Liputan6.com, Jakarta Pada tahun 2020 ini, PT Freeport Indonesia (PTFI) mengeluarkan investasi USD 1,3 miliar untuk operasional pertambangan bawah tanah.
Ini diungkapkan Presiden Direktur Freeport Indonesia (PTFI), Tony Wenas. “Hal itu karena memang cadangan open pit kita sudah habis, jadi memang beralih kepada pertambangan bawah tanah,” kata Tony seperti mengutip Antara di Jakarta, Senin (17/8/2020).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kondisi produksi PTFI saat ini hanya 60 persen dari kapasitas produksi pada 2022 nanti. Selain itu, untuk capaian penjualan bijih konsentrat sebesar 800 juta pound tembaga dan 8.000 ounce emas.
Advertisement
Hal itu dalam upaya meningkatkan kapasitas produksi Freeport pada tahun 2021, sehingga beralih pada cadangan pertambangan bawah tanah.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif mengungkapkan produksi emas Indonesia tahun ini mengalami penyusutan di mana hingga Mei 2020 baru 9,98 ton, jauh di bawah pencapaian 2019 sebesar 109,02 ton.
Penurunan produksi emas itu sebagai imbas dari terpengaruhnya kegiatan produksi PT Freeport Indonesia di Papua, terkait masa transisi dari penambangan terbuka (open pit) ke tambang bawah tanah.
"Dengan total produksi mencapai 80 ton per tahun, selama ini Freeport menjadi penyumbang terbesar produksi emas Indonesia," jelas Irwandy Arif.
Irwandy memperkirakan masa transisi kegiatan penambangan Freeport bisa mencapai dua tahun. Namun jika perusahaan itu bisa mempercepat proses transisinya maka produksi emas RI juga akan kembali normal yaitu berkisar pada angka 120 ton per tahun.
Irwandy juga menegaskan bahwa jumlah perusahaan tambang emas saat ini mencapai 28 perusahaan di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu, kalau pun Freeport belum bisa kembali normal pada akhir tahun ini, ia memprediksi produksi emas nasional pada 2020 tidak terlalu jauh dari angka 100 ton.
Kabar Pembangunan Smelter Freeport di Gresik
Pembangunan smelter atau pemurnian tambang mineral PT Freeport Indonesia (PTFI) di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, ditargetkan akan beroperasi pada 2023.
Namun, baru-baru ini PTFI meminta tenggat waktu tambahan untuk menyelesaikan pembangunan smelter kedua di kawasan yang sama. Hal ini karena pandemi covid-19 yang membuat pelaksanaan proyek ini tersendat. Namun masih belum dipastikan, apakah permintaan ini dikabulkan atau tidak.
Berdasarkan data Kementerian ESDM per Januari 2020, yang dikutip Liputan6.com, Kamis (30/7/2020), proyek smelter tembaga PTFI sudah berjalan hingga 4,88 persen atau lebih tinggi dibandingkan target yang ditetapkan perusahaan ini sebesar 4,08 persen.
Selain covid-19, beberapa masalah lainnya yang juga menghambat penyelesaian smelter Freeport diantaranya; perizinan, pendayaan, pasokan energi, insentif keuangan. Serta hal lainnya meliputi Moratorium IUP, kepastian hukum, dan keamanan operasi.
Untuk mengatasinya, Kementerian ESDM telah melakukan fasilitasi terhadap pembangunan smelter dengan menyusun program Quick Win.
Adapun solusi yang ditawarkan yakni agar proyek ini dikategorikan sebagai Proyek Strategis Nasional. Ini untuk mempermudah proses perizinannya.
Sebagai informasi, dampak ekonomi dari pembangunan smelter ini dapat menyerap 5,2 ribu hingga 36 ribu tenaga kerja.
Sementara loss potensial negara diperkirakan mencapai USD 2,3 miliar. Serta potensi pendapatan negara dari industri hilir mencapai USD 2,5 miliar hingga USD 20,7 miliar.
Advertisement