Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya bersama dengan beberapa instansi telah melakukan koordinasi persiapan mudik Natal dan tahun baru 2021 (Nataru), terutama kaitannya dengan pembatasan operasional angkutan barang.
Melihat hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan yang menunjukkan adanya potensi pengurangan perjalanan, pemerintah memutuskan untuk tetap membatasi operasional angkutan logistik.
Baca Juga
"Akhirnya kami putuskan, pembatasan tetap dilakukan namun tidak menggunakan Permen (Peraturan Menteri), namun dengan SE (Surat Edaran)," jelas Budi dalam konferensi pers virtual, Jumat (4/12/2020).
Advertisement
Budi bilang, SE memang memiliki legalitas hukum yang lebih rendah dari Permen, sehingga pelaksanaannya bisa lebih fleksibel. Namun, pihaknya tetap menyerahkan komando kepada Korlantas Polri.
"Sebenarnya dari pelaku usaha menghendaki tidak usah dilakukan pembatasan, namun melihat adanya potensi perjalanan, akhirnya kita sepakat untuk (keluarkan) SE," tandas Budi.
Adapun, pembatasan operasional angkutan barang mengacu pada prediksi Kemenhub terhadap arus mudik dan balik Nataru nanti. Terdapat 2 fase arus mudik dan balik.
Fase pertama dengan arus mudik tanggal 23 hingga 24 Desember dan arus balik tanggal 27 Desember. Fase kedua dengan arus mudik tanggal 30 hingga 31 Desember dan arus balik tanggal 3 Januari 2021.
Dengan demikian, maka skema pembatasan operasional angkutan barang yang ditentukan Kemenhub ialah:
1. Pembatasan operasional mobil barang arah keluar Jabodetabek:
a. Mudik I 23 Desember pukul 00.00 WIB hingga 24 Desember pukul 24.00 WIB
b. Mudik II 30 Desember pukul 00.00 WIB hingga 31 Desember pukul 24.00 WIB
2. Pembatasan operasional mobil barang arah masuk Jabodetabek:
a. Balik I 27 Desember 2020 pukul 00.00 WIB hingga 28 Desember pukul 08.00 WIB
b. Balik II 2 Januari 2021 pukul 12.00 WIB hingga 4 Januari 2021 pukul 08.00 WIB
3. Pembatasan pada jalan tol Jakarta-Cikampek-Palimanan
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gegara Truk Odol, Negara Harus Rogoh Biaya Perawatan Infrastruktur Rp 60 Triliun
Maraknya truk dengan muatan berlebih atau over dimension over load (ODOL) di jalan ternyata tak hanya mengganggu keselamatan para pengguna jalan lain, namun menimbulkan kerugian negara.
Direktur Prasarana Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan Risal Wasal mengatakan, truk ODOL menyebabkan kerusakan infrastruktur jalan, jembatan dan pelabuhan, hingga negara harus menggelontorkan dana tambahan untuk mengganti kerusakannya.
"Banyak yang hancur, jembatannya patah, bahkan Kementerian PUPR menyampaikan Rp 43 hingga 60 triliun kerugian untuk perawatan," jelas Risal dalam diskusi virtual, Kamis (3/12/2020).
Risal menjelaskan, truk yang kelebihan muatan juga membuat biaya operasional lebih tinggi, sebab, pemilik harus mengeluarkan kocek lebih ketika terjadi kerusakan pada truk.
Truk yang dioperasikan berlebihan akan memperpendek umur truk dan membuat komponen kendaraan cepat rusak.
"Sebenarnya kalau dihitung secara jujur mereka tidak untung karena biaya kerusakannya justru lebih besar daripada normal, mulai dari ban, rem, mesin, karena dipakai terus menerus secara paksa," jelas Risal.
Tak hanya itu, truk obesitas juga menimbulkan polusi udara yang berlebih karena tekanan mesin kendaraan yang dijalankan secara paksa. Selain itu, truk ODOL menyebabkan kecelakaan di jalan karena sering tidak seimbang sehingga mengganggu keselamatan pengguna jalan lain.
"Makanya kemarin kita diskusikan, awalnya 2021 (target bebas ODOL), lalu mundur 2023, kita sepakat, kita harap ini nggak mundur lagi," kata Risal.
Advertisement