Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyoroti rencana Indonesia Battery Corporation yang ingin mengakuisisi StreetScooter, perusahaan kendaraan listrik atau mobil listrik asal Jerman yang dimiliki Deutsche Post DHL Group.
Fabby mempertanyakan IBC yang secara prinsip memang dibentuk untuk membuat baterai kendaraan listrik, kini didorong untuk menguasai pabrikan mobil listrik.
"Menurut saya sih, harusnya IBC fokusnya pada pengembangan dan produksi baterai listrik untuk kendaraan listrik. Karena kita tahu bahwa kebutuhan untuk baterai kendaraan listrik sangat besar ke depannya, seiring dengan peningkatan produksi kendaraan listrik," ujarnya kepada Liputan6.com, Sabtu (11/12/2021).
Advertisement
IBC pun diminta untuk lebih memperhatikan progres teknologi baterai listrik yang terus berkembang. Jika memang holding perusahaan punya pendanaan besar, semustinya itu bisa dipakai untuk melakukan riset dan pengembangan baterai kendaraan listrik.
"Kalau sekarang itu baterai kendaraan listrik yang baru sudah mulai mengurangi yang namanya nikel. IBC seharusnya sudah mulai melihat juga, karena teknologi ke depan orang mencari alternatif dari lithium, nikel dan cobalt," tutur Fabby.
"Indonesia kan punya banyak sumber daya alam. Jadi menurut saya, sebaiknya IBC juga lebih fokus saja pada riset dan pengembangan baterai ke depan yang tidak hanya mengandalkan satu teknologi. Itu kembali, kenapa alasan mereka harus melakukan investasi ke kendaraan listrik," pintanya.
Berikutnya, kalaupun IBC dirasa perlu menjemput industri perakitan mobil listrik, sebenarnya tidak perlu mengakuisisi teknologinya sendiri. Sebab opsinya selain mengakuisisi teknologi, IBC bisa bekerjasama dengan produsen kendaraan listrik yang sudah mumpuni.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kendaraan Listrik
Disebut Fabby, kendaraan listrik sekarang kan memang lebih mudah dibuat, tapi perkembangan teknologinya juga cepat. StreetScooter bisa jadi gambaran, bagaimana DHL Group selaku induk usaha berharap bisa mengembangkan mobil listrik sendiri, tapi pada akhirnya gagal berkembang.
"Kenapa? Karena kendaraan listrik untuk bisa sampai ekonomis dan bisa bersaing di pasar harus punya economies of scale. Jadi menurut saya lihat saja kasus itu (kegagalan StreetScooter), kalau dia ngembangin sendiri kan risikonya nanti enggak berkembang. Akhirnya rugi juga, kita ngambil alih perusahaan yang rugi, di Indonesia mau diulang cara yang sama," bebernya.
Jika memang IBC bersikukuh ingin punya posisi lebih besar di ranah industri kendaraan listrik, cara lainnya adalah bekerjasama dengan produsen mobil listrik dunia yang sudah mumpuni. Kemudian kemitraan itu salah satunya mewajibkan agar kendaraan listriknya dibuat sesuai dengan pasar di Indonesia.
"Di situlah IBC punya peran strategis. Dia memasok baterai, perusahaan produsen kendaraan listrik yang punya teknologi, pengalaman, bisa membangun industrinya sesuai skala keekonomian, itu yang ambil risikonya. Enggak perlu IBC yang ambil risikonya," kata Fabby.
Advertisement