Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambangan Nilai dan Pajak Penjualan atas BArang Mewah Tidak Dipungut.
PP No 49 Tahun 2022 ini yang diundangkan pada 12 Desember 2022 ini mengubah aturan main pemberian fasilitas dalam administrasi pajak pertambahan nilai (PPN).
Baca Juga
Salah satu yang terdampak adalah kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Sebelumnya, kelompok kebutuhan pokok masuk kategori bukan barang kena pajak (BKP) dan dalam aturan terbaru masuk dalam BKP, tetapi diberikan fasilitas PPN dibebaskan.
Advertisement
"Barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak....merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat," bunyi Pasal 7 ayat (1) PP No.49/2022 dikutip dari Belasting.id, Kamis (15/12/2022).
Dalam ketentuan perpajakan, kelompok barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak terbagi dalam 11 komoditas utama. 11 jenis barang ini mendapatkan fasilitas pembebasan PPN.
Kesebelas barang tersebut antara lain beras, gabah, jagung, sagu dan kedelai. Kemudian garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran.
PP No.49/2022 memerinci kriteria barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Perincian tersebut terdapat pada bagian lampiran PP No.49/2022.
Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Neilmaldrin Noor menyampaikan perubahan kebijakan PPN dan PPnBM dalam PP No.49/2022 mengedepankan simplifikasi aturan dan tetap memberikan kemudahan dalam administrasi PPN.
"Kami tegaskan bahwa aturan turunan UU No.7/2021 tentang HPP ini tetap mempertahankan sepenuhnya kemudahan PPN yang saat ini berlaku," katanya dalam keterangan tertulis.
Jokowi Terbitkan Aturan Baru PPN dan PPnBM, Simak Rinciannya
Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), perlu dilakukan penyesuaian pengaturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mengenai tarif, cara menghitung, penggunaan besaran tertentu, serta penunjukkan pihak lain untuk melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM.
Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 2 Desember 2022 meneken Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap PPN Barang dan Jasa dan PPnBM (PP Nomor 44 Tahun 2022).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor menjelaskan bahwa beleid ini merupakan pengganti PP Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN dan perubahannya.
“PP Nomor 1 Tahun 2012 dan perubahannya sudah tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi PPN dan PPnBM serta pengaturan dalam UU HPP, sehingga perlu disempurnakan,” jelasnya.
Pengaturan dalam PP Nomor 44 Tahun 2022 ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yakni:
Substansi baru, meliputi:
a. Pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM (Pasal 5).
- Pihak lain merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi yang paling sedikit berupa pedagang, penyedia jasa, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
- PPN atau PPN dan PPnBM tetap dipungut oleh pihak lain yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM walaupun melakukan transaksi dengan pemungut PPN Pasal 16A UU PPN atau memfasilitasi transaksi pemungut PPN Pasal 16A tersebut.
b. Pengaturan lebih lanjut terkait Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP), yang meliputi:
- Pemberian cuma-cuma BKP/JKP (Pasal 6).
- Penegasan pengenaan PPN atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dalam aktivitas operasional maupun nonoperasional (Pasal 8).
- Pengenaan PPN atas penyerahan BKP berupa agunan yang diambil alih oleh kreditur (Pasal 10).
- Penyerahan BKP dalam skema transaksi pembiayaan syariah yang tidak dikenai PPN sepanjang BKP tersebut pada akhirnya diserahkan kembali kepada pihak yang semula menyerahkannya (Pasal 12).
c. Pengaturan terkait penggunaan Besaran Tertentu (Pasal 15).
d. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak yang dibuat setelah melewati jangka waktu tiga bulan sejak dokumen tersebut seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak (Pasal 28).
Advertisement
Substansi yang Disempurnakan
Substansi yang disempurnakan dari PP sebelumnya, meliputi:
a. Pembeli atau penerima jasa yang bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM dapat memenuhinya secara self assessment menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) (Pasal 4).
b. Penyesuaian pengaturan terkait BKP/JKP, meliputi penghapusan terminologi dan pengaturan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif (Pasal 6) dan penyesuaian teknis pengenaan PPN atas penyerahan BKP melalui penyelenggara lelang (Pasal 9).
c. Penyesuaian penghitungan PPN dan PPNBM (Pasal 17).
d. Penyesuaian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan dalam rangka penentuan PPN dan PPnBM dalam hal dilakukan pemeriksaan (Pasal 17 (3)).
e. Penentuan kurs Menteri Keuangan yang digunakan untuk menghitung PPN atau PPN dan PPnBM terutang dalam hal transaksi dilakukan dengan menggunakan mata uang selain rupiah (Pasal 21).