Liputan6.com, Jakarta - Ketua Gerakan Pakai Masker, Sigit Pramono, memperkirakan vaksinasi Covid-19 baru akan selesai pada akhir semester I-2021 bila dimulai pada awal tahun depan. Efektivitas vaksinasi ini pun membutuhkan waktu 1-2 tahun untuk melihat dampaknya.
"Dari ahli epidemiologi seseorang dapat memiliki daya tahan terhadap suatu virus itu dibutuhkan waktu satu sampai dua tahun ke depan," kata Sigit dalam Executive Lecture #115 bertajuk Membangun Manusia Indonesia yang Sehat, Humanis, Profesional dan Berintegritas, Jakarta, Kamis (26/11).
Untuk itu, dia menilai kehadiran vaksin Covid-19 tidak bisa diandalkan seketika setelah ada. Masyarakat harus bisa hidup berdampingan dengan virus Corona dalam waktu 1-2 tahun ke depan.
Advertisement
"Kita tidak mungkin mengandalkan vaksin yang sekarang," kata dia.
Maka, penerapan protokol kesehatan menjadi kunci untuk mencegah penyebaran virus. Utamanya penggunaan masker yang dianggap Sigit sebagai vaksin yang paling efektif.
"Vaksin sekarang yang manjur itu masker," kata dia.
Penggunaan masker harus didorong lantaran dianggap yang paling menentukan di tengah hidup yang berdampingan dengan virus Corona. Meski begitu, kehadiran vaksin menjadi pendobrak perputaran ekonomi.
Sigit menilai kelompok menengah atas harus dilakukan untuk melakukan aktivitas konsumsi agar ekonomi bergerak. Sebab, perlambatan ekonomi ini salah satunya diakibatkan mereka yang memiliki dana, tetapi disimpan.
Di sisi lain, kelompok menengah atas ini enggan melakukan aktivitas konsumsi karena khawatir terpapar. Padahal, selama ini tingkat konsumsi kelompok menengah atas ini sangat tinggi. Sehingga upaya yang perlu dilakukan saat ini mendorong kelompok ini untuk melakukan aktivitas konsumsi.
"Kuncinya mendorong perekonomian ini, kelompok menengah atas melakukan spending karena pengeluaran mereka besar. Dari mereka jalan-jalan, wisata, menginap di hotel dan lain-lain ini turun pesat," tuturnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ignasius Jonan Gambarkan Kondisi Indonesia Tak Serta Merta Pulih Meski Ada Vaksin
Mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan menilai kehadiran vaksin tidak lantas menyelesaikan berbagai masalah yang melanda Indonesia, imbas dari pandemi Covid-19.
Memang saat ini, kehadiran vaksin virus Corona atau Covid-19 tengah dinantikan lantaran dianggap bisa mengakhiri pandemi.
"Vaksin ini efektif atau enggak? Saya bukan ahlinya memang, tapi yang ini saya sampaikan kita di masa pandemi ini pelan-pelan membawa pada krisis yang panjang," kata Jonan dalam Executive Lecture #115 bertajuk Membangun Manusia Indonesia yang Sehat, Humanis, Profesional dan Berintegritas, Jakarta, Kamis (26/11) .
Jonan pun menyoroti proses vaksinasi kepada masyarakat Indonesia. Menurut dia, vaksinasi ini bakal memakan waktu yang tidak sebentar.
Jonan mengasumsikan, bila pemerintah menargetkan 2/3 penduduk Indonesia divaksin, maka harus ada 180 juta penduduk yang divaksin.
Bila proses vaksin diutamakan di 10 provinsi terbesar dengan target satu hari 1 juta orang dapat vaksin, maka membutuhkan waktu 180 hari melakukan vaksinasi.
"Kalau 1 hari 1 juta vaksinasi di 10 provinsi, maka butuh waktu 180 hari. Padahal, swab test yang dilakukan saat ini pun dalam satu hari tidak sampai 500 ribu," ungkap Jonan.
Usai vaksinasi dilakukan, kondisi perekonomian nasional juga tidak serta-merta mengalami pemulihan. Pasca pandemi pun tatanan kehidupan manusia juga berubah.
Advertisement
Kondisi Tak Lagi Sama
Mantan Menteri Perhubungan ini menilai dunia pun tak lagi sama setelah pandemi. Banyak kegiatan bisnis yang berubah. Semisal pola konsumsi masyarakat. Maka segala bentuk kebijakan dan bisnis harus dipertimbangkan lagi.
"Dunia tidak akan sama lagi, properti, bisnis tidak akan sama. Ini harus dipertimbangkan," kata dia.
Dia sepakat dengan para pakar yang menyebutkan dalam beberapa waktu terakhir pandemi semakin cepat terjadi. Semisal SARS, flu burung, sampai virus corona.
Kondisi ini dipicu ketidakseimbangan ekosistem atau alam, sehingga semua pihak perlu duduk bersama membahas masalah lingkungan. Baik itu terkait perubahan iklim atau kondisi bumi yang perlu diantisipasi.
"Apakah kita bisa membantu ketidakseimbangan alam, carbon to change atau climate change," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.comÂ
Infografis Protokol Kesehatan
Advertisement