Liputan6.com, Jakarta - Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai memiliki banyak manfaat untuk sektor perbankan dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Salah satunya, koordinasi antar lembaga-lembaga tersebut menjadi mudah di bawah pengawasan OJK.
Dosen dan Kepala Pusat Informasi Pengembangan Wilayah LPPM UNS sekaligus Komisaris Independen Bank DKI Lukman Hakim menyatakan, OJK memiliki pengawasan yang sangat prudent, terutama di sektor perbankan.
Baca Juga
"Pengawasan OJK di perbankan ini sangat prudent. Pengalaman saya, ini diibaratkan 'ada peniti jatuh di sebuah bank saja, OJK akan tahu'," ujar Lukman dalam webinar yang digelar Perbanas Institute, Jumat (24/7/2020).
Advertisement
Meski demikian, kondisi yang serupa belum dialami di sektor IKNB. Pengawasan di IKNB masih memerlukan regulasi dan aturan yang harus disempurnakan.
"Kalau bisa, 1 tahun, fokuskan untuk regulasi IKNB, ya, seperti di asuransi, dana pensiun. Kemarin saya tanya, roadmapnya, fokusnya (untuk IKNB) masih 2-3 tahun ke depan. Memang harus dipercepat ini," tuturnya.
Dalam kondisi pandemi Covid-19, menurut Lukman, yang harus dilakukan oleh pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan OJK ialah memastikan ekonomi berada di bawah kendali, contohnya dengan menyampaikan update kondisi ekonomi dan keuangan secara rutin.
Dengan demikian, jika ada rencana untuk membubarkan OJK, pihaknya menilai hal tersebut tidak akan produktif.
"Karena yang diperlukan saat pandemi ini adalah justru kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, BI dan OJK," tuturnya
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dukungan OJK Percepat Transformasi Digital Perbankan
Pandemi Covid-19 merubah gaya hidup banyak orang dalam berbagai hal. Tak terkecuali transaksi perbankan. Saat ini bank konvensional berlomba bertransformasi pada sistem digital.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana mengatakan akselerasi transformasi digital merubah pola perilaku konsumen. Strategi perbankan ini berupaya menghubungkan dunia fisik dengan dunia digital.
Sebagai regulator, OJK memberikan dukungan berupa menyiapkan infrastruktur pengaturan berdasarkan prinsip (principle based) agar tercipta ekosistem yang kondusif bagi transformasi digital layanan perbankan.
"Kalau kita mengatur dengan role base itu akan memberikan ruang terbatas karena aturannya rigid sekali. Tapi kita ingin dukung dengan pengaturan yang lebih principle based," kata Heru dalam Webinar Nasional bertajuk The Future of Digital Banking, Jakarta, Kamis (23/7/2020).
Dalam hal ini OJK akan memperhatikan aspek keamanan dan kemudahan. Heru mengaku semakin mudah teknologi berdampak pada harga yang mahal.
Aturan yang dibuat OJK bertujuan untuk melindungi nasabah. Saat ini OJK telah memiliki aturan POJK Nomor 12 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum.
Advertisement
Protokol Keamanan
Sementara itu bank sebagai pelaksana harus menyiapkan protokol keamanan penyelenggaraan layanan digital. Dalam hal ini OJK juga sudah mengeluarkan aturan POJK Nomor 38 tahun 2016 tentang Manajemen Risiko Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Lalu aturan ini diamandemen dengan POJK Nomor 13 tahun 2020.
Dalam hal ini kepercayaan nasabah menjadi amat penting. Sebab jika dalam pelaksanaan nasabah kecewa akan mengakibatkan resiko yang besar.
"Kepercayaan nasabah ini sangat penting karena kalau hilang ini akan mengakibatkan resiko yang sangat besar. makanya prokol ini punya dan aktif setiap saat," tutur Heru.
OJK juga akan terus melakukan pengawasan terhadap agar perbankan terus memperbaharui keamanan sistem digitalnya. Dalam akselerasi digitalisasi perbankan OJK mendukung penyiapan dasar hukum percepatan digitalisasi terkait dengan aktivitas Open Banking, Opening API, Cloud Computing dan lainnya.
Sementara untuk penguatan infrastruktur, OJK melakukan pengembangan talent, pemberdayaan suptech dan regtech, pengembangan digital signature dalam persetujuan kredit dan penguatan permodalan perbankan.
Merdeka.comÂ