Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) telah meluncurkan Generic Model Skema Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR) yang menyediakan kredit/pembiayaan dengan proses yang lebih cepat, mudah, dan berbiaya rendah.
Kebijakan anyar ini juga bertujuan untuk melindungi pengusaha mikro dan kecil (UMK) dari bahaya praktik rentenir atau kerap disebut lintah darat yang kian marak.
Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kristianti Puji Rahayu mengatakan, Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir adalah kredit yang diberikan oleh lembaga jasa keuangan formal kepada pelaku UMK dengan proses cepat, mudah, dan berbiaya rendah. Sehingga dapat mengurangi Ketergantungan/ pengaruh entitas kredit informal/ilegal yang kerap merugikan pelaku UMK domestik dengan bunga pinjaman yang tinggi.
Advertisement
"Generic Model Skema K/PMR ini sekali lagi menjadi solusi bagi pelaku UMK yang membutuhkan kredit/pembiayaan yang lebih baik. Ini juga untuk mencegah praktik rentenir atau lintah darat yang kerap merugikan mereka," jelasnya dalam webinar bertajuk Menyambut Hari Indonesia Menabung Nasional 2020 di Jakarta, Rabu (19/8).
Menurutnya setidaknya ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai OJK melalui peluncuran Generic Model Skema K/PMR ini. Pertama, mengurangi kecenderungan masyarakat khususnya UMK untuk meminjam dari entitas ilegal.
Lalu, mendorong peran dan fungsi TPKAD dalam pengembangan sektor UMK di daerah melalui pemberian kredit/pembiayaan dengan proses cepat, mudah, dan berbiaya rendah. Ketiga, meningkatkan pemahaman dan pengetahuan UMK terkait produk layanan keuangan khususnya produk kredit/pembiayaan.
Namun, saat ini baru ada 27.890 debitur yang telah memanfaatkan layanan kredit/pembiayaan yang ramah bagi pelaku UMK ini. Tercatat anggaran yang telah disalurkan OJK mencapai Rp 140,9 miliar.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong TPAKD di seluruh wilayah Indonesia agar mengimplementasikan skema K/PMR. Demi membantu kemudahan pelaku UMK dalam mengakses kebutuhan modal kerja dan menghindarkannya dari jerat lintah darat.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
2 Tantangan OJK Tingkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan di Indonesia
Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kristianti Puji Rahayu membeberkan tantangan OJK dalam meningkatkan persentase literasi dan inklusi keuangan.
Sebelumnya pada Januari 2020, Presiden Joko Widodo menargetkan persentase literasi dan inklusi keuangan mencapai 90 persen. Dirinya menyatakan, ada 2 tantangan yang harus dihadapi, yaitu tantangan demografi dan tantangan geografis.
"Banyak tantangan, yang utama adalah demografi mulai dari bahasa, agama, budaya suku, agama, hingga tingkat ekonomi dan pendidikan masing-masing wilayah di Indonesia," ujar Kristianti dalam paparan virtual, Rabu (19/8/2020).
Selain itu, tantangan yang kedua, geografis, juga perlu diperhatikan betul strateginya. Hal ini dikarenakan Indonesia berbentuk kepulauan, ada wilayah yang tidak dapat langsung terjangkau sehingga menghambat proses edukasi.
Lalu, akses internet juga belum merata di seluruh wilayah Indonesia sehingga edukasi tanpa tatap muka menjadi cukup sulit digencarkan. Belum lagi, gap indeks literasi keuangan di wilayah pedesaan dan perkotaan, dimana di wilayah perkotaan indeksnya lebih tinggi (2016-2019).
"Dari total 34 provinsi di Indonesia, 21 provinsi indeks literasinya masih di bawah indeks literasi nasional," ujar Kristianti melalui paparan materinya.
Advertisement
Edukasi
Adapun dalam hasil survei OJK mengenai literasi dan inklusi keuangan tahun 2019 menyebutkan, tingkat literasi dan inklusi keuangan Indonesia menyentuh angka 38,08 persen atau naik 8,33 persen dari tahun 2016 yang sebesar 29,7 persen.
Meski naik, tentu mencapai angka 90 persen dalam 4 tahun hingga 2024 bukan pekerjaan yang mudah. Oleh karenanya, OJK telah menyiapkan segudang strategi untuk meningkatkan literasi, edukasi dan inklusi keuangan.
Data OJK per 14 Juli 2020 menunjukkan, terdapat 4.727 kegiatan edukasi dari 2.602 PUJK (Pusat Usaha Jasa Keuangan) yang sudah disiapkan PUJK untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat.
"Edukasi ini paling banyak diserap pelajar atau mahasiswa, kemudian masyarakat umum, lalu UMKM. Inilah sasaran-sasaran edukasi kami dan ini akan selalu berubah tergantung hasil analisis data yang masuk," kata Kristianti.