Liputan6.com, Jakarta - Indonesia sampai saat ini telah memiliki 22 perjanjian dagang internasional dengan berbagai wilayah di dunia. Beberapa yang baru adalah Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) dan Indonesia-Korea CEPA.
IA-CEPA sudah diimplementasikan sejak 5 Juli 2020, sedangkan Indonesia-Korea CEPA sudah ditandatangani dan dalam proses ratifikasi. Dalam presentasi Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga, perjanjian dagang terlama adalah Indonesia - Japan Economic Partnership Agreement (EPA) yang sudah diimplementasikan sejak 2008.
Baca Juga
"Kemendag sudah melakukan banyak negosiasi perjanjian dagang. Tercatat per hari ini, kita sudah selesaikan 22 perjanjian dagang di seluruh dunia, seluruh kawasan, yang sudah diratifikasi itu ada beberapa perjanjian salah satunya IA-CEPA," kata Jerry dalam forum sosialisasi IA-CEPA pada Selasa (23/3/2021).
Advertisement
Salah satu yang membanggakan, kata Jerry, adalah IA-CEPA karena memberikan kemudahan dalam hal tarif bea masuk.
Melalui perjanjian dagang tersebut, Australia mengeliminasi 100 persen atau semua pos tarifnya yang berjumlah 6.474 pos tarif, menjadi 0 persen untuk perdagangan barang.
Sementara Indonesia mengeliminasi 94,6 persen dari seluruh total pos tarif. Sedangkan dalam perdagangan jasa, IA-CEPA memfasilitasi perpindahan orang perseorangan juga pengakuan atas jasa-jasa profesional Indonesia.
Jerry pun mengimbau para pelaku saha Tanah Air untuk memanfaatkan seluruh perjanjian dagang yang ada dengan optimal.
"Ini memberikan dorongan untuk eksportir kita, karena yang paling mendapat manfaat adalah para pelaku usaha. Bagaimana caranya kita mendapatkan yang terbaik, sehingga kita bisa mengkapitalisasi dan utilisasi hasil produk-produk yang akan diekspor ke luar negeri khususnya Australia," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Wamendag Ingin Perjanjian Dagang Tingkatkan Kualitas Ekspor Indonesia
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga mengatakan bahwa salah satu manfaat perjanjian perdagangan untuk mendorong diversifikasi ekspor, baik dalam perspektif produk maupun wilayah.
Menurut Jerry, saat ini 10 produk ekspor utama Indonesia memberikan kontribusi lebih dari 59 persen.
Dalam hal pasar ekspor angkanya juga menunjukkan hal serupa yaitu 10 negara ekspor mendominasi kontribusi ekspor Indonesia dengan angka sekitar 60 persen.
Untuk itu, menurut Wamendag, perlu ada diversifikasi baik dari segi tujuan maupun jenis produk itu sendiri, salah satunya melalui perjanjian perdagangan. Alasannya, perjanjian perdagangan memberikan insentif baik dari sisi tarif maupun non tarif terhadap banyak sekali produk ekspor Indonesia.
“Sebagai contoh, perjanjian Indonesia-Australia CEPA memberikan tarif 0 persen terhadap 6900 jenis produk Indonesia. Di perjanjian dagang yang lain juga begitu. Jadi ini kesempatan bagi produk-produk alternatif untuk bisa berkembang,” kata Wamendag, Kamis (25/2/2021).
baginya, perjanjian perdagangan juga membuka pasar-pasar baru yang berkembang dan potensial bagi Indonesia. Dua wilayah yang ingin dikembangkan misalnya adalah pasar Afrika dan Amerika Selatan. Selain itu ada wilayah Eropa Timur, Eropa Tenggara, Asia Selatan dan Timur Tengah.
Sebagai contoh, kata Jerry, yang baru selesai adalah Indonesia-Mozambique PTA. Dirinya berharap itu menjadi pembuka jalan bagi pasar-pasar baru di Afrika bagian tengah dan selatan. Di Amerika Selatan Indonesia-Chile CEPA juga terbukti meningkatkan utilitas pemanfaatan surat keterangan asal (SKA) secara signifikan. Dengan demikian, diharapkan Indonesia bisa pula lebih menembus pasar negara-negara sekitarnya.
Dilihat secara kuantitatif, pada Januari 2021 nilai ekspor ke beberapa kawasan potensial kerja sama tumbuh cukup tinggi. Ekspor ke Afrika Selatan tumbuh 138,15 persen YoY dan Afrika Timur tumbuh 57,7 persen YoY. Selain itu, ekspor ke beberapa kawasan yang sudah memiliki perjanjian kerja sama perdagangan juga tumbuh cukup baik. Untuk kawasan Asia Tenggara pertumbuhannya 10,86 persen YoY. Sementara Australia tumbuh 22,77 persen YoY.
Advertisement