Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengeluarkan aturan baru mengenai bukti kepemilikan tanah dalam bentuk sertifikat elektronik. Mulai tahun ini, Kementerian ATR/BPN akan memulai penggunaan sertifikat tanah elektronik.
Berlaku aturan ini ditandai dengan terbitnya Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik. Menanggapi pemberlakuan aturan ini, Ketua DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengapresiasi rencana baik pemerintah.
Baca Juga
Kendati, penerapan sertifikasi elektronik ini harus dilakukan dengan seksama dan matang. Ada beberapa konsentrasi yang harus diperhatikan pemerintah dalam penerapan sertifikasi elektronik ini.
Advertisement
"Sekarang ini tinggal kesiapan sistemnya. Kedua, kerahasiaan data ini. Kalau di luar negeri sistemnya kan sudah e-sertifikat, karena bedanya kita dengan sistem anglo saxon law, kita ini sertifikat itu bukan hal mutlak," jelas Totok saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (5/2/2021).
Totok berpendapat, ketika sertifikat elektronik ini diakses pihak lain, maka bisa terjadi saling gugat atas tanah tersebut. "Meskipun dasarnya nggak kuat, dan akhirnya pemilik sertifikatnya menang tapi kan jadi lelah dan kesannya itu tanah, properti sengketa," tuturnya.
Selain kerahasiaan dirinya juga meminta agar sistem penerbitan sertifikasi elektronik ini mudah diakses oleh seluruh pihak yang membutuhkan, terutama dalam masalah jaringan. Dia juga menyinggung sistem elektronifikasi yang pernah dilakukan oleh pemerintah, seperti e-KTP yang pelaksanaannya terkendala.
"Jadi harus betul-betul settle. sekarang saja, e-KTP saja mana? Penerapannya masih tersendat-sendat. Jadi maksud saya, kesiapannya harus matang baru diterapkan, jangan sampai menimbulkan sengketa," ujarnya
"Tata ruang saja daerah kan sering beda dengan pusat. IMB saja keluar dari daerah, tiba-tiba beda dengan pusat, kan lucu. Mindsetnya pemerintah bagus sebenarnya. tapi jangan tergesa-gesa, itu saja," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ganti Sertifikat Tanah Jadi Elektronik, Berapa Biayanya?
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) secara bertahap akan memberlakukan sertifikat tanah elektronik di seluruh Indonesia. Jakarta dan Surabaya jadi kota pertama yang akan menerapkan sertifikat elektronik ini.
Lantas, adakah biaya yang harus dikeluarkan pemilik sertifikat tanah untuk menukarnya ke versi digital?
Staf Khusus Menteri ATR/BPN Bidang Kelembagaan, Teuku Taufiqulhadi, menjamin masyarakat tak perlu mengeluarkan uang pengurusan untuk mendapatkan sertifikat elektronik tanah.
Kendati demikian, proses penukaran tersebut memerlukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai biaya normal untuk balik nama atau permohonan sertifikat baru.
"Pasti tidak ada biaya. Yang ada PNBP, itu hal yang biasa saja. Di luar itu tidak ada," kata Taufiq kepada Liputan6.com, Kamis (4/2/2021).
Taufiq menjelaskan, pendaftaran sertifikat tanah elektronik ini akan dimulai dengan dua cara. Pertama ditujukan untuk kepemilikan tanah yang belum terdaftar. Kemudian yang kedua adalah penukaran serifikat elektronik bagi pemilik tanah yang sudah terdaftar.
"Yang pertama adalah tanah yang belum terdaftar. Jadi nanti untuk tanah yang belum terdaftar akan dilakukan hal yang biasa, misal pengukuran, pengolahan data fisik, pembuktian hak dan pembukuannya, baru nanti terjadi penerbitan sertifikat," terangnya.
"Tetapi kalau misalnya yang kedua bila dia penggantian, itu melalui permohonan. Permohonan si pemegang sertifikat itu dia minta dialihkan ke sertifikat tanah elektronik," ujar Taufiq.
Advertisement
YLKI Sambut Baik Kehadiran Sertifikat Tanah Elektronik di Era Digital
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyambut baik kebijakan sertifikat tanah elektronik. Menurutnya, kehadiran dokumen elektronik menjadi hal yang positif di tengah era digital saat ini.
"Saya belum tahu seperti apa konsepnya, tapi dengan era digital saat ini maka itu menjadi hal yang positif," kata Tulus saat dihubungi Liputan6.com pada Kamis (4/2/2021).
Kehadiran sertifikat tanah elektornik ini akan menjadi opsi yang baik untuk menghindari kejadian-kejadian tak diinginkan seperti hilang, terbakar, dicuri atau terendam banjir. Bentuk dokumen elektronik yang bisa kapan pun diakses dinilai lebih aman.
Kendati demikian, ia menegaskan pemerintah tetap harus menjamin keamanan dokumen elektronik tersebut. Oleh sebab itu, Tulus menilai harus ada verifikasi kepemilikan yang sah atas sertifikat tanah sebelum dibuat ke dalam bentuk elektronik.
Menurut Tulus, jangan sampai muncul masalah-masalah baru di kemudian hari karena sertifikat elektronik tersebut.
"Jangan sampai menimbulkan masalah baru terkait sengketa lahan dan lainnya di kemudian hari," tuturnya.
Seperti diketahui, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengeluarkan aturan baru mengenai bukti kepemilikan tanah dalam bentuk sertifikat elektronik. Mulai tahun ini, Kementerian ATR/BPN akan memulai penggunaan sertifikat tanah elektronik.
Penerapan sistem elektronik ini meliputi pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data untuk kemudian dihasilkan sertifikat tanah dalam bentuk dokumen elektronik.Â