Liputan6.com, Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) terus berupaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan siswa, termasuk di masa pandemi COVID-19.
Sepanjang 2021 ini, Program Literasi Keuangan CIMB Niaga akan diselenggarakan di 20 kota yang terdiri dari 11 kota untuk kegiatan Ayo Menabung dan Berbagi (AMDB) dan 9 kota untuk Tour de Bank (TDB).
Program Literasi Keuangan CIMB Niaga Ayo Menabung dan Berbagi (AMDB) akan diikuti siswa SMP dan SMA dengan materi tentang dunia perbankan dan perencanaan keuangan.
Advertisement
Kedua, Tour de Bank (TDB) yang memperkenalkan perangkat perbankan dan beragam fungsi yang ada di dalamnya kepada para siswa SD.
Di masa pandemi, kedua kegiatan tersebut dilaksanakan secara online melalui website www.amdbcimbniaga.co.id yang dapat diakses oleh para peserta dari mana saja dan kapan saja.
Direktur Compliance, Corporate Affairs and Legal CIMB Niaga Fransiska Oei mengatakan, pemahaman yang baik tentang keuangan dan perbankan merupakan wawasan yang penting dimiliki oleh para siswa.
Adapun untuk memperluas inklusi keuangan, CIMB Niaga juga memberikan kesempatan kepada peserta untuk membuka Tabungan Simpanan Pelajar (SimPel) dengan bantuan saldo rekening sebesar Rp100 ribu.
Di tahun 2021, CIMB Niaga juga tetap melanjutkan kegiatan Webinar Literasi Keuangan untuk para guru, dari sekolah yang berpartisipasi dalam AMDB dan TDB.
Kegiatan tersebut merupakan perluasan program sekaligus bentuk dukungan keberkelanjutan CIMB Niaga terhadap program literasi dan inklusi keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Literasi Inklusi Keuangan Masih Jadi PR OJK
Wakil Direktur INDEF, Eko Listiyanto menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah bekerja sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya sebagai pengawas di industri jasa keuangan. Meskipun secara capaian masih banyak yang perlu ditingkat.
"Inklusi keuangan saya rasa sudah ada di treknya yang benar walaupun dari capaian masih belum maksimal," kata Eko dalam Forum Diskusi Salemba bertema: 9 Tahun Peran OJK dalam Menjaga Inklusi Jasa Keuangan Indonesia secara virtual, Jakarta, Kamis (3/12).
Salah satunya terlihat dari indeks inklusi keuangan di Indonesia yang dalam survei OJK tahun 2019 baru mencapai 36 persen dan pasar modal baru 5 persen. Artinya masyarakat di Indonesia lebih mengenal atau akrab dengan aktivitas perbankan ketimbang pasar modal.
"Perbedaan ini menjadi gambaran, orang lebih akrab dengan perbankan daripada pasar modal," kata dia.
Meski begitu, Eko melihat hal ini bermakna masih banyak potensi di Indonesia yang perlu dikembangkan. Literasi terhadap inklusi keuangan juga harus lebih beragam. Sebab produk dari industri keuangan tidak hanya perbankan dan pasar modal.
Seiring berkembangnya teknologi kehadiran produk dari sektor jasa keuangan juga mulai beragam. Semisal kemunculan perusahaan fintech yang menawarkan beragam pembiayaan kepada masyarakat.
"Ke depan, kalau ini mau didorong, idealnya bukan hanya kepada perbankan saja tetapi juga entitas yang lainnya," ungkap Eko.
Selain itu literasi keuangan secara umum juga harus dipercepat. Setidaknya Indonesia tidak boleh kalah dengan Malaysia yang sudah mencapai 86 persen. Sebab saat ini posisi Indonesia berada di bawah Malaysia dan Thailand yakni baru 73 persen.
Sebab percepatan literasi inklusi keuangan ini bisa menggerakan perekonomian masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga ujungnya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
"Sehingga manfaatnya ini bisa berjalan dengan ujungnya kesejahteraan dan penguatan pertumbuhan ekonomi," kata dia mengakhiri.
Anisyah Al Faqir
Merdeka.comÂ
Advertisement