BI Serap Likuiditas Bank Rp 55 Triliun Lewat Kenaikan GWM Tahap I

Bank Indonesia (BI) telah melakukan normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah secara bertahap sejak 1 Maret 2022.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Apr 2022, 12:40 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2022, 12:40 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Forum G20 di Bali
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Forum G20 di Bali (dok: Bank Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) telah melakukan normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah secara bertahap sejak 1 Maret 2022.

Gubernur BI Perry Warjiyo mencatat, kebijakan penyesuaian secara bertahap GWM Rupiah tahap I dan pemberian insentif GWM telah menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp 55 triliun secara neto.

"Penyesuaian secara bertahap GWM pada tahap 1 dan pemberian insentif sejak 1 Maret 2022 telah menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp 55 triliun," katanya dalam acara konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Rabu (13/4).

Perry memastikan, penyerapan likuiditas tersebut tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/ pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN.

Dia mencatat, pada Februari 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat tinggi mencapai 32,72 persen dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 11,11 persen (yoy).

Kemudian, likuiditas perekonomian juga tetap longgar, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 18,3 persen dan 12,5 persen secara tahunan. Hal ini didukung oleh berlanjutnya peningkatan kredit perbankan dan ekspansi fiskal.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Perang Rusia-Ukraina Jadi Alasan BI Tahan Suku Bunga Acuan 3,5 Persen

BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5 Persen
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank Indonesia mempertahankan suku bunga kebijakan BI-7 Day Reverse Repo Rate pada level 3,5 persen selama kuartal I-2022.

Hal itu dilakukan dalam rangka menempuh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dengan tetap mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional.

“Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat terutama terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2022, Rabu (13/4/2022).

Lebih lanjut, kebijakan nilai tukar Rupiah juga diperkuat untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan mekanisme pasar dan fundamental ekonomi di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global tersebut.

“Bank Indonesia juga mulai melakukan normalisasi kebijakan likuiditas dengan tetap memastikan kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi mereka dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN,” ujarnya.

Artinya, dengan masih tingginya rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga, normalisasi likuiditas dilakukan dengan menaikkan secara bertahap giro wajib minimum.

Hal ini berlaku untuk bank umum konvensional serta Bank Umum Syariah dan unit usaha Syariah (UUS) mulai Maret 2022 masing-masing menjadi 6,5 persen dan 5 persen pada 1 September 2022.

“Penyesuaian secara bertahap giro wajib minimum rupiah pada tahap 1 dan pemberian insentif giro wajib minimum sejak 1 Maret 2022, telah menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp 55 triliun secara neto,” jelasnya.

 

 

Penguatan Kebijakan

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Menguat
Teller menghitung mata uang rupiah di bank, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi terhadap dolar Amerika Serikat sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia dan mekanisme pasar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Penyerapan likuiditas secara bertahap tersebut berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas perbankan. Kebijakan akomodatif selama kuartal I-2022, terus diperkuat untuk mendukung ekonomi dari perbankan guna pemulihan ekonomi nasional.

Penguatan tersebut ditempuh antara lain dengan memberikan insentif berupa pelonggaran atas kewajiban Pemenuhan GWM sampai dengan sebesar 1 persen.

Insentif ini bagi bank-bank yang menyalurkan kredit pembiayaan kepada sektor prioritas, dan UMKM dan memenuhi target rasio pembiayaan inklusif makroprudensial dan ini mulai berlaku 1 Maret 2022.

“Kebijakan makroprudensial akomodatif juga terus diperkuat dengan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit, dengan pendalaman suku bunga kredit perbankan termasuk perbandingan terhadap negara Kawasan,” pungkas Perry.  

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I-2022 Diramal 5,2 Persen

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawatii memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2022 berada dalam rentang 4,5 persen sampai 5,2 persen.

Dengan demikian, secara keseluruhan tahun akan mencapai antara 4,8 hingga 5,5 persen.

"Kami dari Kemenkeu memperkirakan kuartal I-2022 mencapai 4,5 hingga 5,2 persen dan keseluruhan tahun 4,8 hingga 5,5 persen," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jakarta, Rabu (13/4/2022).

Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan ekonomi saat ini masih dipengaruhi oleh tekanan eksternal yaitu perang Ukraina dan Rusia. Selain itu juga asa perubahan kebijakan moneter negara-negara maju.

"Ekspektasi yang tadinya positif terhadap pemulihan ekonomi global seiring meredanya Covid-19 tertahan atau mengalami tekanan karena eskalasi dari kondisi perang yang terjadi di Ukraina sejak tanggal 24 Februari 2022," jelasnya.

Adapun Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menurunkan proyeksi perekonomian global menjadi 3,5 persen dari 4,5 persen. Kemudian Bank Dunia juga menurunkan proyeksi untuk perekonomian Asia Pasifik dari 5,4 persen menjadi 4 hingga 5 persen.

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya