Mendag: Perjanjian Ekonomi RECP Tidak Bikin Indonesia Kebanjiran Produk Impor

Indonesia akan tetap selektif dalam melakukan impor. Utamanya untuk bahan baku.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Nov 2020, 21:21 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2020, 21:21 WIB
Mendag Agus Suparmanto Sambangi EMTEK Group
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Supramanto memastikan keikusertaan Indonesia dalam perjanjian dagang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) tidak akan membuat negara ini kebanjiran impor.

Bahkan, dia menegaskan jika sebagian besar perundingan kerjasama ini akan menguntungkan Indonesia. "Jadi sekali lagi saya ingin tekankan dengan adanya RCEP ini tidak ada kebanjiran impor," kata dia dalam konferensi pers, Minggu (15/11/2020).

Dia menegaskan, Indonesia akan tetap selektif dalam melakukan impor. Utamanya untuk bahan baku.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo tak menampik, Indonesia sendiri masih memerlukan impor bahan baku yang tidak bisa dihasilkan di dalam negeri. Terlebih, hal itu juga dirasakan oleh semua-semua negara.

"Tetapi yang penting ekspornya didorong kuat-kuat karena kalau kita bicara mengenai ancaman impor, semua negara RCEP juga mengalami ancaman impor sebetulnya," jelasnya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan membeberkan sederet keuntungan Indonesia dalam rangka Perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Salah satunya, meningkatkan sektor perdagangan hingga investasi di Indonesia.

Berdasarkan hasil kajian dalam lima tahun ke depan RCEP berpotensi meningkatkan total ekspor Indonesia ke negara-negara peserta mencapai 8-11 persen. Sementara investasi ke Indonesia diperkirakan mencapai 18-22 persen.

"RCEP merupakan gagasan secara berani yang dicetuskan Indonesia untuk mempertahankan sentralitas Asean memasuki global value chain secara lebih dalam," tutur dia.

Perjanjian RCE menjadi proses panjang perundingan di lakukan di dalam paripurna sebanyak 31 putaran. Selain itu, perjanjian kerjasama itu juga dilakukan di dalam perundingan intersesi tingkat group maupun tingkat menteri.

"Kerja keras kita selama delapan tahu menghasilkan setebal 14.367 halaman, terbagi dari dalam 20 bab dan 54 scadule komitmen yang mengikat 15 negara pesertanya tanpa memerlukan salter," katanya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Ini

15 Negara Butuh 8 Tahun buat Sepakati Perundingan Dagang RCEP Setebal 14.367 Halaman

Bendera ASEAN
Ilustrasi ASEAN. (Gunawan Kartapranata/Creative Commons)

Indonesia bersama dengan 14 negara ASEAN berhasil menyepakati perjanjian dagang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Kesepakatan itu berhasil ditempuh setelah perjalanan panjang selama 8 tahun.

Menteri Perdagangan (Mendag), Agus Suparmanto mengungkapkan bahwa RCEP sudah dirancang sejak 2011 lalu. Di mana pada saat itu dimulai pada tanggal 12 November 2012 di Phnom Penh, Kamboja.

Itu ketika 16 kepala negara dan pemerintahan menyepakati guiding principle and objective for negotiating RCEP dengan target penyelesaian penyelesaian 2015.

"Gagasan RCEP dicetuskan oleh menteri perdagangan indonesia pada tahun 2011, yang kemudian dilanjutkan oleh para penerusnya hingga berhasil dalam bentuk sebuah perjanjian yang mengikat pada hari ini," kata dia dalam konferensi pers yang tayang virtual, Minggu (15/11/2020).

Putaran pertama perundingan digelar pada bulan Mei 2013 di Brunei Darussalam di bawah pimpinan Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo. Di mana Imam saat itu menjabat sebagai Ketua Komite Perundingan.

"Tugas ini ditangani tanpa jeda oleh Pak Iman selaku Dirjen PPI hingga perundingan secara resmi dinyatakan selesai pagi tadi. Kita memulai perundingan ini dengan total peserta 16 negara. Namun, seperti diketahui pada KTT RCEP ke 3 bulan November tahun lalu di Bangkok, India menyatakan menarik diri dari perundingan RCEP," paparnya.

Perjanjian RCEP, dikatakan dihasilkan dari sebuah proses perundingan yang panjang, perundingan paripurna sebanyak 31 putaran dan juga sejumlah perundingan intersesi.

"Hasilnya adalah sebuah perjanjian setebal 14.367 halaman, yang terbagi ke dalam 20 bab, 17 aneks, dan 54 schedule komitmen yang mengikat 15 negara pesertanya, tanpa memerlukan satu pun side letter," tambahnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya