Kemnaker dan ILO Bahas Perlindungan Pekerja Sektor Perikanan, Apa Hasilnya?

Kemnaker dan ILO perkuat kerangka hukum, kebijakan, dan peraturan terkait migrasi tenaga kerja sektor perikanan.

oleh Tira Santia diperbarui 21 Jul 2021, 16:30 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2021, 16:30 WIB
Harga BBM Turun, Nelayan Kembali Melaut
Penurunan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah disambut baik oleh para nelayan di pantai utara.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan dan International Labour Organization (ILO) menyelenggarakan diskusi Program Ship to Shore Rights Southeast Asia untuk memperkuat kerangka hukum, kebijakan, dan peraturan terkait migrasi tenaga kerja sektor perikanan, pemrosesan hasil perikanan, serta boga bahari di Asia Tenggara.

Sekjen Kemnaker, Anwar Sanusi, selaku co-chair National Programme Advisory Committee (NPAC) Meeting, menjelaskan, diskusi konsultasi secara virtual ini bertujuan untuk memberikan kesempatan berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan relevan untuk mengidentifikasi area aksi prioritas.

"Selama diskusi, didapatkan informasi bahwa beberapa pemangku kepentingan telah memiliki atau dalam proses mendirikan pusat-pusat layanan untuk sektor perikanan dan pengolahan hasil ikan," kata Anwar Sanusi dalam diskusi Program Ship to Shore Rights Southeast Asia, Rabu (21/7/2021).

Dia menjelaskan, bahwa dialog yang secara luas melibatkan para pemangku kepentingan di Indonesia ini bertujuan menangkap berbagai pandangan yang beragam dan representatif dari pekerja, pemberi kerja, pemerintah, sektor swasta, para pembeli, organisasi non pemerintah, masyarakat sipil, peneliti, dan para mitra pembangunan.

"Para peserta banyak gagasan dan usulan kegiatan. Banyak permasalahan dalam sektor perikanan muncul dan didiskusikan dan solusi pun ditawarkan dengan niat untuk memperbaiki situasi, agar dapat lebih mendukung dan melindungi para pekerja migran," katanya.

Selain itu, beberapa pemangku kepentingan mengusulkan adanya dukungan bagi pengembangan lebih lanjut dari apa yang sudah mereka milii. Namun hingga saat ini, masih terkendala adanya ketidaktepatan dalam memahami lingkup dan keefektifan layanan yang saat ini diberikan, serta termasuk apa yang dapat dikembangkan kemudian.

"Misalnya, Kemnaker kini telah memiliki Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di beberapa lokasi. Terkait awak kapal ikan, beberapa peserta merasa perlu untuk meng-upgrade kurikulum pelatihan maritim yang saat ini ada untuk memastikan bahwa kurikulum tetap relevan dengan kebutuhan awak kapal ikan migran bekerja di kapal-kapal ikan asing," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Hak Tenaga Kerja

Mengintip Perbaikan Kapal Nelayan di Masa Pandemi COVID-19
Buruh melakukan perbaikan kapal nelayan di Galangan kapal, Muara Angke, Jakarta, Minggu (23/12/2020). Bengkel kapal tersebut menjadi tumpuan pendapatan para pengusaha kapal barang dan ikan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Program Nasional, Ship to Shore Rights Southeast Asia (SEA) Programme ILO, Alberta Bonasahat, mengungkapkan tujuan lain dari diskusi Ship To Shore Rights SEA ini yaitu, melindungi hak-hak tenaga kerja dan mendorong lingkungan kerja yang aman dan nyaman, bagi para pekerja migran sepanjang siklus migrasi, mulai dari masa perekrutan hingga akhir masa kontrak kerja.

Selanjutnya memberdayakan pekerja migran, keluarga mereka, organisasi, dan komunitasnya dalam mendorong terwujudnya dan menjalankan hak-hak mereka.

"Gagasan dan usulan aksi yang mengemuka dalam dialog ditangkap dan di dokumentasi, area aksi prioritas akan menjadi dasar pengembangan rencana kerja Ship to Shore Rights SEA Indonesia," pungkas Albert.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya