Rupiah Menguat ke 14.145 per Dolar AS Sambut Kemenangan Joe Biden

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.145 per dolar AS hingga 14.175 per dolar AS.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Nov 2020, 10:20 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2020, 10:20 WIB
Kurs Rupiah terhadap Dolar
Karyawan bank menunjukkan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Senin (2/11/2020). Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (2/11) sore ditutup melemah 0,1 persen ke level Rp14.640 per dolar AS, dari perdagangan sebelumnya yaitu Rp14.690 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini. Salah satu sentimen pendorong kenaikan rupiah adalah kemenangan Joe Biden.  

Mengutip Bloomberg, Senin (9/11/2020), rupiah dibuka di angka 14.172 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.210 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus menguat ke level 14.145 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.145 per dolar AS hingga 14.175 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 2,01 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.321 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.439 per dolar AS.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, penguatan nilai tukar rupiah pagi ini ditopang oleh sejumlah sentimen. Salah satunya kemenangan Joe Biden di pemilihan umum Amerika Serikat (AS) 2020.

"Joe Biden menang Pemilu AS atas inkumben Donald Trump membuat harapan masyarakat menjadi kenyataan. Karena ada semangat baru untuk melahirkan sejumlah kebijakan yang lebih baik bagi perekonomian dunia," ujar dia saat dihubungi Merdeka.com, Senin (9/10).

Ibrahim mengatakan, dibawah kepemimpinan presiden asal partai Demokrat itu diyakini akan membekukan perang dagang antara AS dengan Cina dan Uni Eropa menjadi harapan tersendiri bagi pelaku pasar. Sebab, perang dagang dinilai telah menghambat pertumbuhan ekonomi global.

Selain itu, adanya kebijakan peningkatan realisasi Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi langsung dari AS ke sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia juga akan memberikan sentimen positif di pasar keuangan. Menyusul adanya tambahan dana segar yang bakal masuk ke dalam negeri.

"Peluang ini yang direspons positif oleh pasar, sehingga akan banyak dana asing ke Indonesia. Masuknya dana asing ke Indonesia akan menguatkan rupiah," paparnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Internal

Ilustrasi dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara dari sisi internal, penguatan nilai tukar mata uang garuda lebih di pengaruhi oleh kian membaiknya pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal III. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi kuartal III tumbuh negatif sebesar - 3,49 persen. Capaian tersebut lebih baik jika dibandingkan posisi pada kuartal II-2020 yang tercatat minus 5,32 persen.

"Artinya walaupun masih tumbuh negatif di kuartal III ini, tapi masih ada perbaikan. Ini membuat pelaku pasar juga lebih optimis kedepannya," tegasnya.

Kondisi itu juga akan diperkuat oleh kuatnya fundamental ekonomi Indonesia. Meskipun Badan Pusat Statistik telah mengumumkan terjadinya kontraksi ekonomi 3,49 persen pada kuartal III yang menandakan Indonesia masuk ke resesi, pelaku pasar dan pemerintah dinilai sudah mengantisipasinya. Sehingga, pengumuman tersebut tak lagi berdampak signifikan.

Terakhir, penguatan nilai tukar Rupiah turut dipengaruhi oleh rilis BPS yang mencatat terjadinya inflasi di Indonesia pada Oktober 2020. Sontak ini memutus rantai deflasi selama tiga bulan beruntun.

Tercatat, inflasi pada Oktober sebesar 0,07 persen secara bulanan (month-to-month/MtM). Sementara inflasi tahun kalender (year-to-date/YtD) berada di 0,95 persen dan inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 1,44 persen.

"Dengan kabar inflasi di bulan Oktober tentunya menjadi kabar bagus, artinya roda perekonomian sudah mulai berjalan kembali," tutupnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya