Kadin: 2020 Adalah Tahun yang Menyedihkan Buat Pelaku Usaha

Pemerintah pusat saat ini tengah menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Jan 2021, 16:45 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2021, 16:45 WIB
Pengunjung Mal Sepi
Suasana pusat perbelanjaan yang relatif sepi pengunjung di Mal Grand Indonesia, Jakarta, Selasa (17/3/2020). Seiring meluasnya virus corona Covid-19 di Indonesia, pengunjung pusat perbelanjaan atau mal langsung turun drastis dengan penurunan fluktuatif sekitar 10-15%. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Dunia usaha mengalami tekanan yang sangat besar sepanjang 2020. Padahal sebelumnya banyak pengusaha yang memperkirakan ekonomi bakal moncer di 2020. Namun ternyata pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada kuartal II 2020 minus 8,29 persen.

"Apalagi di Jakarta, baru dalam sejarah pertumbuhan ekonomi Kurtal II minus 8,29 persen," kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang dalam Ruang Merdeka Live edisi Melihat Investasi Paling Tren di 2021 di akun instagram @merdekadotcom, Jakarta, Rabu (13/1/2020).

Padahal, lanjut Sarman, DKI Jakarta merupakan kota jasa. Pergerakan manusia di ibukota menjadi indikator perputaran ekonomi.

Semakin tinggi mobilitas, maka peluangnya semakin besar. Namun, lantaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan, sektor perekonomian jadi terdampak.

"Makanya ketika ini dibatasi, maka dampaknya ke sektor perekonomian," kata dia.

Apalagi, pemerintah pusat saat ini tengah menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali. Di Jakarta, restoran, kafe dan pusat perbelanjaan dibatasi pengunjungnya hingga 25 persen.

Jam operasionalnya juga hanya boleh sampai jam 7 malam. Akibatnya, dunia usaha akan kembali menelan pil pahit pengurangan pendapatan.

"Mall dan pusat perdagangan hanya boleh sampai jam 7 malam. Ini mengurangi omzet mereka. Jadi tahun 2020 ini tahun menyedihkan buat pelaku usaha dan calon investor," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:

Pengusaha Nilai Keputusan PSBB Jawa-Bali Kurang Tepat

Taksi Sepi Penumpang Imbas PSBB
Deretan taksi parkir menunggu penumpang di kawasan jalan Asia Afrika, Jakarta, Selasa (19/5/2020). Imbas pemberlakukan PSBB untuk memutus rantai penyebaran virus corona Covid-19 aktivitas masyarakat berkurang berdapak pada angkutan taksi sepi penumpang. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menilai pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bukan solusi jitu untuk memutus penyebaran virus Covid-19. Sehingga, kendati PSBB diterapkan secara berulang-ulang dipastikan penularan virus mematikan asal China itu masih tetap ada.

"Kalau menurut saya mau PSBB berapa kali pun tidak akan menyelesaikan masalah, karena akar permasalahannya bukan itu," ujar dia dalam webinar bertajuk Implementasi PPKM Jawa-Bali: Kesiapan Sektor Bisnis dan Pelaku Usaha, Jumat (8/1/2021).

 

Bos Apindo ini mengatakan, solusi jitu untuk membasmi Covid-19 ialah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan protokol kesehatan. Sehingga upaya yang diambil pemerintah saat ini dianggap salah sasaran.

"Kalau akar masalahnya itu dari masyarakatnya untuk lebih aktif protokol kesehatan. Ini yang tidak kita antisipasi," terangnya.

Walhasil kebijakan pembatasan sosial yang kini kembali diberlakukan di Pulau Jawa dan Bali justru diyakini akan mengancam aktivitas bisnis. Padahal, di industri proses tracking dipastikan lebih baik ketimbang yang ada pada tataran masyarakat.

"Kita kalau melihat begini kita juga bingung, ini sebenarnya mau bagaimana. Karena kalau kita misalnya di manufaktur, memang betul ada yang cukup besar (kasusnya), begitu kita tracing itu dapetnya ya dari lingkungannya. Ini bukan karena lingkungan kerjanya, tapi dari lingkungan rumahnya," tukas pengusaha itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya