Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah menyelesaikan program restrukturisasi polis asuransi Jiwasraya. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, sebagian besar pemegang polis telah menyetujui program restrukturisasi ini.
Ada 3 segmen polis yang direstrukturisasi, yaitu polis korporasi, ritel dan bancassurance. Tercatat hingga 26 April 2021, untuk polis korporasi, jumlah yang telah direstrukturisasi telah mencapai 1.774 polis atau 82,8 persen dari total 2.143 polis korporasi.
Baca Juga
"Untuk polis ritel yang telah direstrukturisasi adalah 134 ribu polis atau 75,3 persen dari total polis ritel (179,2 ribu polis) dan yang terakhir untuk polis bancassurance atau saving plan telah direstrukturisasi 16 ribu polis atau 92,9 persen dari total polis bancassurance (17,4 ribu polis)," jelas Tiko dalam diskusi IFG Progress, Rabu (28/4/2021).
Advertisement
Lanjut Tiko, secara keseluruhan, pelaksanaan restrukturisasi polis asuransi Jiwasraya sudah berjalan dengan lancar. Ditargetkan, program ini selesai akhir Mei mendatang.
Adapun, sebelumnya, jika pemegang polis menyetujui program restrukturisasi, maka polis akan dialihkan tanggung jawab dan pengelolaannya di IFG Life.
Masalah pengelolaan polis asuransi Jiwasraya memang sudah mengakar belasan tahun sehingga penyelamatan harus dilakukan sesegera mungkin. Untuk itu, penyelesaian dengan skema restrukturisasi polis ini menjadi yang terbaik.
"Ada permasalahan fundamental Jiwasraya yaitu masalah likuditias dan solvabilitas sejak lama dan tidak pernah disellesaikan dengan solusi yang dapat memperbaiki fundamental perusahaan," ujar Tiko.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selesaikan Gagal Bayar Asuransi, Restrukturisasi Dinilai Jadi Solusi Terbaik
Pengamat Asuransi, Kapler A Marpaung menilai program restrukturisasi polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi salah satu jalan keluar untuk mengatasi gagal bayar di perusahaan asuransi.
Kapler menyebutkan, penyelamatan perusahaan asuransi melalui program restrukturisasi sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71 tahun 2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Mengacu aturan itu, kata Kapler, selama kondisi keuangan mengalami tekanan, maka perusahaan dalam hal ini pemegang saham wajib melakukan restrukturisasi. Seperti contohnya yang saat ini adalah Jiwasraya.
“Dalam restrukturisasi misalnya, Jiwasraya memohon untuk meminta diskon pengembalian kepada nasabah. Apakah dana pemegang polis dilakukan secara dicicil dan mendapatkan persetujuan, itu sah sah saja. Memang ini kondisi yang berat, tapi ini menjadi jalan keluar,” terangnya dalam acara Dialog Bisnis Penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Industri Asuransi, pada Selasa (27/4/2021).
Seperti yang diketahui, masalah yang terjadi di Jiwasraya terjadi karena adanya pembiaran dan mismanajemen yang terjad sejak tahun 2008. Dalam kondisi keuangan yang sedang sulit, saat itu Jiwasraya menawarkan produk asuransi yakni JS Saving Plan dengan imbal hasil pasti yang tinggi. Misalnya untuk Bancassurance mencapai sebesar 9 persen hingga 13 persen. Selain Saving Plan, bunga yang sangat tinggi juga dijanjikan kepada produk asuransi tradisional atau ritel dengan bunga mencapai 14 persen.
Dia melihat, masalah yang terjadi di industri asuransi nasional tidak hanya Jiwasraya. Melainkan ada juga PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera, Wanaartha Life, Kresna Life hingga PT Asabri (Persero). Ia berharap, seluruh praktisi perasuransian ikut andil menyelesaikan persoalan di industri ini.
“Bukan tidak mungkin kalau kita biarkan masalahnya akan lebih besar lagi. Mari kita bersama-sama membantu ototirtas untuk membenahi industri ini supaya menjadi lebih sehat dan kuat di masa mendatang,” ungkapnya.
Advertisement
Prinsip GCG
Di sisi lain, untuk mendorong jalannya perusahaan asuransi yang sehat, ia menyarankan agar prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) harus segera berjalan.
“Apakah GCG cuma sekedar lipstik atau sudah menjadi soul? Prinsipnya kan GCG itu harus transparan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness,” tandasnya.
Tak hanya itu, ia juga menekankan pentingnya Lembaga Penjaminan Polis. Hal itu untuk menciptakan rasa kepercayaan peserta asuransi terhadap industri asuransi. Kelak, dengan adanya lembaga ini akan menjadi partner OJK dalam mengawasi industri jasa keuangan.
“Oleh karena itu sangat urgen adanya Lembaga Penjamin Polis ini, untuk membangun kepercayaan industri asuransi, dengan adanya lembaga ini pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar,” jelasnya.
Koordinator Juru Bicara Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya, R. Mahelan Prabantarikso menyampaikan, bahwa program restrukturisasi adalah bentuk tanggung jawab pemerintah kepada pemegang polis.
Tim Percepatan Restrukturisasi mewakili pemerintah terus berupaya meyakinkan pemegang polis untuk ikut dalam program ini. Pada dasarnya, program ini dibuat untuk menghindari kerugian yang lebih besar kepada pemegang polis apabila Jiwasraya harus dilikuidasi atau dipailitkan.
“Melalui restrukturisasi, kami akan membawa mereka ke IFG lIfe dengan manajemen yang lebih baik lagi. Yang jelas, kami memohon maaf, apabila program restrukturisasi ini tidak memuaskan semua pihak, tapi kami selaku manajemen baru Jiwasraya ingin menyelamatkan polis yang ada,” ujar Mahelan yang juga Direktur Kepatuhan dan SDM Jiwasraya.