Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, patokan minyak AS, melewati USD 80 per barel pada hari Jumat untuk pertama kalinya sejak November 2014. Ini dikarenakan permintaan rebound sementara pasokan tetap ketat.
Soal harga minyak ini, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengaku akan mempengaruhi langsung terhadap kinerja PT Pertamina (Persero). Bisnis Pertamina dari sisi hilir, khusunya penjualan BBM, akan semakin rugi.
Baca Juga
"Pertamina ini kan sejak 2020 untuk Pertalite dan Pertamax tidak ada penyesuaian harga, padahal harga minyak sudah naik hampir dua kali lipat. Hal ini tentunya Pertamina akan semakin menanggung beban," kata Mamit saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (9/10/2021).
Advertisement
Itu dari sisi hilir, untuk dari sisi hulu, justru Pertamina akan diuntungkan dari naiknya harga minyak tersebut. Hal ini tentunya bisa menjadi poin untuk melakukan subsidi silang dengan bisnis hilirnya yang tertekan.
"Pertamina ini bagusnya kan bisnisnya dari hulu hingga ke hilir, jadi bisa subsidi silang. Oleh karena itu, kita harapkan pada akhirnya Pertamina tetap untung hingga akhir tahun nanti," tegasnya.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
SPBU Swasta
Tak seperti Pertamina, perusahaan penjual BBM lain seperti AKR dan Shell, yang masih beroperasi di Indonesia, justru diperkirakan akan langsung melakukan penyesuaian harga.
"Beda lagi kalau swasta, seperti Shell dan AKR, mereka pasti akhir bulan akan melakukan penyesuaian harga karena harga minyak duni naik," pungkas Mamit.
Advertisement