PLN Bangun 3 Pembangkit Listrik Mikrohidro Senilai Rp 200 Miliar

Pemanfaatan bendungan multifungsi milik PUPR untuk dijadikan PLTA/PLTM/PLTMH akan mempercepat penambahan kapasitas dan energi dari EBT.

oleh Andina Librianty diperbarui 18 Jun 2021, 10:00 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2021, 10:00 WIB
PLN produksi listrik lewat pikohidro dengan memanfaatkan air limpahan dari PLTM Hanga-Hanga, Luwuk, Sulawesi Tengah. (Dok PLN)
PLN produksi listrik lewat pikohidro dengan memanfaatkan air limpahan dari PLTM Hanga-Hanga, Luwuk, Sulawesi Tengah. (Dok PLN)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai bentuk transisi energi dengan mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), PT PLN (Persero) membangun tiga Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro/Mikrohidro (PLTM) dengan total kapasitas 8,95 megawatt (MW) senilai Rp 200 miliar.

Tiga pembangkit tersebut yaitu PLTM Batanghari di Sumatera Barat berkapasitas 5,1 Megawatt (MW), PLTM Titab (1,27 MW) di Bali, dan PLTM Pandanduti berkapasitas (0,58 MW) di Nusa Tenggara Barat yang memanfaatkan bendungan eksisting multifungsi milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Untuk mendukung terealisasinya proyek tersebut, PLN telah menyepakati kerja sama jual beli listrik dengan Kementerian PUPR.

"Proyek ini merupakan wujud nyata transformasi PLN melalui aspirasi Green, dengan terus meningkatkan bauran EBT dalam penyediaan listrik nasional," ungkap Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Agung Murdifi, dalam keterangannya pada Jumat (18/6/2021).

Agung menjelaskan, ketiga PLTM ini akan menghasilkan peningkatan bauran energi dari EBT sebesar 42 gigawatthour (GWh) per tahun. PLN menargetkan pembangkit tersebut beroperasi pada Maret 2024. Pengembangan proyek ini melibatkan beberapa instansi yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Kementerian ESDM.

"Dengan memanfaatkan bendungan eksisting, dampak akhirnya tentu dapat menurunkan biaya pokok penyediaan tenaga listrik di sistem PLN setempat sekaligus meningkatkan bauran energi EBT secara bersamaan," katanya.

Pemanfaatan bendungan multifungsi milik PUPR untuk dijadikan PLTA/PLTM/PLTMH akan mempercepat penambahan kapasitas dan energi dari EBT karena waktu pembangunan relatif lebih singkat. Selain itu, pembangunan pembangkit dengan memanfaatkan bendungan membutuhkan biaya investasi yang lebih efisien dibanding dengan PLTA/PLTM/PLTMH green field.

 

50 Bendungan

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
PLTM Sampeanbaru (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Kedepannya, terdapat sekitar 50 bendungan yang berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi PLTA/PLTM/PLTMH. PLN akan terus mendorong sinergi dengan banyak pihak.

"Melalui program ini. kita dapat melakukan penghematan anggaran negara dengan memanfaatkan utilitas yang sudah ada dan juga membuat tingkat utilisasi aset menjadi lebih baik."

Selain memanfaatkan bendungan, untuk meningkatkan bauran EBT, PLN juga memiliki program green booster seperti program Co Firing atau pemanfaatan biomassa sebagai pengganti batubara untuk bahan bakar PLTU, juga program konversi PLTD ke EBT.

“Untuk dedieselisasi, ini merupakan upaya kami untuk mengurangi ketergantungan pembangkit diesel. Kita tahu solar itu harus diimpor, sehingga intinya kita mencari sumber energi yang lebih green tetapi juga tidak impor," tutur Agung.

Melalui aspirasi green dalam Transformasi PLN, PLN terus mendorong transisi energi tidak hanya untuk memenuhi target bauran EBT 23 persen pada tahun 2025, tetapi untuk generasi yang akan datang bisa menikmati masa depan yang lebih baik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya