Perbanas Minta Kebijakan Rasio Pembiayaan Bank ke UMKM Ditinjau Ulang

Bank Indonesia (BI) menetapkan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) UMKM untuk perbankan minimal 20 persen di Juni 2022

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Sep 2021, 09:30 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2021, 09:30 WIB
IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) menetapkan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) UMKM untuk perbankan minimal 20 persen di Juni 2022 dan 30 persen di Juni 2024.

Menanggapi hal ini, Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perbanas, Aviliani menilai, kebijakan tersebut seharusnya disesuaikan dengan kapasitas UMKM di Indonesia sendiri. 

Diterangkan Aviliani, jumlah UMKM yang mengalami kenaikan kelas juga masih sedikit. Selain itu, kredit dalam jumlah besar biasanya hanya diperlukan jika kondisi perekonomian sudah stabil dan baik.

“Kalau nanti 30 persen (ke UMKM), bahayanya adalah, terutama bank BUKU 3 dan BUKU 4 tuh begitu dia harus biaya infrasstruktur yang jumlahnya signifkan, 30 persen ada yang serap enggak? Karena kalau kita lihat kenaikan kelas UMKM sangat lamban, takutnya dipaksakan dan enggak terserap. Apalagi ada denda juga,” ujar Aviliani dalam webinar seperti ditulis, Rabu (8/9/2021).

Aviliani melanjutkan, seharusnya aturan tersebut bisa ditinjau kembali. Seberapa besar pembiayaan atau kredit yang dibutuhkan UMKM.

“Kalau ekonomi sudah bagus 2023, apakah mampu 30 persennya mampu terserap UMKM? 30 persen itu tinggi. Perlu dihitung kembali,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, kebijakan BI tersebut sudah melampaui kewenangan Bank Sentral. Hal ini pun dinilai bisa membuat industri perbankan kebingungan untuk menjalankan bisnisnya.

“Bisa membuat kebingungan di industri perbankan, otoritas yang mengatur bank jadi dua,” kata Piter.

Menurut Piter, BI seharusnya mendorong penyaluran kredit perbankan melalui instrumen moneter, bukan masuk ke individu bank dan memberikan sanksi. Sebab, ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang seharusnya mengatur dan mengaatur perbankan.

Dia melanjutkan, pengaturan besaran pemberian kredit ini dinilai memberatkan perbankan. Apalagi, tidak semua bank memiliki porsi yang besar terhadap UMKM, tergantung dari karakter bisnis bank tersebut.

“BI bisa mendorong bank dengan instrumen moneter yang mereka miliki, antara lain suku bunga. Kalau kemudian instrumen suku bunga tidak efektif, BI harusnya fokus mencari apa penyebab instrumen suku bunga tidak bisa meningkatkan penyaluran kredit,” jelasnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Penjelasan Bank Indonesia

Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Bank Indonesia

Kepala Departemen Kebijakan Makropudensial Bank Indonesia (BI) Juda Agung sebelumnya mengatakan bahwa perbankan wajib memenuhi RPIM UMKM sebesar 20 persen pada Juni 2022.

"Perhitungannya dilakukan secara bertahap yang kemudian menjadi 25 persen pada Juni 2023 dan 30 persen di Juni 2024," ujar Juda.

Ia menjelaskan, perluasan target pembiayaan inklusif tersebut dilakukan karena UMKM sangat berperan dalam perekonomian, dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi serta pangsa yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga UMKM menjadi kunci pemulihan ekonomi nasional.

Nantinya, akan terdapat sanksi bagi bank yang tidak bisa memenuhi target RPIM tersebut, yang akan diawali dengan teguran tertulis terlebih dahulu pada Juni 2022 dan Desember 2022.

"Teguran tertulis tersebut juga akan ditembuskan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ungkap Juda.

Jika nantinya teguran tersebut tidak bisa dipenuhi, Juda menyebutkan akan ada sanksi teguran tertulis dan sanksi kewajiban membayar sebesar 0,1 persen dikali nilai kekurangan RPIM (maksimal Rp 5 miliar untuk setiap posisi pemenuhan RPIM), yang akan diberlakukan sejak Juni 2023.

Namun, sanksi RPIM akan dikecualikan untuk bank yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan usaha seperti kredit/pembiayaan dan/atau penghimpunan dana oleh OJK, Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI)/Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK), serta bank perantara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya