Hari Tani Nasional, Momentum Kebangkitan Pertanian Berkelanjutan di Lahan Gambut

Bagi para petani, UUPA memberikan makna penting karena memberikan perlindungan pada pengakuan hak atas tanah dan dasar penyelenggaraan reforma agraria di Indonesia.

oleh Reza diperbarui 24 Sep 2020, 18:41 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2020, 18:41 WIB
Hari Tani Nasional
UUPA memberikan makna penting karena memberikan perlindungan pada pengakuan hak atas tanah dan dasar penyelenggaraan reforma agraria di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Hari Tani Nasional (HTN) ditetapkan melalui Keppres Nomor 169 tahun 1963. Hari Tani ini sekaligus juga sebagai hari kelahiran UU Pokok Agraria (UUPA), yaitu UU No. 5 Tahun 1960. Bagi para petani, UUPA memberikan makna penting karena memberikan perlindungan pada pengakuan hak atas tanah dan dasar penyelenggaraan reforma agraria di Indonesia. 

Namun demikian, ada perihal lain yang luput dari ingatan setiap peringatan Hari Tani Nasional. Pasal 15 UUPA menyebutkan kewajiban memelihara tanah, menjaga kesuburan serta mencegah kerusakan tanah. Dalam kaitan inilah budidaya pertanian alami terutama bagi mereka yang berada di daerah gambut penting dijalankan. Budidaya pertanian alami terbukti memberikan dampak positif untuk para petani sebab telah mendorong terwujudnya produksi pertanian yang stabil namun tetap menjaga kesuburan dan mencegah kerusakan lahan gambut. 

Badan Restorasi Gambut (BRG) menjadi salah satu lembaga pemerintah yang mendorong terwujudnya budidaya pertanian alami tersebut. Melalui kegiatan Sekolah Lapang Petani Gambut (SLPG), BRG memfasilitasi para petani untuk mendapatkan manfaat dari lahan gambut sekaligus menyehatkan ekosistem gambut yang selama ini kondisinya rusak parah. 

Deputi Bidang Edukasi Sosialisasi Partisipasi dan Kemitraan BRG, Dr. Myrna A Safitri menerangkan, “Kegiatan SLPG sejalan dengan amanah UUPA. Dalam Pasal 15 UUPA tertulis jelas pemegang hak atas tanah diwajibkan memelihara tanah, menjaga kesuburan dan mencegah kerusakan tanah. Pertanian tanpa bakar dan tanpa bahan kimiawi di lahan gambut selaras dengan apa yang diamanahkan UUPA yakni menjaga kesuburan dan mencegah kerusakan tanah”. 

Untuk mewujudkan pertanian alami tersebut, BRG melatih para petani di desa-desa yang berada di lokasi target restorasi gambut. Saat ini ada sekitar 1000 kader petani yang mengelola sekitar 200-an demplot pertanian tanpa bakar. 

BRG berharap pada kesempatan Hari Tani Nasional ini, para petani di lahan gambut semakin bersemangan menjalankan pertanian berkelanjutan. “Tidak hanya itu, para petani juga diharapkan dapat melakukan inovasi pada kearifan lokal dan pengetahuan tradisional yang ada,” tambah Myrna. 

Dukungan semua pigak diperlukan pada para petani di lahan gambut yang saat ini mengalami perjuangan sangat berat untuk bisa melanjutkan kegiatan pertaniannya pada ekosistem gambut yang sudah rusak. Kehadiran petani sangat dibutuhkan. Tidak berlebihan jika para petani disebut sebagai pejuang pangan sejati untuk masyarakat dunia. Berkat para petani kita menikmati pangan yang begitu melimpah dan sehat. Untuk mewujudkan produksi pertanian yang sehat itu maka perlu pengelolaan pertanian yang ramah lingkungan. 

Tantangan mewujudkan Pertanian Alami di Lahan Gambut

Keinginan para petani memanen hasil pertanian dalam waktu yang singkat menjadi tantangan mewujudkan budidaya pertanian alami. Sebab pertanian dengan cara alami membutuhkan waktu yang lumayan panjang dan pemeliharaan yang maksimal. Namun, banyak petani sudah membuktikan bahwa hasil pertanian yang diolah secara alami hasil produksinya berkualitas dan sehat. Hal ini disampaikan oleh Ismail, dari kelompok tani “Memanah” di Kabupaten Bengkalis, Riau.

Melihat perkembangan ini, pembinaan secara berkesinambungan oleh pemerintah derah kepada petani di desa-desa gambut  dalam rangka mewujudkan pertanian alami juga sangat diperlukan.

 

(*)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya