Kasus Fraud dan Penyelewengan Aset Meningkat di Tengah Pandemi Covid-19

Di masa pandemi Covid-19, pimpinan berbagai korporasi dan institusi menilai kejadian fraud dan penyelewengan aset semakin meningkat.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Des 2020, 23:01 WIB
Diterbitkan 02 Des 2020, 16:49 WIB
Ilustrasi cara mencegah fraud
Ilustrasi cara mencegah fraud. Dok: independent.co.uk

Liputan6.com, Jakarta - Di masa pandemi Covid-19, pimpinan berbagai korporasi dan institusi menilai kejadian fraud dan penyelewengan aset semakin meningkat, di tengah upaya mereka mempertahankan keberlangsungan usaha dan operasional perusahaan.

Ancaman risiko baru terjadinya fraud juga kian lebar terjadi melalui serangan siber seiring dengan intensifnya menggunakan teknologi informasi saat Work From Home.

Demikian hasil survei yang dilakukan oleh RSM Indonesia dengan melibatkan responden yang bekerja menangani manajemen risiko perusahaan dari 18 sektor industri dengan sektor terbesar berasal dari pemerintah (21 persen), disusul perbankan (15 persen) dan komersial dan jasa profesional (9 persen).

Responden yang terlibat mayoritas bekerja di perusahaan dengan pendapatan tahunan di atas Rp 5 triliun (67 persen) dan di bawah Rp 500 miliar (13 persen) serta mempekerjakan pegawai antara 100-999 orang (39 persen) dan 1.000-5.000 orang (23 persen).

Survei dilakukan pada tahun 2020, ketika diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia. Survei yang dilakukan RSM Indonesia ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami kecenderungan praktik fraud/penipuan pada saat resesi ekonomi atau pandemi Covid-19 sedang melanda di Indonesia.

Masyarakat dan perusahaan juga diminta untuk lebih waspada terhadap ancaman dengan menggunakan teknologi saat ini yang semakin meningkat.

“Berdasarkan hasil survei terhadap ancaman organisasi selama pandemi Covid-19, 80 persen instead of responden menyatakan bahwa penipuan (fraud) selama pandemi meningkat secara drastis, 35 persen menegaskan bahwa penyelewengan aset telah terjadi di organisasi mereka selama pandemi, dan 56 persen menyatakan pendapatan organisasi mereka paling terpengaruh oleh pandemi ini,” jelas Head of Consulting RSM Indonesia Angela Simatupang di Jakarta, Rabu (2/12/2020).

Praktik fraud ini diakui oleh 36 persen responden mengakibatkan kerugian finansial dan 35 persen responden lainnya menyoroti risiko reputasi dan 25 persen  responden percaya fraud membuat operasional perusahaan terganggu. Lebih lanjut Angela memaparkan, sebanyak 46 persen responden menyatakan bahwa manajemen level menengah institusi mereka rentan dengan praktik fraud.

Dia pun menjelaskan bahwa 32 persen perusahaan masih menggunakan mekanisme pelaporan formal menggunakan email dan menariknya, meski mereka menyadari ancaman fraud sering terjadi, sebanyak 20 persen responden lainnya mengaku mereka tidak memiliki mekanisme pelaporan formal untuk melaporkan pelanggaran yang terjadi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Penyelewengan Aset

IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di ruang penyimpanan uang "cash center" BNI, Jakarta, Kamis (6/7). Tren negatif mata uang Garuda berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai bangkit ke zona hijau (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, berbagai bentuk penyelewengan aset terjadi mulai dari pencurian uang tunai, penyelewengan kwitansi kas, kecurangan saat pencairan, penyalahgunaan inventori aset perusahaan.

Deteksi Fraud Angela memaparkan, sebanyak 53 persen menilai internal audit menjadi mekanisme yang terbukti efektif dalam mendeteksi terjadinya fraud dan 29 persen lainnya menyatakan melalui saluran whistleblowing.

Sebanyak 41 persen responden yakin keamanan informasi data organisasi mereka terjaga seiring meningkatnya aktivitas virtual saat bekerja, sedangkan 32 persen instead of responden tidak terlalu yakin dengan kondisi tingkat keamanan IT perusahaan Area yang memiliki risiko terjadinya fraud terbesar adalah di sektor pengadaan (dinyatakan oleh 49 persen responden) mulai dari perencanaan, seleksi mitra, pembayaran hingga audit, dimana korupsi dan potensi terjadinya pembengkakan biaya (mark up) sangat tinggi dan 25 persen responden lainnya menyatakan pada divisi keuangan dan akuntansi.

Menurut Angela, praktik fraud dapat dikontrol secara efektif melalui empat cara, yakni pertama kontrol lingkungan berupa menguji seberapa kuat nilai-nilai integritas dan etika menjadi fundamental perusahaan.

Kedua, melakukan penilaian risiko fraud, termasuk skema-skema fraud teraktual yang dihadapi perusahaan. Ketiga, merancang dan mengimplementasikan aktivitas anti-kontrol fraud, mulai dari kebijakan dan prosedur.

Keempat, membagikan informasi dan komunikasi. Kelima, melakukan pengawasan aktivitas termasuk siapa yang bertanggungjawab menindaklanjuti setiap laporan yang disampaikan seseorang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya