Bukan THR, Belanja Pemerintah Jadi Kunci Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

THR dinilai tak cukup mendorong konsumsi di triwulan II 2021.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Apr 2021, 18:30 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2021, 18:30 WIB
IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani mengatakan, Tunjangan Hari Raya (THR) tak cukup mendorong konsumsi di triwulan II 2021. Sebab, masyarakat cenderung masih akan menyimpan dana dibanding membelanjakan uang di masa pandemi Virus Corona.

"Kalau ada THR diharapkan bisa belanja, tapi kan tidak boleh pulang kampung. Kalau kita lihat memang data menunjukkan orang kelas menengah bawah dengan tabungan 100 juta ke bawah, itu masih menyimpan di bank. Mereka masih jaga-jaga," ujar Aviliani dalam diskusi daring, Jakarta, Senin (26/4).

Dia menjelaskan, meskipun THR dibayar penuh tahun ini belum tentu konsumsi akan langsung terangkat sesuai dengan harapan pemerintah. Hal ini karena masyarakat masih akan mengutamakan kebutuhan primer.

"THR dibayar penuh, itu masih akan disimpan. Kebutuhan sekunder lebih dikurangi, karena lebih mengutamakan kebutuhan primer. Itu menyebabkan DPK naik. Makanya perlu memang tidak hanya sekedar THR, aturan itu harus bagaimana masyarakat itu mengeluarkan dana. Misalnya tempat wisata, mal dibuka yang penting prokes di tempat umum," jelasnya.

Dengan demikian di Triwulan II-2020, faktor yang diharapkan menjadi penggerak konsumsi adalah belanja pemerintah. Belanja tersebut dapat berupa pembangunan infrastruktur yang semakin masif serta bantuan sosial terhadap korban PHK dengan oenghasilan di bawah Rp5 juta.

"Pemerintah harus lebih gencar belanja lebih cepat dari pembangunan infrastruktur karena itu paling banyak menyerap tenaga kerja. Pembayaran BLT, lalu orang yang di PHK di bawah Rp5 juta itu harus tepat waktu juga," jelasnya.

"Karena hingga kini belanja ini yang terlambat, padahal menjadi multiflier efect kepada swasta dan masyarakat. Ini yang perlu diperbaiki. Kalau pemerintah belanja, swasta jalan, masyarakat akan kena dampak," tandasnya.

 

 

 

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

34 Provinsi Sudah Dirikan Posko THR, Silakan Lapor!

Posko Pengaduan THR
Petugas berjaga di posko pengaduan tunjangan hari raya (THR) di Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin (20/5/2019). Posko tersebut untuk mempermudah para pekerja menyampaikan keluhannya, terkait penerimaan hak mendapatkan THR dari perusahaan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengatakan bahwa Pos Komando Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya (Posko) THR 2021 sudah ada di 34 provinsi seluruh Indonesia. Pembentukan Posko ini untuk mengantisipasi timbulnya keluhan dalam pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan 2021.

"Saya minta kepada Gubernur untuk membentuk Posko THR dan melaporkan ke Kemenaker. Alhamdulillah, sampai saat ini 34 provinsi telah membentuk Posko THR," tutur Ida dalam webinar FMB9 pada Senin (26/4/2021).

Selain hadir secara offline di pusat dan daerah, Posko THR juga bisa diakses melalui online dan call center yang telah disediakan.

Mengenai teknik pengawasannya, Kemnaker setelah menerima pengaduan dari Posko THR akan secara periodik melakukan pemeriksaan kepada Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi. Selanjutnya, memerintahkan pengawas ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan pelaksanaan THR 2021.

Pengawas ketenagakerjaan akan mendorong pengusaha maupun pekerja untuk berdialog terkait pelaksanaan pembayaran THR sesuai peraturan perundang-undangan, dan menyesuaikan dengan kondisi perusahaan. Bagi perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR H-7, maka diberikan relaksasi sampai H-1.

Jika THR Keagamaan tidak dibayar sesuai kesepakatan, Ia mengimbau Gubernur, Wali Kota hingga Bupati untuk memberikan sanksi kepada perusahaan yang bersangkutan. Sanksi ini berupa administratif dan denda.

"Ada denda jika tidak bisa membayar sesuai ketentuan waktu, sebesar 5 persen dari akumulasi nilai THR-nya sendiri," ungkap Ida.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya