-19) rupanya turut memperkaya para pengusaha China yang bergerak di sektor industri farmasi.

Salah satunya Zhong Shansyan, yang duduk di posisi 1.063 dalam daftar 2020 Forbes Billionaires List yang diterbitkan pada April 2020. Salah satu sumber pendapatannya yakni Nongfu Springs, yang mengendalikan seperempat pasar air minum kemasan di Tiongkok.

Jumlah harta Zhong semakin bertambah pasca Beijing Wantai Biological Pharmacy melakukan pencatatan saham perdana (IPO). Sebagai pemegang saham terbesar, kekayaan pria berusia 65 tahun tersebut bertambah USD 6,2 miliar menjadi USD 8,2 miliar.

Berdasarkan laporan Forbes, Selasa (16/6/2020), saham Wantai merangsek naik ke batas perdagangan harian 10 persen menuju rekor tertinggi 153,67 Yuan di Shanghai Stock Exchange pada Jumat pekan lalu.

Jumlah tersebut melonjak tajam dibandingkan harga saat IPO yang sebesar 8,75 yuan pada April, dan membuat Wantai meraup keuntungan harga berlipat ganda.

 
Kemunculan Wantai menaruh harapan atas bisnis vaksin yang dikerjakan anak usahanya, Xiamen Innovax Biotech, yang tengah berkolaborasi dengan raksasa farmasi asal Inggris GlaxoSmithKline (GSK) untuk melahirkan penangkal pandemi.
 
Kedua perusahaan tersebut telah mengerjakan sebuah vaksin untuk virus human papillomavirus (HPV) yang dapat menyebabkan kanker. 
 
Selain dengan Innovax, GSK juga telah bekerjasama untuk menciptakan vaksin Covid-19 dengan Sanofi, Universitas Queensland, dan Clover Biopharmaceuticals. "Kita percaya bahwa lebih dari satu vaksin akan dibutuhkan," ujar CEO GSK Emma Walmsley.
 
Perusahaan dan institusi global saat ini berramai-ramai menemukan vaksin virus corona. Perusahaan China lain di samping GSK juga ikut turut serta berkolaborasi dengan Dynamax Technologies asal Amerika Serikat, seperti CanSino Biologics, Sinopharm, dan Clover.
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya