Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati buka-bukaan, jika berpatok pada harga minyak dunia saat ini yang sekitar USD 120 per barel, perseroan dapat subsidi solar ditanggung pemerintah Rp 7.800 per liter.
Aslinya, harga solar nonsubsidi dibanderol Rp 12.950 per liter, dengan mengambil baseline perhitungan dari harga Dexlite. Sedangkan solar subsidi dijual Pertamina Rp 5.150 per liter.
Baca Juga
Namun, Pengamat Ekonomi Ronny P Sasmita beranggapan, perhitungan dengan baseline harga jual tersebut terlalu dipaksakan. Sebab, itu sudah termasuk keuntungan untuk Pertamina, selain harga produksi dan transportasi.
Advertisement
"Jika berpatokan pada harga Crude Oil saat ini, katakanlah USD 120 per barel. Dibulatkan jadi USD 124 dengan biaya shipping dan transpor, total harga Solar ya sekitar Rp 10.500-11.000 lah. Jadi ya disparitasnya sekitar Rp 6.000 lah, bukan Rp 7.800, terlalu berlebihan," terangnya, Kamis (31/3/2022).
"Jangan dihitung juga margin keuntungan pertamina, karena perbandingannya ke Solar subsidi," imbuh Ronny.
Ronny memberi beberapa catatan yang perlu diperhatikan terkait masalah ini. Pertama, harga saat ini berpatokan pada ICP di APBN, yakni USD 63 per barel.
"Jadi memang sudah pas Rp 5.000-Rp 5.150 per liter karena patokanya ICP APBN di level USD 63 per barel," kata dia.
Kedua, kenaikan harga saat ini bukanlah kenaikan permanen, sebab ada imbas perang Rusia-Ukraina. Sementara patokan APBN adalah harga minyak rata-rata untuk satu tahun. Akumulasi harga rata-rata selama 12 dibagi 12 bulan. Itulah harga ICP APBN.
"Jadi jangan terlalu buru-buru mengatakan Pertamina bakal rugi karena saat ini baru bulan Maret. Boleh jadi nanti median harga ICP 2022 memang USD 63 atau hanya lebih sedikit, misalnya USD 70 atau USD 75. Jadi jangan terlalu berambisi berhitung untung rugi," ungkapnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perubahan Harga ICP
Berikutnya, jika ternyata sampai pertengahan tahun ini tren pergeseran harga memang naik, tentu pemerintah bisa mengajukan perubahan harga ICP dalam APBN perubahan dan mengakomodir kepentingan Pertamina.
"Yang jelas tidak berpatokan pada kenaikan harga harian, tapi kepada proyeksi harga tahunan, karena untuk negara, bukan untuk pom bensin yang berbisnis harian," tegasnya.
Terakhir, Ronny menekankan, di saat seperti inilah sebenarnya peran publik Pertamina dibutuhkan. Sebab, publik tak mempermasalahkan keuntungan perseroan saat situasi terkendali.
"Contohnya, saat harga terjun bebas di awal pandemi. Toh tidak ada yang meminta Pertamina menurunkan harga," sebut dia.
Namun di saat situasi harga tinggi seperti hari ini, menurut dia ini jadi waktunya Pertamina menjalankan peran publiknya sebagai BUMN.
"Jangan melulu bicara untung, karena Pertamina punya tanggung jawab konstitusional yang berbeda dengan perusahaan swasta. Jadi buat direktur pertamina tahan bicara dulu karena harga minyak dunia hari ini belum tentu harga median untuk tahun ini," seru Ronny.
Advertisement