Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi membubarkan 18 tim kerja, lembaga negara atau badan dan komite. Keputusan ini termuat dalam Pasal 19 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Kendati demikian, ekonom menilai pembubaran 18 lembaga negara ini masih belum signifikan menghemat anggaran. Untuk itu, pemerintah perlu untuk membubarkan lembaga bukan kementerian yang memiliki serapan anggaran besar namun minim kontribusi.
“18 lembaga yang sebelumnya dibubarkan tidak signifikan untuk menghemat anggaran. Presiden harus segera membubarkan lembaga atau kementerian yang memakan anggaran besar tapi kurang efektif,” ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara kepada Liputan6.com, Jumat (31/7/2020)
Advertisement
Bhima menyebutkan setidaknya dua lembaga negara dan kementerian yang bisa dibubarkan. “Misalnya BPIP dan Kemenko Maritim dan Investasi. Atau lembaga yang menggunakan dasar hukum UU, presiden bisa segera terbitkan Perpu. Karena situasi urgen penambahan dana untuk memperbesar stimulus,” kata dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Ini Alasan Jokowi Bubarkan 18 Lembaga
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membubarkan 18 tim kerja, badan, komite, dan lembaga negara. Keputusan itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menyatakan, pembubaran 18 lembaga negara tersebut tidak dilakukan atas dasar refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19.
"Tidak, kita pendekatannya tidak pendekatan anggaran. Kecil sekali (pertimbangannya jika pakai pendekatan anggaran)," ujar Tjahjo dalam sebuah tayangan video di YouTube, seperti dikutip pada Selasa 21 Juli 2020).
Menurut dia, Jokowi mengusung misi penyederhanaan birokrasi dalam pembubaran 18 lembaga negara tersebut. Sebab, lembaga-lembaga tersebut tidak menunjukan progress report yang baik setelah diberi kesempatan kerja 4-5 tahun.
"Daripada ini nanti menjadi sebuah birokrasi yang dalam tanda petik timbul tumpang tindih, maka sejak awal beliau (Jokowi) ingin manajemen pemerintahan itu harus smart, harus simpel, sehingga melayani masyarakat memberikan perizinan itu bisa cepat," tegas Tjahjo.
Sebelumnya, Tjahjo memaparkan, negara memiliki 96 lembaga, badan dan komisi. Namun, tidak semuanya dibentuk melalui undang-undang. Ada yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah (PP) ataupun peraturan presiden (perpres).
"Kalau badan/lembaga yang melalui undang-undang (proses pembentukannya) kan lama. Mengajukan revisi dulu, sampai nanti membahas dengan DPR. Ini saya fokus dulu, ada 18 (lembaga negara) yang keputusannya melalui PP, perpres, atau keppres (keputusan presiden)," tandas Tjahjo.
Advertisement