Terkait Kasus Jiwasraya, Sinarmas Kembalikan Dana Rp 74 Miliar ke Negara

Sinarmas Asset Management akan mengikuti seluruh proses hukum yang tengah dilakukan Kejaksaan Agung.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 07 Jul 2020, 16:53 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2020, 16:50 WIB
[Bintang] Hotman Paris
Preskon film Stop Bullying (Adrian Putra/bintang.com)

Liputan6.com, Jakarta - PT Sinarmas Asset Management (SAM) akan mengikuti seluruh proses hukum yang tengah dilakukan Kejaksaan Agung maupun lembaga atau instansi pemerintah lainnya. Hal ini terkait kasus dugaan korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang melibatkan Sinarmas Asset Management.

Kuasa hukum Sinarmas Asset Management Hotman Paris Hutapea menjelaskan, Sinarmas Asset Management sebagai salah unit bisnis Sinar Mas Financial Services juga mengedepankan pelayanan terbaik kepada para nasabah yang berinvestasi maupun berencana berinvestasi melalui Sinarmas Asset Management.

“Sinarmas Asset Management selalu mengedepankan regulasi dan mengikuti ketentuan hukum dengan mengambil inisiatif pada tanggal 9 Maret 2020 yang lalu, secara sukarela mengembalikan dana management fee yang telah diterima oleh SAM selaku Manajer Investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebesar Rp 3 miliar, dan dengan menggunakan dana korporasi sendiri," jelas Hotman dikutip dari keterangan resmi, Selasa (7/7/2020).

Sinarmas Asset Management juga berkomitmen mengembalikan dana kelolaan sebesar Rp 74 miliar kepada negara.

Pada awalnya dana kelolaan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) adalah Rp 100 miliar, yang kemudian telah ditarik oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebesar Rp 23 Miliar. Selanjutnya sisa Rp 77 miliar telah dikenakan pemblokiran dan sita oleh pihak Kejaksaan Agung, sehingga sampai saat ini SAM tidak menyimpan atau menguasai lagi dana kelolaan saham yang dibeli PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Hotman Paris menyampaikan bahwa sejak awal manajemen Sinarmas Asset Management selalu berusaha berkomunikasi dengan manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk segera menarik kembali sisa dana kelolaan yang ada di Sinarmas Asset Management, namun tidak mendapatkan respons memadai, hingga akhirnya sisa dana kelolaan tersebut di blokir oleh pihak Kejaksaan Agung.

Pejabat OJK dan 13 Korporasi Jadi Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya

Ilustrasi Jiwasraya
Ilustrasi Jiwasraya (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka baru dalam kasus korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Tersangka baru itu adalah seorang pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan 13 korporasi.

Pejabat OJK yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Jiwasraya itu adalah Fakhri Hilmi (FH) selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A periode Februari 2014-Februari 2017. Saat ini, dia menjabat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK sejak Februari 2017.

Sedangkan 13 korporasi yang dijerat adalah PT Dhanawibawa Manajemen Investasi atau PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia/PT Millenium Capital Management (MDI/MCM), PT Prospera Asset Management (PAM).

Kemudian PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII), dan PT Sinarmas Asset Management (SAM)

"Ketiga belas korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka adalah perusahaan managemen investasi yang diduga terlibat dalam proses jual beli saham PT Asuransi Jiwasraya (Persero)," ujar Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono dalam siaran tertulisnya, Kamis (25/6/2020).

Penyidik menjerat korporasi yang menjadi tersangka itu dengan pasal primair Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang Nomor: 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor: 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, Subsidiair: Pasal 3 Undang-undang Nomor: 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor: 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Selain itu, kejasaan juga menjerat tersangka korporasi dengan pidana pencucian uang seperti tercantum dalam; pertama: Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. Atau Kedua: Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP

Sementara Fahkri Hilmi, pejabat OJK selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A periode Februari 2014 sampai dengan Februari 2017 yang kemudian diangkat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK periode Februari 2017 sampai dengan sekarang, dijerat Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP. Subsidiair: Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP.

Mark Up

Hari menyebut, pada periode 2014-2018, PT Asuransi Jiwasraya berinvestasi berupa saham dan reksadana. Untuk investasi reksadana, Jiwasraya menyerahkan pengelolaannya ke 13 Manager Investasi (MI) senilai Rp 12.704.412.478.238 (LHP PKN BPK).

Produk-produk reksadana yang diterbitkan oleh 13 MI itu, portofolionya berupa saham-saham yang harganya sudah dinaikkan secara signifikan (mark up) oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro antara lain IIKP, PPRO, SMBR, TRAM, SMRU, MYRX, ARMY, BTEK, LCGP, RIMO, POOL, SUGI, BJBR.

Kejaksaan Agung menyebut investasi PT Jiwasraya di reksadana pada 13 MI dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro yang sebelumnya sudah bersepakat dengan Hendrisman Rahim, Syamirwan dan dan Hary Prasetyo selaku pejabat di PT Asuransi Jiwasraya melalui Joko Hartono Tirto. Oleh karena itu, 13 MI tersebut tidak bertindak secara independen demi kepentingan nasabah atau investor yaitu PT Asuransi Jiwasraya. Enam terdakwa dalam proses persidangan. 

Keenam terdakwa yang dimaksud yaitu, Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Sementara, untuk pengawasan perdagangan saham dan reksadana, dilaksanakan oleh Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A pada OJK yang dijabat oleh Fahri Hilmi pada periode 2014-2017 berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner (KDK) nomor 15 /KDK.02/2014 tanggal 28 Maret 2014, yang membawahi 2 Direktorat Pengawasan yaitu : 

1. Direktorat Transaksi Efek / saham (DPTE) yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan khusus transaksi Saham;

2. Direktorat Pengelolaan Investasi (DPIV) yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap pengelolaan investasi khusus Reksadana.

Kejagung menduga Fahri selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A, pada 2016 mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) yang harga sahamnya sudah dinaikkan secara signifikan (mark up) oleh Grup Heru Hidayat yang dijadikan portofolio reksa dana 13 MI yang penyertaan modal terbesar adalah PT Asuransi Jiwasraya.

Tidak Berikan Sanksi Pelanggaran

Berdasarkan laporan dari Tim Pengawas DPTE menyimpulkan penyimpangan transaksi saham tersebut merupakan tindak pidana pasar modal sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 1995 (UUPM) dan telah dilaporkan kepada Fahri Hilmi.

Selain itu DPIV menemukan pengelolaan investasi khusus Reksadana dari saham IIKP yang harganya sudah dinaikan secara signifikan (mark up) oleh grup Heru Hidayat tersebut menjadi portofolio produk reksadana yang dikelola oleh 13 MI milik PT. AJS, namun berdasarkan fakta yang ditemukan oleh DPTE dan DPIV tersebut, Fahri Hilmi tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana dimaksud dikarenakan Fahri telah ada kesepakatan dengan Erry Firmansyah dan Joko Hartono Tirto yang mana keduanya adalah pihak terafiliasi Heru Hidayat, dengan melakukan beberapa kali pertemuan yang bertujuan untuk tidak menjatuhkan sanksi pembekuan kegiatan usaha kepada 13 MI.

Sehingga investasi PT. AJS pada reksa dana di 13 MI melalui produk reksadananya tetap berjalan dan tetap melakukan transaksi terhadap saham IIKP dengan harga yang telah di mark up oleh Grup Heru Hidayat.

Bahwa akibat dari perbuatan Fahri yang tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana dimaksud pada tahun 2016 menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi PT. Asuransi Jiwasraya pada tahun 2018 hingga mencapai sebesar Rp.16,8 Triliun sesuai LHP BPK RI tahun 2020.

Selain menetapkan Tersangka baru, Tim Jaksa Penyidik juga telah melakukan pemeriksaan dua orang saksi yang terkait dengan dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT. Asuransi Jiwasraya, yaitu Helda Gunawan SE. MBA, Iwan Ho selaku nominee.

Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid 19, antara lain dengan memperhatikan jarak aman antara saksi dengan Penyidik yang sudah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap serta bagi para saksi wajib mengenakan masker dan selalu mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah pemeriksaan.

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya