Pengacara Ungkap Alasan Tom Lembong Pilih Kebijakan Impor Gula saat Jadi Mendag

Pengacara dari Tom Lembong, Zaid Mushafi bersuara soal kebijakan impor raw sugar alias gula kristal mentah yang diterbitkan kliennya kala menjabat sebagai Menteri Perdagangan (2015-2016).

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro Diperbarui 11 Mar 2025, 07:30 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2025, 07:30 WIB
Thomas Lembong Jalani Sidang Pembacaan Dakwaan
Tom Lembong juga pernah mengajukan permohonan praperadilan terhadap penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Pengacara dari Tom Lembong, Zaid Mushafi bersuara soal kebijakan impor raw sugar alias gula kristal mentah yang diterbitkan kliennya kala menjabat sebagai Menteri Perdagangan (2015-2016).

Menurut dia, hal itu tak seharusnya jadi masalah, justru kebijakan diperlukan atas nama kebutuhan rakyat.

“Sejak 1995 Indonesia tidak pernah mengalami surplus gula, justru pemerintah diharuskan mengambil langkah di luar serapan dalam negeri agar bisa memenuhi gula konsumsi di pasar. Salah satunya lewat skema impor dari negara mitra,” kata Zaid dalam keterangan diterima, Selasa (11/3/2025).

Dia mencatat, pada periode 2015-2016 pasokan gula konsumsi secara nasional dalam kondisi jomplang dan berbalik dengan angka permintaan yang meningkat.

“Hal ini diperburuk oleh ketidakmampuan Indonesia memproduksi gula kristal putih (GKP) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” tutur Zaid. 

Zaid menegaskan, dirinya memiliki data-data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang bisa diakses publik. Dia pun mempersilakan siapa saja untuk memeriksanya langsung.

“Kita pernah membuktikan itu di sidang praperadilan karena hasil atau kemampuan Indonesia dalam memproduksi gula kristal putih itu tidak sebanding dengan kebutuhannya,” ungkapnya.

Zaid menegaskan, tindakan kliennya sebatas menunaikan tugas dan tanggungjawabnya sebagai Menteri Perdagangan dengan menerbitkan izin impor raw sugar.

“Jadi kebijakan tersebut semata-mata memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjaga stok. Termasuk strategi mengendalikan harga gula di pasar agar tidak semakin melonjak naik,” jelas dia.

Promosi 1

Menekan Harga

aid menambahkan, alasan lain kliennya mengizinkan impor raw sugar adalah agar harga tak menggila apalagi kala itu harga gula di beberapa wilayah sudah melonjak.

“Kementerian Perdagangan waktu itu berupaya melakukan stabilisasi harga gula konsumsi dengan mengimpor raw sugar. Hitunganya, impor gula kristal mentah jauh lebih murah harganya ketika sudah disuplai di pasaran,” tegas Zaid.

Zaid meyakini, jika sang klien mengimpor bahan jadi, maka harga jual ke masyarakat bisa jauh lebih tinggi. Maka kebijakan diambil adalah mengimpor bahan mentah untuk diolah menjadi gila kristal putih (GKP). 

“Jadi ada banyak keuntungan dengan melakukan mekanisme itu. Satu devisa negara bertambah karena kita mengimpor bahan mentah dan pengolahannya menjadi bahan jadi. kedua, membuka lapangan pekerjaan baru karena ada proses merubah mentah menjadi matang. Ketiga harga jual ke masyarakat itu jauh lebih stabil ketimbang kita mengimpor bahan jadi, itu poin kondisi hari itu,” dia menandasi.

Kata Kejagung soal Selisih Kerugian Negara

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengulas selisih angka kerugian negara Rp578 miliar dengan total hasil memperkaya pihak lain sebesar Rp515 miliar di kasus korupsi impor gula Kementerian Perdagangan (Kemendag), dengan terdakwa mantan Mendag Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Hal itu terungkap dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan.

“Jadi begini, ini kan sedang berproses. Perlu saya sampaikan, kalau kita hitung dari sisi kerugian keuangan negara ada Rp578 miliar lebih. Dan yang sudah kita terima, kita sita dalam bentuk pengembalian itu ada Rp565 miliar lebih. Jadi sebenarnya selisihnya hanya sekitar Rp12 sekian miliar,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (7/3/2025).

Saat persidangan lanjutan nanti, kata Harli, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menerangkan soal selisih angka tersebut kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

“Mari kita ikuti prosesnya dulu di pengadilan, bahwa JPU tentu akan membawa bukti-bukti itu semua untuk diversifikasi, untuk dikontes di pengadilan sesuai dengan fakta dalam berkas perkara yang akan dibawa ke pengadilan, dan diharapkan menjadi fakta persidangan,” jelas dia.

“Dari berbagi keterangan saksi, surat, dan sebagainya. Oleh karenanya kami sangat berharap kita ikuti saja dulu proses di pengadilan. Nanti hitung-hitungannya seperti apa tentu akan berproses di sana,” sambung Harli.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya