Sri Mulyani: Pajak Digital Sudah Dibicarakan di G20, Tapi Belum Ada Kesepakatan

Pajak ekonomi digital telah menjadi isu penting yang dibahas para menteri keuangan dalam forum negara G20.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mar 2021, 14:00 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2021, 14:00 WIB
Menkeu Sri Mulyani Beberkan Perubahan Pengelompokan/Skema Barang Kena Pajak
Menkeu Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Rapat membahas konsultasi terkait usulan perubahan pengelompokan/skema barang kena pajak berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan transformasi digital berkembang pesat, terutama di tengah pandemi covid-19. Tidak sedikit pelaku UMKM yang bisa bangkit usai masuk sistem ekonomi digital. Pemerintah menangkap perkembangan ini untuk meningkatkan pendapatan dengan pajak digital.

"Banyak bisnis termasuk UMKM yang bisa survive di tengah pandemi dengan bertransformasi melalui digital platform," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam International Conference on Digital Transformation in Customs, Jakarta, Selasa (16/3/2021).

Terlebih Indonesia saat ini berada di peringkat ke-4 di dunia dari sisi penetrasi penggunaan internet aktif. Angka ini akan terus bertumbuh pada kelas menengah dengan persentase 73,7 persen. Potensi ini pun masih bisa terus dikembangkan.

Perkembangan ini pun harus ditangkap pemerintah sebagai peluang pendapatan negara. Pajak dalam ekonomi digital ini juga telah menjadi isu penting yang dibahas para menteri keuangan dalam forum negara G20.

"Ini menjadi pendapat yang paling dicermati karena semua negara tidak bisa menghindari transformasi digital," kata dia.

Meski sudah menjadi pembicaraan internasional namun, belum ada perjanjian kesepakatan yang pasti akan hal ini. "Namun di level global belum ada kesepakatan bagaimana membangun sistem yang adil dan penarikan pajak secara transparan," katanya.

Sisi lain, bea masuk juga perlu mendapatkan kejelasan dalam ekonomi digital. Transaksi bisa dieksekusi dengan digital platform meski dilakukan antar negara sekalipun.

Di forum internasional, tema ini akan terus dibahas. OECD pun berharap agar hal ini segera mendapatkan kesepakatan dibawah kepresidenan Italia yang selanjutnya akan dibahas dengan pemerintah Indonesia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Panduan Pajak Digital Internasional

Menkeu Sri Mulyani Beberkan Perubahan Pengelompokan/Skema Barang Kena Pajak
Menkeu Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Rapat membahas konsultasi terkait usulan perubahan pengelompokan/skema barang kena pajak berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sri Mulyani mengatakan adanya pajak digital ini akan menghadirkan mekanisme penghitungan pajak. Seperti pihak yang membayar pajak dan waktu pembayaran pajak. Sehingga tidak hanya berkaitan dengan PPN tetapi juga pendapatan dari pajak.

"PPN terkait dan pajak penghasilan di bawah bimbingan OECD dan G20 bekerja sama untuk membangun solusi global untuk memajaki pendapatan dari ekonomi digital," katanya.

OECD juga sudah mengatasi beberapa tantangan. Dari sisi PPN sudah ada relatif diselesaikan. Panduan PPN saat ini sudah mengatasi beberapa tantangan. Panduan ini juga telah diadopsi di banyak negara di dunia. Setidaknya lebih dari 100 negara di dunia sudah terkumpul.

"PPN melalui platform dan asing supplier dan ini terkait dengan barang dan jasa yang diimpor. Indonesia telah memungut PPN intangible elektronis sistem sejak Juli 2020 dan telah menghasilkan pendapatan yang signifikan dari pemerintah," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya